Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

PERBANDINGAN PREMEDIKASI FENTANIL 1 mcg/kgBB IV DAN 2 mcg/kgBB IV TERHADAP TEKANAN DARAH DAN NADI AKIBAT INTUBASI JALAN NAFAS PADA PASIEN YANG MENJALANI PEMBEDAHAN ELEKTIF DI RSUP Prof. Dr. R. D. KANDOU MANADO PERIODE NOVEMBER – DESEMBER 2014 Berhimpong, Marsela J. A.; Tambajong, Harold; Lalenoh, Diana Ch.
e-CliniC Vol 3, No 1 (2015): Jurnal e-CliniC (eCl)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v3i1.7397

Abstract

Abstract: Intubation is a patent measure of securing and maintaining the airway. Fentanyl is a synthetic opioid that effectively blunts the sympathetic response to intubation and surgical stimulus. Fentanyl is often the primary choice of premedication and induction agent in general anesthesia due to its little depressant effect on cardiovascular system. Objective: To analyze the differences in blood pressure and pulse rate during intubation after administration of premedication fentanyl 1 mcg / kg iv premedication compared to fentanyl 2 mcg / kg iv. Methods: This is a prospective analytical study. The samples are 28 patients who were undergoing elective surgeries and were selected using purposive sampling method. The statistical test used is the average non-parametric test. Result: There is a change in blood pressure and pulse rate in patients who were given premedication fentanyl 1 mcg / kg iv and 2 mcg / kg iv (p <0.05). The use of fentanyl 1 mcg / kg iv and 2 mcg / kg iv showed no significant difference (p> 0.05), since both fentanyl 1 mcg / kg iv and 2 mcg / kg iv can lower both blood pressure and pulse rate. Conclusion: There is a change in blood pressure and pulse rate as a result of airway intubation in elective surgery patients who were given fentanyl 1mcg / kg iv and fentanyl 2 mcg / kg iv as premedications (p <0.05).Keywords: intubation, fentanyl, blood pressure, pulse rateAbstrak: Intubasi merupakan tindakan pengaman dan pemeliharaan jalan nafas paling paten. Fentanil adalah opioid sintesis yang efektif menumpulkan respon simpatis pada intubasi serta stimulus pembedahan. Fentanil seringkali menjadi pilihan utama agen premedikasi dan induksi dalam anestesia umum karena sedikit mendepresi kardiovaskular. Tujuan: Untuk menganalisis perbedaan tekanan darah dan laju nadi pada tindakan intubasi setelah pemberian premedikasi fentanil 1 mcg/kgbb iv dibandingkan dengan premedikasi fentanil 2 mcg/kgbb iv. Metode penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian analisis prospektif. Sampel ialah 28 pasien yang menjalani bedah elektif. Cara pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling. Uji statistik menggunakan uji rerata non parametrik. Hasil penelitian: terdapat perubahan tekanan darah dan nadi pada pasien yang diberikan premedikasi fentanil 1 mcg/kgbb iv dan 2 mcg/kgbb iv (p < 0,05). Penggunaan fentanil 1 mcg/kgbb iv dan 2 mcg/kgbb iv menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0,05), baik fentanil 1 mcg/kgbb iv dan 2 mcg/kgbb iv keduanya dapat menurunkan tekanan darah dan laju nadi. Simpulan: Terdapat perubahan tekanan darah dan laju nadi akibat intubasi jalan nafas pada pasien pembedahan elektif yang diberikan premedikasi fentanil 1mcg/kgbb iv dan fentanil 2 mcg/kgbb iv (p < 0,05).Kata kunci: intubasi, fentanil, tekanan darah, laju nadi
Profil Pasien Stroke Hemoragik yang Dirawat di ICU RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado Periode Desember 2014 sampai November 2015 Siwi, Maria Estefina; Lalenoh, Diana; Tambajong, Harold
e-CliniC Vol 4, No 1 (2016): Jurnal e-CliniC (eCl)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v4i1.11015

