Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

KEBIJAKAN POLITIK TAWAN KARANG PADA MASA KERAJAAN BALI KUNO DAN KOLONIAL BELANDA Komang Ayu Suwindiatrini
Humanis Volume 9. No. 1. Oktober 2014
Publisher : Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (70.601 KB)

Abstract

Tawan karang was more often associated with the Dutch colonial period, actually has appeared since ancient Bali period. The appearance of the tawan karang during the captivity of ancient Bali can be found on the inscription such as Sembiran AI and Bebetin AI. In the time of ancient Bali , tawan karang was used to keep land area through the water’s territory of the enemy's attack in the form of a government policy. While the Dutch colonial period , tawan karang was not just a political policies as efforts to protect themselves, but also as a form of resistance and maintaining cultural traditions that have been passed down .The problem to be solved in this research about the function and role of political policy during the reign of tawan karang on ancient Bali and Dutch Colonial period. The theory for this study are theory of power relations and hegemony. This qualitative study uses data collection methods such as literature research, documentation and observation. The results obtained about function of tawan karang from political perspective of ancient Bali was an effort the entire royal elements to keep the existence of external threats and attacks. During the Dutch colonial, function and the role of tawan karang were progress to preserve life and fight for the truth. In the Dutch colonial period, the kingdoms in Bali and the Government of the Netherlands use tawan karang as one of another way to launch tactics that embodied in a political policy .
ARKEOLOGI PUBLIK: PERAN MEDIA BARU DALAM PENYAMPAIAN INFORMASI CAGAR BUDAYA DI MASA PANDEMI Helmi Yanuar Dwi Prasetyo; Komang Ayu Suwindiatrini
Kindai Etam : Jurnal Penelitian Arkeologi Vol. 7 No. 1 (2021): KINDAI ETAM: JURNAL PENELITIAN ARKEOLOGI VOLUME 7 NOMOR 1 MEI 2021
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/ke.v7i1.85

Abstract

Abstrak. Pandemik Covid-19 di awal tahun 2020 berdampak besar pada seluruh aspek kehidupan manusia. Pembatasan aktivitas banyak diterapkan di berbagai tempat untuk memutus penyebaran virus Corona. Hal tersebut juga berdampak pada kegiatan penyebaran informasi tentang cagar budaya, seperti sosialisasi, pameran, seminar, dan kegiatan lainnya yang tidak bisa dilaksanakan secara tatap muka. Pembatasan aktivitas juga menyebabkan kunjungan museum dan situs-situs bersejarah tidak dapat dilakukan. Pemanfaatan media informasi baru perlu dilakukan untuk menyebarkan informasi tentang cagar budaya secara virtual. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab bagaimana peran media baru dalam penyebaran informasi tentang cagar budaya di masa pandemi Covid-19 serta manfaat yang didapatkan oleh masyarakat. Data yang digunakan bersumber internet dan hasil kuesioner yang diikuti oleh responden dari enam belas provinsi di Indonesia dengan menggunakan platform Google Form yang disebarkan melalui sosial media WhatsApp. Hasil penelitian mengetahui bahwa media baru mampu memberikan solusi dalam penyebaran informasi cagar budaya yang biasa dilakukan secara tatap muka dengan menghadirkannya secara virtual. Penyebaran informasi secara virtual juga memberikan ilmu pengetahuan dan pengalaman baru dalam pembelajaran untuk mengenal cagar budaya walaupun dalam kondisi pandemic seperti saat ini. Abstract. The Covid-19 pandemic in early 2020 had a wide impact on all aspects of human life, with activity restrictions aimed at stopping the spread of the Coronavirus. Activity restrictions are widely applied in every place to cut off the transmission of the Coronavirus. The restrictions affect the information dissemination on cultural heritage, such as socialization, exhibitions, seminars, and others that can not be done directly. Due to the restrictions, a site visit to the museum and historical sites is hard to do. The utilization of new media needs to be considered to disseminate cultural heritage information virtually. This study aims to acknowledge the role of new media for information dissemination during the pandemic and its benefits to the community. Data were collected from internet sources and questionnaires followed by respondents using the Google Form platform shared through WhatsApp. The results found out that the new media can provide solutions in cultural heritage dissemination virtually. This new method also provides knowledge and experiences in learning to recognize cultural heritage in this period.
Perubahan Benteng Oranje di Ternate – Maluku Utara (Abad XVII-XX) Suwindiatrini, Komang Ayu; Nayati, Widya
JANUS Vol 2 No 1 (2024): Edition 1
Publisher : Department of Archaeology, Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/janus.11866

