Mukhamdanah Mukhamdanah
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

PANDANGAN DAN SIKAP BAHASA MASYARAKAT DI WILAYAH PERBATASAN: KASUS MASYARAKAT DI ENTIKONG, KALIMANTAN BARAT Mukhamdanah Mukhamdanah
Ranah: Jurnal Kajian Bahasa Vol 4, No 2 (2015): Jurnal Ranah
Publisher : Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (8756.181 KB) | DOI: 10.26499/rnh.v4i2.32

Abstract

Kajian tentang wilayah perbatasan sudah banyak dilakukan terutama sejak lepasnya P. Sipadan dan P. Ligitan dari wilayah NKRI. Dari segi kebahasaan, kajian terhadap masyarakat di wilayah perbatasan yang dapat dilakukan antara lain adalah bagaimana sikap bahasa mereka. Sebagian masyarakat di wilayah perbatasan merupakan dwibahasawan, terjadi karena adanya interaksi antarmasyarakat kedua negara. Situasi ini memungkinkan timbulnya persaingan dalam memilih bahasa. Kajian ini mencoba menjelaskan bagaimana pandangan dan sikap bahasa masyarakat perbatasan di Entikong terhadap bahasa daerah, bahasa Indonesia, dan bahasa negara tetangga. Secara politik wilayah perbatasan atau pulau-pulau kecil dapat dikatakan hilang apabila masyarakat di wilayah tersebut lebih mengakui negara lain dibandingkan negaranya sendiri. Dari segi psikologis, penduduk yang tinggal di daerah perbatasan rasa nasionalismenya cenderung tipis, terutama yang bertetangga dengan negara yang lebih tinggi kemakmuran ekonominya. Hal ini dapat menjadi penyebab makin banyaknya masyarakat perbatasan yang lebih memilih untuk belajar dan menggunakaan bahasa negara tetangga serta mengabaikan bahasa daerah dan bahasa Indonesia yang menjadi ikatan primordial. Dengan menggunakan metode kuantitatif, berdasarkan data primer dari 108 responden dengan purposive random sampling, hasilnya, pandangan dan sikap bahasa responden terhadap bahasa Indonesia dan bahasa daerah cenderung berada pada kategori positif sementara terhadap bahasa asing cenderung cukup positif. Semakin tinggi tingkat pendidikan responden, semakin tidak positif sikap bahasanya terhadap bahasa asing.
BAHASA AWBAN DI YAHUKIMO, PAPUA: KAJIAN AWAL TERHADAP BAHASA MINORITAS PADA TATARAN FONOLOGI DAN LEKSIKONNYA (Awban Language in Yahukimo, Papua: A Preliminary Study on Phonology and Lexicon Aspect toward a Minority Language) Mukhamdanah Mukhamdanah; Inayatusshalihah Inayatusshalihah
SAWERIGADING Vol 27, No 2 (2021): SAWERIGADING, EDISI DESEMBER 2021
Publisher : Balai Bahasa Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1498.789 KB) | DOI: 10.26499/sawer.v27i2.931

Abstract

There are several languages in Indonesia that can be classified as minority languages. One of the minority languages is Awban, which is spoken in Awban Village, Kolf Braza District, Asmat. In 2012, speakers of this language are not more than 30 people; the smallest number compared to speakers of other languages around them. Its speakers are diminishing because of the plague. The remote location of the inland, extremely difficult access, social status, economy, education, and their incapacity in many ways makes the Awban language increasingly marginalized. This study attempts to present the Awban language on the linguistic perspective before the language and its speakers are completely marginalized or 'lost'. In terms of language, using comparative method, the Awban language does not have affinity with the surrounding languages, such as the Momuna, Tokuni, and Samboga. In terms of phonology, the Awban language has sound phonemes, namely [i], [|], [e], [E], [a], [o], [u], and [O]. These vowels are free distributed and some are non-free distributed. Consonant sounds are almost the same as Indonesian languages. There is uvular consonant [X] sound in Awban language, but [c], [q], [v], and [z] are not found. Some vocabulary found are loan words from Indonesian or Malay Papua as a result of the language contact, either as a whole or with adjustment, for example ayam hu 'chicks', pusi 'cat', and vocabulary with sound adaptation, such as [cincin] ~ [sinsin].