Asep Sukmana
Staf Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli, Jl. Raya Parapat km 10,5 Sibaganding-Parapat

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

KESESUAIAN JENIS UNTUK PENGAYAAN HABITAT ORANGUTAN TERDEGRADASI DI DAERAH PENYANGGA CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL- BUALI Kuswanda, Wanda; Sukmana, Asep
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol 6, No 2 (2009): Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang pertumbuhan dan jenis tanaman yang sesuai untuk pengayaan pada berbagai tipe lahan terdegradasi yang berfungsi sebagai habitat orangutan (Pongo abelii Lesson) di daerah penyangga Cagar Alam Dolok Sibual-buali, Tapanuli Selatan. Parameter pertumbuhan (pertumbuhan tinggi, persen hidup, dan persen kesehatan tanaman) diamati pada plot seluas 0,4 ha (10 plot dengan ukuran 20 m x 20 m setiap plot), lima plot untuk setiap perlakuan pola tanam (pola jalur dan pola acak). Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis yang memiliki pertumbuhan tertinggi pada pola jalur adalah rambutan (Cryptocarya nitens (Blume) Koord.&Val.) sebesar 0,88cm/bulan dan pada pola acak adalah meranti (Shorea leprosula Miq) sebesar 0,93 cm/bulan. Begitu pula, berdasarkan klasifikasi tipe lahan adalah rambutan sebesar 1,2 cm/bulan (lahan kosong dan budidaya) dan durian (Durio zibethinus Murr) sebesar 0,93 cm/bulan (hutan sekunder). Jenis yang memiliki persen hidup tertinggi pada pola tanam jalur adalah durian sebesar 96% dan pada pola acak adalah medang (Litsea odorifera Valeton) sebesar 84%. Rata- rata persen kesehatan tanaman pada pola tanam jalur sebesar 65% dan pada pola acak 64,9%. Hasil analisis uji t  diperoleh bahwa pola tanam tidak berpengaruh terhadap persen hidup dan persen kesehatan tanaman. Jenis tanaman yang sesuai untuk pengayaan habitat pada tipe hutan rakyat sebagai jalur hijau adalah meranti (S. leprosula) dan medang (L. odorifera), pada lahan kosong atau semak belukar sebagai daerah interaksi adalah kombinasi antara tanaman penghasil kayu dengan MPTs (multipurpose tree species); dan  pada lahan budidaya adalah tanaman MPTs, seperti durian (D. zibethinus), nangka (Artocarpus integra Merr), dan rambutan (C. nitens).
KARAKTERISTIK FISIK SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI BATANG GADIS, MANDAILING NATAL, SUMATERA UTARA Antoko, Bambang S.; Sukmana, Asep
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol 4, No 5 (2007): Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang karakteristik fisik Sub DAS Batang Gadis dan faktor-faktor alami yang mempengaruhi potensi dan kerentanan Sub DAS. Informasi  ini penting diperoleh sebagai bahan pertimbangan bagi pengelola dalam menyusun perencanaan pembangunan daerah setempat yang sesuai dengan karakteristik fisik DAS. Selain itu, kawasan DAS kajian adalah bagian dari kawasan Taman Nasional Batang Gadis dan merupakan sumber air utama bagi Lembah Mandailing, Sumatera Utara. Pengamatan dilakukan pada karakteristik fisik Sub-sub DAS Aek Pohan sebagai representasi wilayah hilir dan Sub-sub DAS Batang Pungkut sebagai representasi daerah hulu dari Sub DAS Batang Gadis. Penelitian yang dilakukan termasuk penelitian yang meliputi pengamatan lapangan dan analisis data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sub-sub DAS Aek Pohan dan Batang Pungkut mempunyai kemampuan menyimpan air yang rendah sampai sedang, sehingga berpotensi mengalami penggenangan. Bentuk DAS pada kedua sub-sub DAS kajian adalah memanjang, sedangkan pola aliran DAS mengikuti pola aliran paralel, di mana resiko terhadap bencana banjir dan tanah longsor sangat tinggi jika terjadi kerusakan hutan pada daerah hulu. Sistem lahan dominan, adalah pegunungan dan perbukitan dengan penggunaan lahan berupa pertanian/tegalan dominan pada  kelerengan >  40  %.  Kondisi sedimentasi pada  wilayah Batang Pungkut lebih besar dibandingkan Aek Pohan, yang disebabkan karena konversi lahan menjadi pertanian/tegalan tanpa memperhatikan kelerengan dan jenis tanah.