Claim Missing Document
Check
Articles

Found 14 Documents
Search

Perbedaan tinggi badan sebelum tidur dan setelah bangun pagi pada masyarakat subetnis Minahasa di Desa Senduk Simanullang, Magdalena I.; Tanudjaja, George N.; Wongkar, Djon; Pasiak, Taufiq F.
e-Biomedik Vol 5, No 1 (2017): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.v5i1.14883

Abstract

Abstract: Anthropometry is a measurement of certain parts of human body including height. This study was aimed to obtain the difference in height between after waking up in the morning and before going to bed at night among Minahasan sub-ethnic people at Senduk village. This was an analytical study with a cross-sectional design. Sampels were obtained by using purposive sampling method. There were 65 people as subjects. The results showed that the heights after waking up in the morning were longer than the heights before going to bed at night with an average of 1-2 cm for both sexes. The Wilcoxon test showed a significant difference between the heights after waking up in the morning and the heights before going to bed at night (p=0.002 for males and p=0.000 for females). Conclusion: There was a significant difference between the heights after waking up in the morning and the heights before going to bed at night. The heights after waking up in the morning were longer than the heights before going to bed at night.Keywords: height, after waking up in the morning, before going to bed at night Abstrak: Antropometri merupakan sebuah alat ukur yang digunakan untuk mengukur bagian-bagian tubuh manusia termasuk tinggi badan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan perbedaan tinggi badan sebelum tidur dan setelah bangun pagi pada sub-etnis Minahasa di Desa Senduk. Jenis penelitian ialah analitik dengan desain potong lintang. Sampel diambil secara purposive sampling sebanyak 65 orang. Hasil penelitian mendapatkan bahwa tinggi badan setelah bangun pagi lebih panjang dibandingkan sebelum tidur malam hari dengan rerata perbedaan 1-2 cm untuk kedua jenis kelamin. Hasil uji Wilcoxon mendapatkan perbedaan bermakna antara tinggi badan setelah bangun pagi dan sebelum tidur (p=0,002 untuk laki-laki dan p=0,000 untuk perempuan). Simpulan: Terdapat perbedaan bermakna antara tinggi badan setelah bangun pagi dan sebelum tidur malam hari. Tinggi badan setelah bangun pagi lebih pendek dibandingkan sebelum tidur malam hari. Kata kunci: tinggi badan, sebelum tidur malam hari, setelah bangun pagi
Gambaran EKG pada Individu dengan Kebiasaan Makan Ayam KFC Sijabat, Ristina R.; Ticoalu, Shane H.R.; Tanudjaja, George N.
e-Biomedik Vol 5, No 2 (2017): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.v5i2.17735

Abstract

Abstract: Fast food contains high fat and sodium but limited or low nutrients such as calcium, riboflavin, vitamins, magnesium, vitamin C, folate, and fiber; therefore it is classified as poor-vegetable food. Excessive consumption of Kentucky fried chicken (KFC), a kind of fast food, can lead to obesity and further to various degenerative diseases such as coronary heart diseases, diabetes mellitus, and hypertension. This study was aimed to obtain the electro-cardiography profile of people who used to consume KFC. This was a descriptive study using a cross sectional study. There were 21 subjects in this study. The ECG examination showed that of the 21 subjects, 11 had abnormal ECG result. Conclusion: In this study, half of the subjects showed abnormal ECG.Keywords: fast food, KFC, ECG Abstrak: Makanan cepat saji (fast food) mempunyai kandungan lemak dan natrium yang cukup tinggi tetapi nilai zat gizinya terbatas atau rendah misalnya: kalsium, riboflavin, vitamin A, magnesium, vitamin C, folat, dan serat; oleh karena itu makanan cepat saji tergolong miskin sayur. Kebiasaan mengonsumsi makanan cepat saji, antara lain Kentucky fried chicken (KFC) secara berlebihan dapat menimbulkan masalah kegemukan yang berkelanjutan akan menimbulkan berbagai macam penyakit degeneratif seperti jantung koroner, diabetes melitus, dan hipertensi. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran elektrokardiografi (EKG) pada individu dengan kebiasaan mengonsumsi KFC. Jenis penelitian ini ialah deskriptif dengan desain potong lintang. Hasil pemeriksaan EKG memperlihatkan dari 21 subyek penelitian didapatkan 11 orang dengan hasil EKG tidak normal. Simpulan: Separuh dari subyek penelitian memperlihatkan gambaran EKG yang abnormal.Kata kunci: makanan cepat saji, KFC, EKG
GAMBARAN TINGGI BADAN SEBELUM TIDUR DAN SETELAH BANGUN PAGI PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNSRAT MANADO Pattuju, Riandy A. T.; Tanudjaja, George N.; Kaseke, Martha M.
e-Biomedik Vol 3, No 1 (2015): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.v3i1.6616