Abstract

Abstract: Hermorrhagic stroke is a disease caused by rupture of blood vessels of the brain that causes bleeding intro the brain parenchym tissue, cerebrospinal space around the brain or combination of both. Cause of death from hemorrhagic stroke is presence of complications or other comorbodities, like cerebral edema were reported the highest cause of death of hemorrhagic stroke. This study aimed to determine the profile of patients with hemorrhagic stroke in ICU, using descriptive retropective method. The samples were Prof. Dr. R.D. Kandou Manado ICU’s patients with hemorrhagic stroke based on the data in the medical record from December 2014 – November 2015. Hemorrhagic stroke mortality rate is very high (89%). From total 35 samples were examined, there 4 survivors (11%) and 31 deaths (89%), which consisted of 24 males (69%) and 11 females (31%). Most patients are 45-59 years old.Keywords: hemorrhagic stroke, ICUAbstrak: Stroke hemoragik adalah penyakit yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak yang menyebabkan keluarnya darah ke jaringan parenkim otak, ruang serebrospinalis disekitar otak atau kombinasi keduanya. Penyebab kematian dari stroke hemoragik sendiri adalah adanya komplikasi atau penyakit penyerta lainnya, salah satu contohnya yaitu edema serebri yang dilaporkan merupakan penyebab kematian terbanyak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil pasien stroke hemoragik yang dirawat di ICU RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado, menggunakan metode penelitian deskriptif retrospektif. Besar sampel ditentukan dengan metode non probability sampling yaitu purposive sampling. Sampel penelitian adalah pasien ICU RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado dengan diagnosa stroke hemoragik berdasarkan data di bagian Rekam Medik periode Desember 2014 sampai November 2015. Angka mortalitas stroke hemoragik sangatlah tinggi (89%). Total 35 sampel yang diteliti dengan 4 orang yang selamat (11%) dan 31 orang meninggal dunia (89%), terdiri dari 24 orang laki-laki (69%) dan 11 orang perempuan (31%). Sebagian besar adalah pasien umur 45-59 tahun.Kata kunci: stroke hemoragik, ruang rawat intensif
PROFIL NYERI DAN PERUBAHAN HEMODINAMIK PADA PASIEN PASCA BEDAH SEKSIO SESAREA DENGAN ANALGETIK PETIDIN Tampubolon, Triyatna R. A.; Lalenoh, Diana; Tambajong, Harold
e-CliniC Vol 3, No 1 (2015): Jurnal e-CliniC (eCl)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v3i1.6832

