Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG MENGENAI PUTUSAN YANG DIJATUHKAN DI LUAR PASAL YANG DIDAKWAKAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA NARKOTIKA Jerry Thomas; Syafruddin Kalo; Rafiqoh Lubis
Jurnal Mahupiki Vol 3, No 1 (2014)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (442.262 KB)

Abstract

ABSTRAK Syafruddin Kalo* Rafiqoh Lubis** Jerry Thomas*** Ketentuan di dalam Pasal 182 ayat (4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau yang sering disebut KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) menegaskan bahwa majelis hakim melakukan musyawarah untuk menjatuhkan putusan berdasarkan pada surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan sidang. Dan dalam ketentuan Pasal 191 ayat (1) KUHAP juga menegaskan agar hakim memutus bebas seorang terdakwa apabila hasil pemeriksaan sidang menyatakan bahwa pasal-pasal di dalam surat dakwaan tidak terbukti. Dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 238 K/Pid.Sus/2012 dan putusan Mahkamah Agung Nomor 2497 K/Pid.Sus/2011, judex factie dalam kedua perkara tersebut telah menjatuhkan putusan di luar pasal yang didakwakan oleh Penuntut Umum. Namun, Mahkamah Agung pada perkara yang pertama justru menerima kasasi dengan menyatakan bahwa putusan haruslah sesuai dengan surat dakwaan, sedangkan pada perkara kedua menolak kasasi dengan dalih bahwa penerapan hukum yang dilakukan judex factie sudah tepat. Kedua putusan ini jelas menimbulkan ketidakpastian hukum akan hukum acara pidana di Indonesia. Ada beberapa yurisprudensi yang memang memperbolehkan hakim untuk memutus pasal yang tidak didakwakan di dalam surat dakwaan, seperti putusan Mahkamah Agung Nomor 818 K/Pid/1984, Nomor 42 K/Kr/1956, Nomor 693 K/Pid/1986, dan Nomor 675 K/Pid/1987 yang memperbolehkan memutus pasal sejenis dengan pasal yang didakwakan. Di lain pihak, juga terdapat yurisprudensi yang tidak memperkenankan penjatuhan pidana terhadap pasal yang tidak didakwakan, antara lain putusan Mahkamah Agung Nomor 321 K/Pid/1983, Nomor 47 K/Kr/1956, dan Nomor 68 K/Kr/1973 yang menegaskan bahwa putusan pengadilan harus didasarkan pada surat dawaan. Dari beberapa hal tersebut, maka menimbulkan kebingungan akan hukum acara pidana Indonesia, mengingat bahwa yurisprudensi juga merupakan sumber hukum formil. Selain itu, semakin membingungkan mengingat bahwa sistem hukum yang dianut di Indonesia adalah sistem hukum Civil Law yang tidak mengikat hakim untuk mengikuti yurisprudensi yang ada. Namun, satu hal yang perlu diperhatikan, yaitu hakim dalam menjatuhkan putusannya harus memperhatikan 3 (tiga) asas yang penting, yaitu keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan.   * Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ** Pembimbing II, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara *** Penulis, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Analysis Of Opportunities For Implementing The Amicus Curiae Concept As A Form Of Public Participation In The Judicial System In Indonesia Thomas, Jerry; Liman, Vivaldi
Jurnal Hukum dan Peradilan Vol 13 No 1 (2024)
Publisher : Pusat Strategi Kebijakan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25216/jhp.13.1.2024.1-32

Abstract

This research uses the normative juridical method, and it aims to determine the amicus curiae mechanism in the Indonesian legal system. The research results show that the implementation of amicus curiae in the judicial system in Indonesia still needs a common perspective among judges, where there are still judges who accept or reject this concept or do not even consider it at all. The concept of amicus curiae in the Indonesian legal system has yet to be a significant consideration because no explicit regulations accommodate it. Still, it is often stated that the position of amicus curiae is embodied through Article 5 of Act Number 48 of 2009 on Judicial Power, which mandates judges to explore, follow, and understand legal values and a sense of justice that lives in society. In line with these provisions, the judge has the authority to provide space and open up the broadest possible information and opinions from various groups who pay special attention to a case being examined.  Judges using amicus curiae in their considerations, both from a philosophical, sociological, and juridical perspective, aim to prioritize legal certainty and provide justice with the participation of society. The research then provides a suggestion that the Supreme Court of the Republic of Indonesia can issue a Policy Circular or through a Decree of the Chief Justice of the Supreme Court regarding guidelines that judges can use to implement amicus curiae and how to assess the quality of information in amicus curiae.