Abstract

Abstract: Anthropometry is a measurement of the parts of human body. Nowadays there are so many studies and theories about anthropometry. One of them is difference between measurement of morning body height and evening body height. People should be taller in the morning than in the evening. This study’s goal is to obtain the description of human body height at different measurement time, by the time after morning wake-up and before sleep in the night from the students at Medical Faculty of Sam Ratulangi University in Manado. This study is a descriptive study with the cross-sectional approach. Samples were taken by purposive sampling. The amount of sample was calculated based on Slovin formula, with the total amount of sample is 75 people. The result showed that there is a body height step-up when the body height is measured after morning wake-up than before night sleep. The average of man’s body height step-up is 1.5 cm height and woman’s body height step-up is 1,6 cm height. T-test showed that there is a significant difference of body height between before sleep and after morning wake up with the value of p<0.01. Conclusion: The research can be concluded that there is a significant difference between before night sleep and after morning wake-up body height, in which the height step-up happens in the morning than in the evening.Keywords: body height, before sleeping, after waking upAbstrak: Antropometri merupakan pengukuran terhadap bagian-bagian tubuh manusia. Saat ini sudah banyak penelitian dan teori tentang antropometri. Salah satunya adalah terdapat perbedaan hasil pengukuran tinggi badan pada pagi dan malam hari. Seseorang dapat menjadi lebih tinggi pada pagi hari dibandingkan pada malam hari. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran tinggi badan yang diukur pada 2 waktu yang berbeda, yaitu setelah bangun pagi dan sebelum tidur pada mahasiswa Fakultas Kedokteran UNSRAT Manado. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan potong silang. Sampel diambil secara purposive sampling. Besar sampel dihitung dengan rumus Slovin dengan jumlah sampel penelitian 75 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan tinggi badan pada pengukuran setelah bangun pagi dibandingkan sebelum tidur. Rata-rata peningkatan pada laki-laki sebesar 1,5 cm dan perempuan 1,6 cm. Melalui uji t didapatkan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara tinggi badan sebelum tidur dan setelah bangun pagi dengan nilai p<0,01. Simpulan: Dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara tinggi badan sebelum tidur dan setelah bangun pagi, dimana terjadi peningkatan tinggi badan pada pagi hari dibandingkan malam hari.Kata kunci: tinggi badan, sebelum tidur, setelah bangun pagi
HUBUNGAN TINGGI BADAN DENGAN UKURAN LEBAR PANGGUL PADA MAHASISWI ANGKATAN 2010 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI Laming, Cristie Y.; Tanudjaja, George N.; Kalangi, Sonny J. R.
e-Biomedik Vol 1, No 1 (2013): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.v1i1.1613