Abstract

Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui profil nyeri (VAS) dan perubahan hemodinamik seperti: tekanan darah, laju nadi dan laju napas pada pasien pasca bedah seksio sesarea dengan analgetik petidin. Penelitian yang dilakukan di ruang pemulihan pasca bedah Instalasi Bedah Sentral (IBS) dan Instalasi Rawat Darurat (IRD) serta ruang perawatan Instalasi Rawat Inap D (IRINA D) di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado pada bulan November-Desember 2014 merupakan penelitian yang bersifat deskriptif prospektif. Dalam rentang waktu tersebut diperoleh 20 kasus yang dilakukan operasi seksio sesarea dengan menggunakan anestesia lokal (spinal anestesia) yang memenuhi kriteria inklusi. Dapat disimpulkan bahwa rata-rata skor VAS pada jam ke-0 adalah 0,65, jam ke-2 menjadi 0,10 lalu jam ke-4 menjadi 3,20 dan jam ke-6 menjadi 9,70. Rata-rata tekanan darah sistolik (TDS) pada jam ke-0 adalah 110 mmHg, jam ke-2 menjadi 104 mmHg, jam ke-4 menjadi 114 mmHg dan jam ke-6 menjadi 122,5 mmHg. Rata-rata tekanan darah diastolik (TDD) pada jam ke-0 adalah 71,5 mmHg, jam ke-2 menjadi 67 mmHg, jam ke-4 menjadi 74 mmHg dan jam ke-6 menjadi 82,5 mmHg. Rata-rata MAP pada jam ke-0 adalah 97,17 mmHg, jam ke-2 menjadi 91,67 mmHg, jam ke-4 menjadi 100,67 mmHg dan jam ke-6 menjadi 109,17 mmHg. Rata-rata laju nadi pada jam ke-0 adalah 73,60x/m, jam ke-2 menjadi 78,05x/m lalu jam ke-4 menjadi 79,85x/m dan jam ke-6 menjadi 85,65x/m. Rata-rata laju napas jam ke-0 adalah 21,10x/m, jam ke-2 menjadi 18,95x/m, jam ke-4 menjadi 20,60x/m dan jam ke-6 menjadi 25,20x/m.Kata kunci: VAS, perubahan hemodinamik, petidinAbstract: The purpose of this research is to know the profile of pain with assessment methods VAS (Visual Analogue Scale) and haemodynamic changes such as: blood pressure, pulse rate and respiratory rate in caesarean section post-surgery patients with pethidine analgesic. Research done in the recovery room after surgery of the Central Surgical Installation (IBS) and the Installation of Emergency (IRD) as well as space Installation Care Inpatient D (IRINA D) at was Prof. Dr. R. D. Kandou Manado in November 2014 to December 2014 is a prospective descriptive research. In the span of time retrieved 20 cases caesarean section by using local anesthesia (spinal anesthesia) that meet the criteria inclusion. It can be concluded that the average score of VAS at the 0 hour is 0.65, at the 2nd hour being 0.10 and then at the 4th hour be 3.20 and at the 6th hour to 9.70. The average of systolic blood pressure at the 0 hour is 110 mmHg, at the 2nd hour to be 104 mmHg and then the 4th hour be 114 mmHg and 6th hour be 122,5 mmHg. The average of diastolic blood pressure at the 0 hour is 71,5 mmHg, at the 2nd hour to 67 mmHg and then on the 4th hour be 74 mmHg and at the 6th hour be 82.5 mmHg. The average of mean arterial pressure (MAP) at the 0 hour is 97,17 mmHg, 2nd hour to be 91,67 mmHg, 4th hour be 100,67 mmHg and 6th hour be 109,17 mmHg. The average of pulse rate at the 0 hour is 73,60 x/min, 2nd hour to 78,05x/min and then at the 4th hour be 79,85x/min and 6th hour being 85,65x/min. The average of respiratory rate at the 0 hour is 21,10 x/min, at the 2nd hour being 18, 95x/min and then at the 4th hour to 20,60 x/min and 6th hour to 25, 20 x/min.Keywords: VAS, haemodynamic changes, pethidine
EFEK PREMEDIKASI MIDAZOLAM 0,05 MG/KGBB IV TERHADAP TEKANAN DARAH dan LAJU NADI Matana, Marlin; Laihad, Mordekhai; Tambajong, Harold
e-Biomedik Vol 1, No 1 (2013): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.v1i1.4621

Abstract

Abstrak: Operasi merupakan tindakan yang banyak menimbulkan kecemasan. Hal tersebut menyebabkan timbulnya respons stres, dengan akibat dapat terjadinya peningkatan tekanan darah dan laju nadi. Midazolam  merupakan obat premedikasi yang mampu menurunkan tingkat kecemasan. Peningkatan  tekanan darah dan laju nadi akibat stres psikologi sebelum menghadapi tindakan operasi, dapat mempengaruhi kondisi yang tidak menguntungkan. Tujuan: Untuk mengetahui  perubahan tekanan darah dan laju nadi pada pasien setelah premedikasi  Midazolam 0,05 mg/kgbb IV. Metode penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian analitik prospektif. Sampel ialah 25 pasien yang menjalani bedah elektif.  Cara pemilihan sampel dilakukan dengan accidental sampling. Uji statitik menggunakan uji t berpasangan. Hasil penelitian: Tekanan darah sistolik, diastolik, pada pasien sebelum dan sesudah premedikasi Midazolam  menit ke lima dan sepuluh terdapat perbedaan yang bermakna (p <0,05), sedangkan laju nadi pasien sebelum premedikasi dan sesudah premedikasi  menit ke lima dan sepuluh terdapat perbedaan yang tidak bermakna (p > 0,05). Simpulan: Pemberian premedikasi Midazolam 0,05 mg/kgbb IV, dapat memperlihatkan penurunan tingkat ansietas pasien yang dapat dilihat dari penuruan  tekanan darah yang bermakna namun penuruan laju nadi tidak bermakna. Kata kunci: Midazolam 0,05 mg/kgbb iv, kecemasan, tekanan darah, laju nadi. Abstract: Surgery is the treatment measurement thet generated a lot of anxiety. This causes the onset of the stress response, with the result can be an increase blood pressure and heart rate. Midazolam premedication is a drug that can reduce the level of anxiety. The change in pulse rate and blood pressure  to be high due psychological stress, before facing surgery can affect unfavorable conditions. Purpose:  To know the change of blood pressure and heart rate to patient who take premedication Midazolam 0,05 mg/kgbb IV. Methods: This research is a prospective analytical study. The sample is 25 patients who have elective surgery. Sample selection method is done by accidental sampling. Statistic test using a paired t test. Result: Systolic and diastolic blood pressure were measured in patients before and after midazolam premedication and ten minutes to five, there is a significicant difference (p < 0,05 ), whereas the patien’s heart rate before and after premedication at minute five and ten there were no significant differences (p < 0,05 ) Conclution: By providing premedication Midazolam 0.05 mg/kg, may show decreased levels of anxiety patients that can be seen from the significant drop in blood pressure and pulse rate were not significant. Keyword: Midazolam 0,05 mg/kgbb iv, anxiety, blood pressure, heart rate.
GAMBARAN LAMA KERJA ATRAKURIUM PADA PASIEN YANG MENJALANI ANESTESIA UMUM DI IBS RSUP PROF KANDOU MANADO NOVEMBER-DESEMBER 2013 Lamerkabel, Rosiana; Tambajong, Harold; Lalenoh, Diana
e-CliniC Vol 2, No 2 (2014): Jurnal e-CliniC (eCl)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v2i2.4694

