Mujibussalim Mujibussalim
Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Jl. Putroe Phang No. 1, Darussalam, Banda Aceh - 23111

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Kedudukan Badan Pembinaan Hukum Nasional Dalam Menjalankan Fungsi Legislasi Marzuki Marzuki; Husni Djalil; Mujibussalim Mujibussalim
Syiah Kuala Law Journal Vol 1, No 3: Desember 2017
Publisher : Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (339.883 KB) | DOI: 10.24815/sklj.v1i3.9639

Abstract

Pasal 21 ayat (4) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyatakan Penyusunan program legislasi nasional di lingkungan pemerintah dikoordinasikan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum. Tujuan penulisan untuk menyelesaikan konsekuensi hukum Kedudukan Badan Pembinaan Hukum Nasional dan fungsi legislasi. Berdasarkan Objek masalah  terdapat 2 (dua) penelitian yang digunakan dalam artikel ini, penelitian hukum penelitian yuridis normatif. Sumber data adalah data sekunder berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier, dan dianalisis dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Disarankan kepada pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana diamanatkan oleh UU Nomor 12 Tahun 2011 terkait keberadaan program legislasi nasional baik dari segi wewenang, kedudukan serta fungsi dan tugas lebih dibebankan kepada DPR. Langkah ini diharapkan dapat mendukung terwujudnya pembangunan hukum nasional di Indonesia.Law No. 12 of 2011 which is regulating law (regelling) in carrying out it’s duties had changed following the 1945 amendment to the authorities, positions, duties and functions in the formation of the legislation. The BPHN is the government institution in charge of coaching the integrated and comprehensive national law. It is suggested that the government and the House of Representatives as mandated by Law No. 12 of 2011 that they work on the existence of the National Legislation Program in terms of authority, position and more in the functions and duties. These stepsare expected to support the realization of national law development in Indonesia.
Penerapan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Terhadap Kejahatan di Bidang Perbankan Syahril Syahril; Mohd Din; Mujibussalim Mujibussalim
Syiah Kuala Law Journal Vol 1, No 3: Desember 2017
Publisher : Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (199.287 KB) | DOI: 10.24815/sklj.v1i3.9635

Abstract

Korupsi adalah salah satu tindak pidana yang tidak hanya terjadi pada sector publik, namun juga pada sektor swasta seperti perbankan. Perbuatan secara melawan hukum yang dilakukan oleh pegawai, direksi, komisaris, pemegang saham, dan/atau pihak terafiliasi dengan bank yang menyebabkan terjadinya kerugian keuangan negara menjadi alasan pengenaan tindak pidana korupsi kepada pihak bankir yang bersangkutan. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: 1) Untuk dapat dikatakan sebagai tindak pidana korupsi, kasus kredit macet harus memenuhi unsure-unsur tindak pidana korupsi yang diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU PTPK dan unsur-unsur tersebut harus dibuktikan kebenarannya; 2) antara Undang-Undang PTPK dengan Undang-Undang Perbankan tidak terdapat hubungan lex spesialis. Kedua undang-undang tersebut adalah aturan specialis karena disusun dalam aturan pidana tersendiri di luar KUHP; 3) Penerapan dakwaan tindak pidana korupsi terhadap kredit macet perbankan adalah suatu hal yang tidak tepat karena berdasarkan asas systematische specialiteit, Undang-undang Perbankan harus didahulukan pemberlakuannya dibandingkan dengan UU PTPK.Corruption is a crime which is not only happen in the public sector, but also on the private sector such as banking. The acts against law committed by employees, directors, commissioners, shareholders, and/or parties affiliated with the banks that caused the financial loss to state become the reason for the imposition of criminal acts of corruption to the bankers. The results of this study concluded that: 1) To be regarded as a criminal act of corruption, cases of bad loans must meet the elements of corruption under Article 2 and Article 3 of PTPK Law and these elements must be verified; 2) the Act of PTPK with the Banking Act lex specialist. Both of these laws are rules specialist for structured in separate criminal rule out the Criminal Code; 3) Implementation of the charges of corruption against bad loans of banks is something that is not right because it is based on the principle of systematische specialiteit, the Banking should come into effect as compared to the Act of PTPK.