Abstract

Abstract: Body weight is one of growth indicators. The result of previous research show that women with less than 145 centimeter body weight are potentially has a pelvic stricture. Pelvic stricture is able to cause a coccygeal presentation that can cause natal death. The purpose is to know the correlation of body height and pelvic width which are distansia spinarum and distansia tuberum. The method of this research is observational – analytic using cross – sectional design. The study was conducted for three weeks. The amount of the subject is 80 subjects. The measure of body height and pelvic width of the subjects was being analyzed by the Pearson Correlation Analysis with α = 0,05.  The result show that there was a significant correlation of body height and measure of distansia spinarum with correlation coefficient +0,479. In the other side, there was nothing significant correlation of body height and measure of distansia tuberum with correlation coefficient +0,088. Conclusion: There have significant correlation of body height and measure of distansia spinarum but there have no significant correlation of body height and measure of distansia tuberum. Keywords : Body height, Pelvic Width Measure, Pelvic Stricture   Abstrak: Tinggi badan merupakan salah satu indikator pertumbuhan yang dapat dipengaruhi oleh banyak faktor. Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa wanita yang memiliki tinggi badan kurang dari 145 cm berpotensi memiliki panggul sempit yang dapat menyebabkan kelainan letak sungsang dan mengakibatkan kematian perinatal. Tujuan penelitian  yaitu mengetahui hubungan antara tinggi badan dengan ukuran lebar panggul yaitu hubungan antara tinggi badan dengan ukuran distansia spinarum dan distansia tuberum. Metode penelitian yakni observasional– analitik dengan rancangan penelitian cross sectional. Penelitian ini dilakukan selama tiga minggu. Subjek yang diambil adalah 80 orang mahasiswi angkatan 2010. Subjek diukur tinggi badannya, kemudian diukur ukuran lebar panggul yaitu distansia spinarum dan distansia tuberum, lalu dianalisis menggunakan analisis korelasi Pearson dengan nilai α = 0,05. Hasil penelitian ditemukan bahwa terdapat hubungan bermakna (p=0,000) antara tinggi badan dengan ukuran distansia spinarum dengan koefisien korelasi +0,479 sedangkan hubungan tinggi badan dengan ukuran distansia tuberum kurang bermakna (p=0,436) dengan koefisien korelasi +0,088. Simpulan: Terdapat hubungan bermakna antara tinggi badan dengan ukuran distansia spinarum namun tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tinggi badan dengan ukuran distansia tuberum. Kata Kunci : Tinggi Badan, Ukuran Lebar Panggul, Panggul Sempit.
GAMBARAN EMPATI PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI ANGKATAN 2012 Nugroho, Kevin M.; Pasiak, Taufik F.; Tanudjaja, George N.
e-Biomedik Vol 4, No 1 (2016): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.v4i1.11257

Abstract

Abstract: Empathy is the ability to feel or imagine another person’s emotional experiences. It is really necessary in the medical world because it is one of the factor of the recovery of patient who went to a physician. Yet, the are many researches and tests showing that the empathy of physicians and medical students is low. The purpose of this study is to know the empathy overview of a class of medical student. It was a descriptive analytical study that was done cross-sectionally using an empathy scale, constructed by Purnomo, that is read directly to the respondents. The subjects of this study were 86 medical students of Sam Ratulangi University class of 2012. It was found that the scores are dominated by the high category (67%) but it needs further study to make sure that the empathy is high. The mean of women were higher than the men’s mean.Keywords: empathy, medical studentsAbstrak: Empati adalah kemampuan untuk merasakan atau membayangkan pengalaman emosi orang lain. Empati sangat diperlukan dalam dunia kedokteran karena itu merupakan salah satu faktor dari kesembuhan pasien yang pergi ke seorang dokter. Namun, banyak penelitian dan tes yang menunjukkan bahwa empati pada dokter dan mahasiswa kedokteran rendah. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui gambaran empati dari suatu angkatan mahasiswa kedokteran. Ini adalah penelitian deskriptif yang dilakukan secara cross-sectional dengan menggunakan angket skala empati, yang disusun oleh Purnomo, yang dibacakan langsung oleh penulis kepada responden. Sampel pada penelitian ini ialah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi angkatan 2012 sebanyak 86 orang. Setelah dilakukan penelitian, didapatkan hasil skor empati yang didominasi oleh kategori tinggi (67%) tetapi dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk memastikannya. Rata-rata skor perempuan lebih tinggi dari laki-laki.Kata kunci: empati, mahasiswa kedokteran
HUBUNGAN ANTARA AKTIVITAS FISIK DENGAN LINGKAR PINGGANG PADA SISWA OBES SENTRAL Ra Pati Tiala, Maria Elisabeth Adeline; Tanudjaja, George N.; Kalangi, Sonny J. R.
e-Biomedik Vol 1, No 1 (2013): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.v1i1.4581