Abstract

Abstrak: Obat pelumpuh otot adalah obat yang digunakan selama anestesi dan memfasilitasi intubasi. Pelumpuh otot non depolarisasi merupakan antagonis dari fase I blok pelumpuh otot depolarisasi, karena ia menduduki reseptor asetilkolin sehingga depolarisasi oleh suksinilkolin sebagian dicegah. Atrakurium adalah salah satu obat pelumpuh otot non depolarisasi yang mempunyai struktur benziliquinolin yang berasal dari tanaman Leontice Leontopeltalum, keunggulan adalah metabolisme terjadi di dalam darah, tidak bergantung di pada fungsi hati dan ginjal, tidak mempunyai efek akumulasi pada pemberian berulang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran lama kerja dari obat pelumpuh obat non depolarisasi atrakurium.Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif prospektif yang dilakukan pada ruang pasca bedah Instalansi Bedah Sentral RSUP.Prof. DR. R. D. Kandou Manado dengan subjek berjumlah 10 orang yang telah memenuhi kriteria inklusi. Dapat disimpulkan bahwa rerata gambaran lama kerja adalah 35,6 menit. Kata kunci: pelumpuh otot non depolarisasi, atrakurium     Abstract: Muscle relaxant drugs are drugs used during anesthesia and facilitate intubation . Non- depolarizing muscle relaxants is an antagonist of the phase I block of depolarizing muscle relaxants , because it occupies the acetylcholine receptors so that depolarization by succinylcholine partially prevented . Atracurium is one of the non- depolarizing muscle relaxant drugs that have a structure that is derived from plants benziliquinolin LeonticeLeontopeltalum , excellence is metabolism occurs in the blood , does not depend on the function of the liver and kidney , had no effect on the accumulation of repeated administration . The purpose of this study is to describe the work of the old non- depolarizing paralytic drug drug atracurium . This study is a prospective descriptive study conducted on postoperative space Installation Central Surgical Hospital .Prof .DR . R. D. Kandou Manado with the subject of 10 people who have met the inclusion criteria . It can be concluded that the average length of employment was 35.6 overview minutes. Keywords: Muscle relaxants, Atracurium
MULA KERJA ATRAKURIUM Mukian, Mudjiono; Tambajong, Harold; Lalenoh, D
e-CliniC Vol 1, No 2 (2013): Jurnal e-CliniC
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.1.2.2013.3295

