Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Perkawinan Dalam Terang Kitab Suci Yohanes Fransiskus Siku Jata
Atma Reksa : Jurnal Pastoral dan Kateketik Vol 4, No 1 (2019): KESUCIAN DALAM PERSPEKTIF IMAN KATOLIK
Publisher : Sekolah Tinggi Pastoral Atma Reksa Ende, Jalan Gatot Subroto, KM 3. Tlp./Fax (0381) 250012

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53949/ar.v4i1.72

Abstract

Tulisan ini bermaksud memperkenalkan secara singkat Perkawinan Katolik dalam terang Kitab Suci. Menurut Kitab Suci, perkawinan dibentuk oleh Allah. Karena perkawinan dibentuk oleh Allah, maka perkawinan disebut suci, karena Allah sendiri adalah suci. Pemahaman tentang perkawinan sebagai hasil ciptaan Allah ini memiliki hubungan dengan penciptaan dunia dan manusia. Atas dasar pikiran ini maka perkawinan merupakan bagian dari maksud Allah menciptakan dunia dan manusia.Sebagai lembaga yang suci, perkawinan merupakan simbol perjanjian kesetiaan antara Tuhan dan Israel umatNya. Tuhan adalah Allah yang setia, sedangkan Israel adalah umat yang tidak setia. Sebagai Allah yang setia, Tuhan selalu memanggil Israel untuk setia seperti Dia. Tuhan tidak menghendaki Israel umatNya berpisah dari Dia. Kesetiaan terhadap janji Allah itu harus diwujudkan dengan tetap bersatu dengan Tuhan, bukan sebaliknya memisahkan diri dari Dia, lalu mempersatukan diri dengan dewa-dewi yang bukan Tuhan; bukan menceraikan diri dari pasangan suami istri sendiri, lalu menghampiri dan mengawini wanita dan pria lain. Karena itu perkawinan yang merupakan simbol persekutuan antara Tuhan dan umatNya ini bersifat tidak terceraikan. Dan perceraian merupakan bukti ketidaksetiaan manusia terhadap janji Allah. Perkawinan sebagai hasil ciptaan dan bentukan Allah menuntut keterlibatan total dari pihak manusia. Perkawinan adalah karya agung Allah yang menuntut partisipasi kreatif manusia demi mencapai cita-cita kebahagiaan dan keselamatan sesuai maksud Allah Pencipta.
REVOLUSI MENTAL MELALUI NILAI MEMAAFKAN Yohanes Fransiskus Siku Jata
Atma Reksa : Jurnal Pastoral dan Kateketik Vol 2, No 1 (2017): DARI PENDIDIKAN KARAKTER MENUJU REVOLUSI MENTAL
Publisher : Sekolah Tinggi Pastoral Atma Reksa Ende, Jalan Gatot Subroto, KM 3. Tlp./Fax (0381) 250012

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53949/ar.v2i1.10

Abstract

Artikel ini bertujuan untuk mengangkat sebuah nilai yang perlu dikembangkan dalam pendidikan karakter yakni nilai memaafkan atau mengampuni. Memaafkan dalam konteks yang lebih dalam mesti diusahakan sebagai bagian dari nilai yang ingin dikejar dari revolusi mental. Tetapi memaafkan merupakan nilai yang tidak gampang untuk dikejar. Kesulitan mewujudkan nilai memaafkan karena manusia berada dalam tegangan antara egoisme dan sifat altruistik. Pergumulan teoritis melalui kajian kepustakaan dan fakta sosial tentang praktek memaafkan, memberikan pemahaman bahwa memaafkan merupakan sesuatu yang tidak gampang. Memaafkan menjadi sebuah kebajikan, sebuah nilai yang perlu diperjuangkan terus menerus tanpa mengenal kata berhenti apalagi puas.
SIMULASI SEBAGAI PENYEBAB CACAT KONSENSUS Yohanes Fransiskus Siku Jata
Atma Reksa : Jurnal Pastoral dan Kateketik Vol 5, No 2 (2021): KEPEMIMPINAN
Publisher : Sekolah Tinggi Pastoral Atma Reksa Ende, Jalan Gatot Subroto, KM 3. Tlp./Fax (0381) 250012