Abstract

Abstract: Background. Obesity has become a worldwide problem. Obesity is caused by energy intake that is greater than energy expenditure. Physical activity is one of energy expenditure. Measuring waist circumference is a method that frequently done to determine obesity. Physical activity can reduce waist circumference regarding decreased body fat percentage especially in visceral fat. Objective. This research was aimed to know the relationship between physical activity and waist circumference in central obese students. Method. An observational method with cross sectional design research was done in November and December 2012 in Saint Ignatius Catholic High School Malalayang Manado. Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ) is used in measuring physical activity. Waist circumference was measured with OneMed tape. The analysis used Spearman correlation test. Result. The waist circumferences of 61 respondents were in central obesity. The lowest value of Metabolic Energy Turnover (MET) was 900 MET-minutes/week and the highest was 2,900 MET-minutes/week. In 10 men respondents, the smallest waist circumference was 90.2 cm and the biggest was 110.5 cm. In 51 women respondents, the smallest waist circumference was 80.3 cm and the biggest was 99.0 cm. Conclusion. There was no significant relationship between physical activity and waist circumference (p=0,077). Keyword: physical activity, waist cifcumference, obesity, central obese.   Abstrak: Latar Belakang. Obesitas menjadi masalah di seluruh dunia. Obesitas disebabkan karena masukan energi melebihi penggunaan energi. Aktivitas fisik ialah salah satu penggunaan energi. Cara yang sering digunakan untuk menentukan obesitas yaitu dengan mengukur lingkar pinggang. Aktivitas fisik mampu menurunkan ukuran lingkar pinggang karena berkaitan dengan penurunan persentase lemak tubuh terutama lemak viseral. Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara aktivitas fisik dengan lingkar pinggang pada siswa obes sentral. Metode. Penelitian observasional dengan desain cross sectional dilaksanakan pada Bulan November sampai Desember 2012 di SMA Katolik Santo Ignatius Malalayang Manado. Pengukuran aktivitas fisik menggunakan kuesioner Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ). Lingkar pinggang diukur dengan pita ukur OneMed. Analisis menggunakan uji korelasi Spearman. Hasil. Sebanyak 61 responden mempunyai lingkar pinggang dengan obes sentral. Nilai Metabolic Energy Turnover (MET) terendah ialah 900 MET-menit/minggu dan tertinggi ialah 2.900 MET-menit/minggu. Pada 10 responden laki-laki, lingkar pinggang paling kecil yaitu 90,2 cm dan paling besar 110,5 cm. Pada 51 responden perempuan, lingkar pinggang paling kecil ialah 80,3 cm dan paling besar ialah 99,0 cm. Simpulan. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan lingkar pinggang (p=0,077). Kata kunci: aktivitas fisik, lingkar pinggang, obesitas, obes sentral.
GAMBARAN HISTOLOGI AORTA TIKUS WISTAR DENGAN PEMBERIAN EKSTRAK BROTOWALI SESUDAH PEMBERIAN DIET MARGARIN Pabane, Erdeni; Kaseke, Martha Marie; Tanudjaja, George N.
e-Biomedik Vol 2, No 2 (2014): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.v2i2.5132