Abstract

Background: Endotracheal intubation is the act of entering an endotracheal tube into the trachea so that the airway and breathing easyly assisted and controlled. Muscle paralytic drug greatly assist the implementation of general anesthesia, to facilitate endotracheal intubation including members and relaxation of the muscles that facilitate the operation and control of ventilation. Atracurium is a type of non-depolarising muscle paralysis does not depend on kidney. Purpose: To determine the average atracurium work early. Methods: The study was conducted in the Prof. Kandou hospital, Manado by using simple random sampling. Patients undergoing elective surgery with general anesthesia and met the inclusion criteria were weighed taken premedication with midazolam 0.07 mg / kg bw iv, fentanyl 2 microg / kg bw iv and propovol induction with 2 mg / kg bw iv after patients given atracurium 0 , 6 mg / kg bw iv. Examination conducted by using TOF-watch and measured with a stop watch. Results: Found 14 samples studies with 5 male  and 9 female. Conclusion: Based on the research that has been conducted on 14 samples found that the average of atracurium work initial 14 samples was 197 seconds (3.29 minutes).Keywords: atracurium, onset of action.   Latar belakang:Intubasi endotrakeal adalah tindakan memasukkan pipa endotrakeal kedalam trakea sehingga jalan nafas bebas hambatan dan nafas mudah dibantu dan dikendalikan. Obat pelumpuh otot sangat membantu pelaksanaan anestetik umum, antara lain memudahkan intubasi endotrakeal serta memberi relaksasi otot sehingga mempermudah pembedahan dan ventilasi kendali.Atrakurium adalah jenis pelumpuh otot non depolarisasi yang tidak tergantung dengan fungsi ginjal. Tujuan: Untuk mengetahui rerata mula kerjaatrakurium. Metode: Penelitian ini mengambil tempat di RSUP Prof Kandou,Manadodengan menggunakan simple random sampling.Pasien yang akan menjalani bedah elektif dengan anestetik umum dan memenuhi kriteria inklusi ditimbang berat badan dan dilakukan premedikasi dengan midazolam 0,07 mg/kg bb iv, fentanyl 2 µg/kg bb iv dan di induksi dengan propovol 2 mg/kg bb iv setelah itu pasien diberikan atrakurium 0,6 mg/kg bb iv. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan TOF-watch dan diukur dengan stop watch. Hasil: Ditemukan 14 sampel penelitian dengan laki-laki 5 orang dan perempuan 9 orang. Kesimpulan: Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap 14 sampel ditemukan bahwa rerata mula kerja atrakurium pada 14 sampel yaitu 197 detik (3,29 menit).Kata kunci: atrakurium, mula kerja.
GAMBARAN LAMA KERJA ROKURONIUM PADA PASIEN YANG MENJALANI ANESTESIA UMUM DI INSTALASI BEDAH SENTRAL RSUP. PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO Dewi, Ni Wayan Ira L.; Tambajong, Harold; Lalenoh, Diana Ch.
e-CliniC Vol 2, No 2 (2014): Jurnal e-CliniC (eCl)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v2i2.5028

