Putu Ary Prastya Ningrum
STAHN Mpu Kuturan Singaraja

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

PERANAN DAN HAMBATAN BANTUAN HUKUM DALAM PROSES PENYIDIKAN Putu Ary Prastya Ningrum
PARIKSA: Jurnal Hukum Agama Hindu Vol 1, No 1 (2017): Pariksa – Jurnal Hukum Hindu STAHN Mpu Kuturan Singaraja
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Hindu Mpu Kuturan Singaraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55115/pariksa.v1i1.630

Abstract

Banyaknya permasalahan hukum yang terjadi di Negara ini semakin hari semakin bertambah, baik itu kasus yang begitu rumit, sederhana namun melibatkan masa yang ada., dimana pelaku hukum atau kejahatan itu adalah seorang tersangka yang telah melakukan perbuatan hukumanya dan harus menerima hasil dari perbuatanya. Namun kadang yang sering terjadi kesalahan dalam menentukan seorang tersangka dalam suatu kasus hukum dikarenakan pembuktian yang ada, mungkin karena bukti yang kurang maka penetapan tersangka dilakukan dengan cara terpaksa dengan hasil pemeriksaan seadanya. Jika mengingat setiap tersangka memiliki HAM, maka disinilah saat penyidikan bagi tersangka wajib dan bias menggunakanbantuan penasehat hukum guna mendampingi tersangka muntuk memperoleh haknya. Peranan bantuan hukum terhadap tersangka ini melindungi hak dan mengikuti bagaimana layaknya penyidikan bagi tersangkanya yang didampingi. Maka peranan bantuan hukum seorang penasehat dalam penyidikan itu sangat penting karena di sana seorang tersangka mendapat pendampingan khusus dan perlindungan haknya sebagai warga Negara walau masih dalam permasalahan hukum.
38 KEDUDUKAN PERKAWINAN SENTANA DI BALI MENURUT UNDANG – UNDANG NO 1 TAHUN 1974 TENTANG HUKUM PERKAWINAN Putu Ary Prastya Ningrum
PARIKSA: Jurnal Hukum Agama Hindu Vol 3, No 2 (2019): PARIKSA - JURNAL HUKUM HINDU STAHN MPU KUTURAN SINGARAJA
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Hindu Mpu Kuturan Singaraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55115/pariksa.v3i2.719

Abstract

Masalah perkawinan adalah masalah yang sangat rumit. Karena perkawinan bukan hanya menyangkut ikatan antara seorang pria dengan wanita yang akan dinikahinya. Tetapi lebih dari itu perkawinan adalah lembaga yang sangat sacral karena menyangkut soal kepercayaan kepada Tuhan dan melibatkan keluarga. Pro kontra perkawinan nyentana hingga saat ini masih diperdebatkan. Kondisi ini sebenarnya tidaklah berlebihan karena menyangkut sistem pewarisan termasuk didalamnya menyangkut soal keturunan. Bagi masyarakat yang menerapkan sistem perkawinan nyentana, suatu keluarga mengangkat sentana bila keluarga bersangkutan tidak memiliki anak laki-laki sebagai ahli waris yang akan melanjutkan keturunannya. Sehingga, untuk melanjutkan keturunan keluarga bersangkutan, pihak keluarga yang tidak memiliki anak laki-laki tersebut merasa perlu untuk menetapkan salah satu anaknya sebagai sentana yang akan mencari sentana untuk diajak tinggal dirumahnya.
HAK IMUNITAS DALAM KODE ETIK PROFESI ADVOKAT MENURUT UU No.18 TAHUN 2003 Putu Ary Prastya Ningrum
PARIKSA: Jurnal Hukum Agama Hindu Vol 2, No 1 (2018): PARIKSA - Jurnal Hukum Hindu STAHN Mpu Kuturan Singaraja
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Hindu Mpu Kuturan Singaraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55115/pariksa.v2i1.651

Abstract

Kehadiran profesi hukum advokat belakangan ini semakin berkembang pesat. Seiring dengan tumbuh kembangnya kesadaran hukum masyarakat, serta makin tingginya interaksi hukum yang terjadi di masyarakat. Tentu saja kehadiran advokat ada yang membanggakan tapi ada juga yang mengecewakan. Kondisi ini tidak terlepas dari suatu kualitas baik secara pribadi dan mental maupun keterampilan hukum dari advokat itu sendiri.Oleh karenanya menjadi tantangan besar kedepan bagaimana kehadiran advokat makin berwarna dan bermartabat dalam penegakan hukum di Indonesia, dimana adanya hak imunitas dalam kode etik profesi advokat dalam menjalankan profesinya sebagai hak yang melindunginya menurut UU No. 18 Tahun 2003.
KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI Putu Ary Prastya Ningrum
PARIKSA: Jurnal Hukum Agama Hindu Vol 2, No 2 (2018): PARIKSA - Jurnal Hukum Hindu STAHN Mpu Kuturan Singaraja
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Hindu Mpu Kuturan Singaraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55115/pariksa.v2i2.698

Abstract

Penyidikan merupakan salah satu tahap dalam proses penengakkan hukum pidana dan merupakan tahap awal dalam proses peradilan pidana, oleh karena itu proses penyidikan ini menjadi sentral dan merupakan tahap kunci dalam upaya penegakkan aturan-aturan hukum pidana terhadap berbagai peristiwa yang terjadi. Karena itu profesional penyidik menjadi penting. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa penelitian terhadap sistem hukum pidana khususnya penegakkan hukum terhadap tindak pidana korupsi dirasakan sangat serius. Sehingga diperlukan lembaga kejaksaan untuk dapat menangani tindak pidana korupsi sesuai dengan undang-undang serta aturan-aturan yang berlaku di Indonesia. Yang menjadi dasar untuk jaksa dalam melakukan penyidikan terhadap kasus korupsi terdapat dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan diatur dalam pasal 30 ayat (1) huruf d menyebutkan : Tugas dan Kewenangan Jaksa adalah “melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang”. Dalam penjelasannya yang dimaksud dengan tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang adalah diatur dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.