Abstract

Abstrak: Brotowali mengandung antidioksidan (flavonoid, dan tanin), yang diharapkan dapat menghambatperkembangan lesi aterosklerosis. Salah satu faktor resiko penyebab aterosklerosis yaitu makanan yang mengandung asam lemak trans seperti margarin. Mengonsumsi lemak trans berlebihan dapat mengganggu funsi endotel sehingga lipoprotein berdensitas rendah Low Density Lipoprotein (LDL) dapat masuk dan menjadi yang teroksidasi. Makrofak menangkap Ox-LDL dan menjadi lesi dini ateroklerosis yang secara mikrokopik di sebut dengan sel busa. Tujuan: Mengetahui gambaran histologi aorta tikus wistar dengan diet margarin tanpa pemberian ekstrak batang brotowali, diet margarin bersaamaan pemberian ektrak batang brotowali, setelah diet margarin dilanjutkan pemberian ekstak batang brotowali. Metode: Penelitian eksperimental , 14 ekor tikus wistar dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu kelompok I tanpa  perlakuan (kontrol negatif), kelompok II (dkelompok positif), kelompok III diet margarin bersamaan dengan pemberian ekstrak brotowali selama 14 hari (Perlakuan kelompok I) dan kelompok IV (28 hari) 14 hari diet margarin dilanjutkan pemberian ekstrak brotowali. (Perlakuan kelompok II). Hasil: Penelitian ini menunjukkan gambaran histologi aorta tikus wistar:kelompok I normal, kelompok II dan III terdapatnya sel-sel busa, kelompok IV masih terdapat sel busa, namun dalam jumlah lebih sedikit dibandingkan kelompok II dan III. Simpulan: Tikus wistar dengan diet margarin selama 14 hari didapatkan gambaran histologi terdapat sel-sel busa pada tunika intima dan tunika media, kemudian dilanjutkan dengan pemberian ekstrak brotowali hari ke 15 sampai hari ke 28, sel-sel busa berkurang pada tunika intima dan tunika media. Kata kunci: brotowali, margarin, sel-sel busa, tikus wistar.   Abstract: Brotowali contains antidioksidan (flavonoids, and tannins), which is expected to inhibit the development of atherosclerotic lesions. One of the causes of atherosclerosis risk factors which are foods that contain trans fatty acids like margarine. Consuming excessive trans fats can interfere with endothelial function is so low density lipoprotein Low Density Lipoprotein (LDL) can enter and become oxidized. Makrofak capture Ox-LDL and into early lesions of atherosclerosis that are mikrokopik called foam cells. Objective: To determine the aorta histology Wistar rats with diet margarine without brotowali extract, diet margarine brotowali concurrent administration of extract, diet margarine followed after giving brotowali extract. Methods: Experimental research, on 14 Wistar rats were divided into 4 groups: group I with no treatment (negative control), group II (positive group), group III in conjunction with diet margarine brotowali extract for 14 days (treatment group I) and the group IV (28 days) 14 days diet margarine continued brotowali extract. (Treatment group II). Results: This study shows histologic Wistar rat aorta: normal group I, group II and III the presence of foam cells, there is still a group IV foam cells, but in much smaller amounts than group II and III. Conclusion: Wistar rats with diet margarine for 14 days obtained histology contained foam cells in the tunica intima and tunica media, and the continuation of the extract brotowali day 15 to day 28, reduced foam cells in the intima and tunica media . Keywords: brotowali, margarine, foam cells, wistar rats.
HUBUNGAN TINGGI BADAN DENGAN PANJANG KAKI PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNSRAT Paluta, Reniwaty S.; Tanudjaja, George N.; Pasiak, Taufiq F.
Jurnal Biomedik : JBM Vol 5, No 1 (2013): JURNAL BIOMEDIK : JBM Suplemen
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.5.1.2013.2611