Abstract

Abstrak: Intubasi endotrakeal merupakan salah satu tindakan yang sering dilakukan, khususnya pada pasien yang menjalani operasi dengan anestesia umum. Intubasi endotrakeal dilakukan dengan memasukan pipa endotrakeal ke dalam trakea. Keberhasilan pemasangan pipa endotrakeal tergantung beberapa hal seperti relaksasi otot, kedalaman anestesia, dan keterampilan operator. Penggunaan obat pelumpuh otot khusunya pelumpuh otot non-depolarisasi lebih sering digunakan karena menghasilkan kondisi intubasi yang cepat dengan efek samping yang lebih minimal. Rokuronium merupakan salah satu obat pelumpuh otot yang banyak digunakan di Indonesia. Lama kerja obat perlu diketahui dengan pasti agar relaksasi otot cukup optimal untuk dilakukannya pembedahan dan derajat kelumpuhan otot dapat dipertahankan dengan melakukan penambahan dosis obat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lama kerja dari obat pelumpuh otot rokuronium agar dapat menentukan waktu penambahan dosis obat yang tepat. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan sampel sebanyak 10 orang. Hasil penelitian didapatkan lama kerja rokuronium yaitu 34,90 menit. Lama kerja pada laki-laki lebih lama daripada perempuan. Kelompok berat badan 66-75 kg dan kelompok umur 41-47 tahun memiliki lama kerja yang paling panjang. Kata kunci: Lama kerja, rokuronium.     Abstract: Endotracheal intubation is one of the most common procedure, especially on a patient undergoing surgery with general anesthesia. Endotracheal intubation is done by inserting endotracheal tube into trachea. The success of endotracheal tube insertion depends on several things such as muscle relaxation, the depth of anesthesia, and the operator’s skill. The use of muscle relaxant drugs especially non-depolarization muscle relaxant is more frequently because it produces rapid intubation conditions with minimal side effect. Rocuronium is a muscle relaxant drug that is widely used in Indonesia. Duration of action of drugs need to be known for certain so the optimal muscle relaxation sufficient to do the surgery and the degree of muscle paralysis can be maintained by adding a dose of the drug. This study aims to determine the duration of action of rocuronium in order to determine the time to administer proper dose addition. This study used a descriptive method with a sample of 10 people. The results showed that the duration of action of rocuronium is 34,90 minutes. The duration of action on men is longer than women. Longest duration of action occurs on 66-75 Kg weight group and 41-47 age group Keyword: Duration of action, rocuronium.
Penanganan Nyeri Pascabedah Menggunakan Ketamin Dosis Rendah Hutagalung, Yosafat F.; Tambajong, Harold; Laihad, Mordekhai L.
Jurnal Biomedik : JBM Vol 13, No 2 (2021): JURNAL BIOMEDIK : JBM
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.13.2.2021.31801

Abstract

Abstract: Postoperative pain is a pain experienced by a patient after undergoing a surgical procedure. Postoperative pain management is an important aspect of anesthetic care. One of the recommended drugs in the management of postoperative pain is ketamine. Ketamine is a non-competitive NMDA antagonist that has been used as an analgesic for the last 3 decades. The purpose of this study was to determine how postoperative pain management using low doses of ketamine. The research method used in this study is literature review by searching data using three databases, namely Pubmed, ClinicalKey and Google Scholar. The keywords used were postoperative pain AND low dose ketamine. The results of the literature review showed that the use of low-dose ketamine resulted in lower pain scores at 1-12 hours post surgery. Low doses of ketamine also significantly reduced the mean time to administer the first postoperative analgesic and did not cause serious side effects to patients. In conclusion, low-dose ketamine has been shown to be effective in the management of acute postoperative pain by recommending a one-time IV bolus dose with a subanesthetic dose (0.35 mg / kg). The usage of low doses of ketamine causes mild side effects and safe to use for post-surgical analgesics.Key words: postoperative pain, low dose ketamine, pain score, analgesic  Abstrak: Nyeri pascabedah merupakan nyeri yang dialami seorang pasien setelah menjalani prosedur bedah. Penanganan nyeri pascabedah merupakan aspek yang penting dalam perawatan anestesi. Salah satu obat pilihan dalam penanganan nyeri pascabedah adalah ketamin. Ketamin merupakan antagonis NMDA non kompetitif yang telah digunakan sebagai analgesic selama 3 dekade terakhir. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penanganan nyeri pascabedah menggunakan ketamin dosis rendah. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah  literature review dengan pencarian data menggunakan tiga database yaitu Pubmed, ClinicalKey dan Google Scholar. Kata kunci yang digunakan yaitu nyeri pascabedah AND ketamin dosis rendah. Hasil dari penelitian literature review menunjukkan penggunaan ketamin dosis rendah menghasilkan skor nyeri yang lebih rendah pada 1-12 jam pasca bedah. Ketamin dosis rendah juga menurunkan waktu rata-rata pemberian analgesik pasca operasi pertama secara signifikan dan tidak menimbulkan efek samping yang serius kepada pasien. Sebagai simpulan, ketamin dosis rendah terbukti efektif pada penanganan nyeri pascabedah akut dengan rekomendasi dosis bolus IV 1 kali dengan dosis subanestetik (0,35 mg / kg). Penggunaan ketamin dosis rendah menimbulkan efek samping yang ringan dan dapat menghemat pemakaian analgesik pasca bedah.Kata kunci: nyeri pascabedah, ketamin dosis rendah, skor nyeri, analgesik