Abstract

The Indonesian archipelago has been known for centuries as a source of spices that are favored in many countries. The desire to obtain these spices from the first source has brought Europeans to the islands since 15th century. They sent their maritime fleets to establish trading posts in the archipelago, especially in Maluku which was rich in nutmeg and cloves. One of the archaeological remains that serves as evidence of the presence and control of Europeans, especially the Dutch, in this area is the existence of Fort Oranje in Ternate. However, there is not much of the historical background on the development of Fort Oranje has been revealed so far. This paper attempts to fill the dearth of information about the fort. The study was conducted by identifying the attributes shown in at least five drawings and plans of the Fort, which were then combined with existing historical data. The results showed that there were several changes in the form, function and role of Fort Oranje from the beginning of its establishment to the present. The reasons for these changes are mainly due to the needs of the Dutch communities who lived in the fort as well as the changing political and security condition throughout its history. Another contributing factor is government policy both during the colonial period and after Indonesia's independence. Due to the limited amount of visual data to reconstruct the long development, only a few stages of Fort Oranje transformation can be revealed. === Selama berabad-abad, kepulauan Indonesia telah dikenal sebagai sumber rempah yang digemari di banyak negara. Keinginan untuk mendapatkan rempah-rempah ini dari sumber pertama telah membawa bangsa Eropa ke kepulauan ini sejak akhir abad ke-15. Mereka mengirimkan armada lautnya untuk mendirikan pos-pos perdagangan di Nusantara, terutama di Maluku yang kaya akan pala dan cengkeh. Salah satu peninggalan arkeologi yang menjadi bukti kehadiran dan penguasaan bangsa Eropa, khususnya Belanda, di kepulauan rempah-rempah ini adalah keberadaan Benteng Oranje di Ternate. Namun, sejauh ini belum banyak latar belakang sejarah perkembangan Benteng Oranje yang terungkap. Tulisan ini mencoba mengisi kelangkaan informasi mengenai benteng tersebut dengan menyajikan hasil kajian terhadap data visual Benteng Oranje berupa gambar dan denah lama yang masih dapat diakses. Kajian dilakukan dengan mengidentifikasi atribut-atribut yang ditunjukkan pada setidaknya lima gambar dan denah benteng, yang kemudian dipadukan dengan data sejarah historis yang ada. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa perubahan bentuk, fungsi dan peran Benteng Oranje dari awal berdirinya hingga saat ini. Penyebab perubahan tersebut terutama disebabkan oleh perubahan kebutuhan masyarakat Belanda yang tinggal di dalam benteng serta situasi politik dan keamanan yang terus berubah sepanjang sejarahnya. Faktor lain yang turut berperan adalah kebijakan pemerintah baik selama masa kolonial maupun setelah kemerdekaan Indonesia.
Fenomena Pencarian Objek Diduga Cagar Budaya Sebagai Konten Youtube Suwindiatrini, Komang Ayu; Nayati, Widya
Jurnal Adat dan Budaya Indonesia Vol. 6 No. 2 (2024)
Publisher : Universitas Pendidikan Ganesha

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jabi.v6i2.78744

Abstract

Pencarian Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB) semakin sering dilakukan oleh masyarakat dengan memanfaatkan perkembangan digital dan teknologi lalu diunggah ke Youtube. Menggunakan alat metal detector dan magnet fishing, para kreator konten melakukan pencarian benda-benda purbakala. Fenomena ini cukup diminati oleh kalangan tertentu tapi kondisi ini bertentangan dengan yang diamanatkan dalam peraturan. Masalah dalam tulisan ini difokuskan pada alasan dibalik pencarian ODCB sebagai konten Youtubelalu dicari penyelesaian yang tepat untuk mengatasi fenomena ini. Tulisan ini bertujuan untuk mengajak masyarakat dan juga pemerintah untuk menyadari fenomena ini. Metode yang dipakai yaitu kualitatif dengan pendekatan etnografi, yang berusaha mempelajari yang terjadi di masyarakat sekaligus belajar dari masyarakat. Kesimpulan yang diperoleh yaitu ada faktor ekonomi yang mendorong maraknya pencarian ODCB dan aktivitas tersebut diunggah ke media sosial juga untuk mendapatkan penghasilan lainnya.Yang terpenting juga dirumuskan strategi untuk mengatasi fenomena yang terjadi.
Ciri Khas Nisan pada Makam Belanda di Kota Ternate Suwindiatrini, Komang Ayu; Prasetyo, Helmi Yanar Dwi
PUSAKA Vol 12 No 2 (2024): Pusaka Jurnal Khazanah Keagamaan
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31969/pusaka.v12i2.1558

Abstract

Jejak peninggalan Belanda tidak hanya terlihat dari bangunan-bangunan besar, tapi juga dari struktur kecil seperti makam. Secara umum pembahasan tentang makam Belanda di Indonesia lebih banyak fokus pada Jawa dan Sumatera, akan tetapi masih sangat kurang pembahasan tentang makam Belanda di timur Indonesia termasuk Kota Ternate. Menurut catatan sejarah, Ternate dan sekitarnya adalah daerah tujuan masyarakat dunia karena kehadiran rempah. Padahal ada jejak yang masih tersisa hingga saat ini dan ada data arkeologis yang dapat digali dari makam tersebut. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus serta berpijak pada data utama dari Laporan Pendataan Makam Belanda di Kota Ternate milik Balai Pelestarian Cagar Budaya Maluku Utara yang selanjutnya dianalisis untuk mendapatkan korpus data secara lebih spesifik. Dari korpus data yang ada, diharapkan dapat diketahui siapa saja persona yang dimakamkan serta makna dibalik lambang heraldik yang dibuat pada nisan. Makam yang ada di Ternate secara garis besar dibagi dalam dua periode yaitu VOC dan Hindia Belanda. Hasil yang didapat salah satunya yaitu tentang kondisi politik mempengaruhi bentuk makam yang ada. Jika di awal masa VOC, makam Belanda di Ternate dibuat bagus dengan banyak lambang, maka pada masa berikutnya, makam-makam yang ditemukan bentuknya lebih sederhana karena dari segi bahan, ukuran dan ragam hias tidak serumit makam dari periode VOC.