Abstract

Abstract: Identification of a dead body is important in determining the clarity of one’s identity. Height is an important parameter in the process of identification and is one of the fields of study of physical anthropology. It is expected that the height can be determined by using the measurements of long bones, such as metatarsal bones and phalanges. This study aimed to find out the relationship between the height and foot length in the students of Faculty of Medicine University of Sam Ratulangi, Manado. This was a descriptive analytic study with cross-sectional design. Samples were selected by using systematic sampling methods. As samples, we used 74 students (registered in 2010) comprising 37 males and 37 females. Data were analyzed with a Pearson correlation analysis as well as a simple linear regression analysis. The results showed that there was a strong correlation between height and foot length with the correlation coefficients (r) of 0.846 for all samples, 0.520 for male students, and 0.711 for female students. The simple linear regression analysis resulted in three formulas: male height = 112.930 + 2.361 × foot length; female height = 4.223 + 64.241 × foot length; and overall height = 4.717 + 54.729 × foot length. Conclusion: There was a strong relationship between the heights and the foot lengths of students at the Faculty of Medicine University of Sam Ratulangi University Manado. Keywords: identification, height, foot length.   Abstrak: Identifikasi ialah pemeriksaan penting dalam menentukan kejelasan identitas seseorang. Tinggi badan merupakan parameter penting dalam proses identifikasi dan bidang telaah antropologi ragawi. Tinggi badan diharapkan dapat ditentukan dengan menggunakan pengukuran tulang-tulang panjang, diantaranya tulang metatarsal dan falang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tinggi badan dengan panjang kaki pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado. Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan rancangan cross-sectional. Sampel berjumlah 74 mahasiswa yang terdaftar pada tahun 2010, terdiri dari 37 laki-laki dan 37 perempuan. Sampel dipilih menggunakan cara systematic sampling. Data dianalisis dengan uji korelasi Pearson dan analisis regresi linier sederhana.  Hasl penelitian memperlihatkan terdapatnya hubungan kuat antara tinggi badan dan panjang kaki dengan koefisien korelasi (r) keseluruhan 0,846, pada laki-laki 0,520, dan pada perempuan 0,711. Dari hasil analisis regresi linier sederhana didapatkan rumus Tinggi Badan (TB) laki-laki = 112,930 + 2,361 × panjang kaki, TB perempuan = 64,241 + 4,223 × panjang kaki, dan secara keseluruhan TB = 54,729 + 4,717 × panjang kaki. Simpulan: Terdapat hubungan antara tinggi badan dan panjang kaki pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: identifikasi, tinggi badan, panjang kaki.
GAMBARAN HISTOLOGIK AORTA TIKUS WISTAR DENGAN DIET LEMAK BABI SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN PEPAYA Panjaitan, Friska W. F.; Kaseke, Marie M.; Tanudjaja, George N.
Jurnal Biomedik : JBM Vol 5, No 1 (2013): JURNAL BIOMEDIK : JBM Suplemen
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.5.1.2013.2610