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53949/ar.v5i2.120

Abstract

Judul tulisan ini ialah Simulasi Sebagai Penyebab Cacat Konsensus atau Kesepakatan Nikah. Topik ini diangkat karena dalam memproses perkara anulasi perkawinan, simulasi atau kepurapuraan sering ditetapkan sebagai pokok sengketa (caput nulitatis). Dalam Kitab Hukum Kanonik 1983, simulasi sebagai cacat kesepakatan nikah ada dalam Kanon 1101. Penulis membahas simulasi menurut Kan. 1101 dengan maksud agar pembaca memahami inti hakekat simulasi atau kepura-puraan sebagaimana dimaksudkan oleh kanon tersebut. Metode penulisan yang digunakan ialah penelitian kepustakaan. Penulis secara khusus menggali tulisan dan informasi tentang simulasi dari sisi hukum kanonik Gereja Katolik. Karena itu bukubuku sumber yang digunakan umumnya adalah karya para yurist. Simulasi berarti adanya ketidaksesuaian antara kata-kata atau isyarat yang dinyatakan dalam merayakan perkawinan dengan kesepakatan batin dalam hati. Menurut Kan. 1101, ada simulasi total (simulatio totalis) dan simulasi sebagian (simulatio partialis). Simulasi terjadi ketika salah satu pihak atau kedua belah pihak dengan positif kemauannya mengecualikan perkawinan itu sendiri (simulatio totalis), atau salah satu unsur hakiki perkawinan, atau salah satu sifat hakiki perkawinan (simulatio partialis) pada saat perkawinan dilangsungkan. Dan adanya simulasi dapat menjadi dasar untuk anulasi perkawinan melalui Tribunal Gerejawi.
Faktor-Faktor Pengaruh Kawin Pintas di Kevikepan Ende Yohanes Fransiskus Siku Jata
Atma Reksa : Jurnal Pastoral dan Kateketik Vol 6, No 1 (2021): Solidaritas dan Agama
Publisher : Sekolah Tinggi Pastoral Atma Reksa Ende, Jalan Gatot Subroto, KM 3. Tlp./Fax (0381) 250012

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53949/ar.v6i1.90

Abstract

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bersifat eksplanatoris. Subyek penelitian adalah 20 pasangan kawin pintas dan 7 narasumber. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi praktek kawin pintas (hidup bersama sebelum perkawinan mereka diresmikan dalam Gereja Katolik) dan apa karakteristik kawin pintas yang dipraktekkan di wilayah Kevikepan Ende. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kawin pintas secara implisit direstui adat demi mempermudah proses pembelisan. Kawin pintas sebagai strategi dari pasutri untuk mempermudah urusan belis. Adanya krisis pada lembaga adat dan lembaga penegak norma (gereja dan pemerintah). Kawin pintas biasanya disertai praktek hubungan intim sebagai suami istri. Hubungan intim kadang terjadi sebelum kawin pintas sebagai bentuk pemaksaan terhadap perempuan untuk menyerahkan diri kepada laki-laki atau sebaliknya supaya laki-laki harus menerima sang perempuan agarĀ  tidak memicu konflik dengan keluarga besar perempuan. Kawin pintas merupakan ungkapan kebebasan calon suami istri. Pada masa sekarang, jodoh ditentukan oleh individu bersangkutan. Pihak keluarga hanya menerima (karena anak memiliki otonomi untuk menentukan pilihan). Praktek ini semakin umum dan ini menjadi trend atau model perkawinan zaman kini. Karena semua orang kawin pintas maka mereka juga ikut pintas. Kawin pintas terjadi karena pacaran yang singkat lewat hand phone atau mungkin dipengaruhi oleh teknologi komunikasi modern yang juga menyelubungkan pornografi.