Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Pelayanan Publik di Desa Hanif Nurcholis
Jurnal Ilmu Administrasi Negara ASIAN (Asosiasi Ilmuwan Administrasi Negara) Vol. 5 No. 2 (2017): Edisi September 2017
Publisher : Asosiasi Ilmuwan Administrasi Negara (ASIAN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47828/jianaasian.v5i2.5

Abstract

Village government isn't delivering basic public services: education, health, and social economy. It is just levy tax land, legitimate of letters, and building infrastructure with mutual cooperation as heritage colonial policy, heerendiensten. Base on this problem, the qualitative research conduct in Loireng Village, Sayung Under District, Demak Regency/District, Central Jawa Province. The objective of this research is to analyze why the village government does not deliver basic public services. Data were collected by observation, document study, and interview. Data analyzed with qualitative descriptive. The new public service theory Denhardt and Denhardt used to analyze it. This research found that village government isn’t formal government but state corporatism which not formed to deliver citizen public services.
Rakyat Desa, Negari, Gempong, Marga, dan Sejenisnya Menjadi Korban Pemerintah Desa dan Pemerintah Atasan Hanif Nurcholis
Jurnal Ilmu Administrasi Negara ASIAN (Asosiasi Ilmuwan Administrasi Negara) Vol. 7 No. 1 (2019): Edisi Maret 2019
Publisher : Asosiasi Ilmuwan Administrasi Negara (ASIAN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47828/jianaasian.v7i01.20

Abstract

Hubungan antara Yang Memerintah dengan Yang Diperintah menciptakan tiga relasi: 1) Yang Memerintah sebagai pelayan kepada warga negara dan Yang Diperintah sebagai penerima layanan publik; 2) Yang Memerintah sebagai penjual barang-barang publik dan Yang Diperintah sebagai pembelinya secara gratis; dan 3) Yang Memerintah sebagai penguasa yang tidak bertanggung jawab dalam memberikan layanan publik dan layanan civil dan Yang Diperintah sebagai korban. Pembentukan pemerintah desa di bawah UU No.6/2014 menciptakan relasi antara Yang Memerintah dengan Yang Diperintah dimana Yang Diperintah (rakyat desa) sebagai korban. Hal ini terjadi karena desain dan struktur organisasi yang dibangun tidak menjadikan Pemerintah Desa sebagai instrumen pelayanan publik di desa tapi hanya sebagai perantara (tussenpersoon atau mediator) antara Yang Memerintah dengan Yang Diperintah. Pemerintah Desa tidak mempunyai organ yang melayani rakyat desa. Akibatnya rakyat desa tidak mendapatkan pelayanan kesehatan, pendidikan, irigasi,pertanian, perikanan, transportasi publik perdesaan, industri, dan perdagangan. Kegiatan Pemerintah Desa secara aktual hanya mengeluarkan Surat Keterangan, memobilisasi rakyat untuk membangun infrastruktur melalui lembaga korporatis buatan Negara (RT, RW, PKK, LPM, P3A, dan Karang Taruna), menarik pajak, membuat laporan penduduk, dan melaksanakan proyek Pemerintah Atasan. Untuk itu, Pemerintah Desa perlu direformasi menjadi pemerintah lokal otonom modern dengan fungsi menyejahterakan rakyat yang dilakukan dengan cara memberi layanan publik dan layanan civil kepada rakyat desa.
Strategi Revolusi Hijau untuk Pembangunan Perdesaan Desa Terdampak Bonus Demografi di Era Industri 4.0: Studi Kasus Kabupaten Wonogiri Provinsi Jawa Tengah Florentina Ratih Wulandari; Hanif Nurcholis
Jurnal Ilmu Administrasi Negara ASIAN (Asosiasi Ilmuwan Administrasi Negara) Vol. 7 No. 2 (2019): Edisi September 2019
Publisher : Asosiasi Ilmuwan Administrasi Negara (ASIAN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47828/jianaasian.v7i02.45

Abstract

Artikel ini sebagai wacana, bertujuan membahas revolusi hijau sebagai strategi pembangunan perdesaan di era industri 4.0 sejak implementasi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Metode penelitian yang digunakan adalah studi pustaka, dan hasilnya dianalisis dengan teori strategi pembangunan desa menurut Griffin (1999). Hasil kajian menemukan di Indonesia, khususnya Kabupaten Wonogiri, menghadapi kecenderungan masalah menurunnya jumlah dan preferensi anak muda produktif yang bekerja bidang pertanian, serta peningkatan jumlah lansia selama tahun 2013 – 2017. Untuk itu, perlu mempertimbangkan strategi revolusi hijau agar pembangunan perdesaan terdampak bonus demografi, dapat berkelanjutan secara optimal. Keterbatasan wacana ini perlu ditindaklanjuti dengan penelitian lapangan. Orijinalitas wacana ini pada revolusi hijau sebagai strategi pembangunan desa terkait implikasi bonus demografi. Implikasi praktis wacana ini yakni rekomendasi strategi revolusi hijau sebagai strategi radikal dalam pembangunan perdesaan sehingga tumbuh produk pertanian yang bernilai tambah dan kompetitif sesuai dengan tuntutan era industri 4.0