Abstract

Abstract: Papaya leaves contain several antioxidants (flavonoid, tanin, and vitamin C) which have antiatherogenic effects that may inhibit the progression of an atherosclerotic lesion. One of the risk factors causing atherosclerosis is the consumption of food containing highly saturated fatty acids e.g. lard. Low density lipoproteins (LDL) accumulate within the intima and then are oxidized (LDL-ox). This LDL-ox is ingested by macrophages, resulting in foam-cell formation (early lesion of atherosclerosis). This study aimed to find out the histological features of the aorta of wistar rats having lard diets without the addition of the papaya leaf extract; having lard diets along with the papaya leaf extract; and having lard diets followed by papaya leaf extract. This was an experimental study on 16 wistar rats divided into 4 groups: group I without treatment (negative control group), group II lard diet for 14 days (positive control group), group III lard diet with papaya leaf extract for 14 days (treatment group I), and group IV lard diet for 14 days, and then followed by papaya leaf extract for 14 days (treatment group II). It was found that the aorta of group I showed adipose cells in the intima and media layers; group II and III showed foam cells in both layers; and group IV showed foam cells in fewer numbers than group II. Conclusion: The aorta histological features of wistar rats given lard diets for 14 days, with or without papaya leaf extract, showed foam cells in the intima and media layers. Papaya leaf extraxt added to lard diets had no effect on decreasing foam cells (no protective effect), meanwhile papaya leaf extract following lard diets showed a reduction of foam cells (therapeutic effect). Keywords: papaya leaf, lard dietary, foam cells, wistar rat.   Abstrak: Daun pepaya mengandung antioksidan (flavonoid, vitamin C) yang berefek anti-aterogenik, sehingga diharapkan dapat menghambat perkembangan lesi aterosklerosis. Salah satu faktor risiko penyebab aterosklerosis yaitu makanan yang berkandungan tinggi asam lemak jenuh, antara lain lemak babi. Konsumsi lemak jenuh berlebihan dapat mengganggu fungsi sel endotel, sehingga lipoprotein berdensitas rendah (LDL) dapat masuk dan menjadi LDL teroksidasi (LDL-oks). Makrofag menangkap LDL-oks dan menjadi sel busa (lesi dini aterosklerosis). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran histologik aorta tikus wistar dengan diet lemak babi tanpa pemberian ekstrak daun pepaya, diet lemak babi bersamaan pemberian ekstrak daun pepaya, dan setelah diet lemak babi dilanjutkan pemberian ekstrak daun pepaya. Penelitian ini bersifat eksperimental. Subyek penelitian terdiri dari 16 ekor tikus wistar yang dibagi menjadi empat kelompok: kelompok I tanpa perlakuan (kelompok kontrol negatif); kelompok II dengan diet lemak babi selama 14 hari (kelompok kontrol positif); kelompok III dengan diet lemak babi serta pemberian ekstrak daun pepaya selama 14 hari (kelompok perlakuan I); dan kelompok IV dengan diet lemak babi selama 14 hari, dilanjutkan pemberian ekstrak daun pepaya selama 14 hari (kelompok perlakuan II). Hasil penelitian memperlihatkan gambaran histologi aorta kelompok I tampak perlemakan; pada kelompok II terdapat sel-sel busa; pada kelompok III masih terdapat sel-sel busa; dan pada kelompok IV terdapat sel-sel busa, namun dalam jumlah yang lebih sedikit dibandingkan pada gambaran kelompok II. Simpulan: Tikus wistar dengan diet lemak babi selama 14 hari, baik dengan maupun tanpa ekstrak daun pepaya, memperlihatkan gambaran histologik adanya sel-sel busa pada tunika intima dan tunika media aorta. Pemberian ekstrak daun pepaya bersamaan dengan diet lemak babi tidak berefek menurunkan jumlah sel busa (tidak ada efek protektif) sedangkan pemberian ekstrak daun pepaya setelah diet lemak babi berefek mengurangi jumlah sel-sel busa yang terbentuk (efek terapi). Kata kunci: daun pepaya, diet lemak babi, sel-sel busa, tikus wistar.
PERAN VITAMIN C TERHADAP PIGMENTASI KULIT Kembuan, Melisa Veronica; Wangko, Sunny; Tanudjaja, George N.
JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 4, No 3 (2012): JURNAL BIOMEDIK : JBM Suplemen
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.4.3.2012.1215

Abstract

Abstract: The effective use of vitamine C for skin care has been widely recognized, in particular its use to make the skin more radiant. This is related to the action of vitamine C as a powerful antioxidant which can be easily absorbed by the body. Several clinical trials found that vitamine C had a positive effect as a skin pigmentation lightener. Some treatment for pigment disorders, in this case the management of melasma and senile lentigos, includes vitamine C as a systemic treatment. Keywords: vitamin C, pigmentation, melanocyte.   Abstrak: Efek vitamin C untuk kecantikan kulit telah banyak diterapkan, khususnya  penggunaan vitamin C untuk efek pencerahan kulit. Hal ini berkaitan dengan sifat vitamin C yang merupakan antioksidan kuat dan dapat diserap mudah oleh tubuh. Dari beberapa pengujian klinis ditemukan bahwa efek vitamin C terhadap pigmentasi mempunyai hasil positif yaitu dapat mencerahkan kulit. Beberapa pengobatan untuk masalah kelainan pigmen dalam hal ini penatalaksanaan melasma dan lentigo senilis menggunakan vitamin C untuk pengobatan sistemik. Kata kunci: vitamin C, pigmentasi, melanosit.