AbstractCorruption is a latent problem that hinders the guarantee of public welfare and social justice which has been the nation's goal since the Proclamation of Independence. The awareness of this country in eradicating corruption has begun to be seen as a consequence of the fall of the New Order regime, marked by the establishment of an anti-corruption organization, the Corruption Eradication Commission (KPK). However, from various data and statistical facts, indications of corruption in Indonesia still do not show figures that can be proud of - so in this case it takes several measurable steps that can overcome them. Preventive actions through internalization of the value of Pancasila integrity and decisive actions and political will from the authorities as vanguard fighters should be concrete in their attitudes, regulations and executions. The results of the research show that Indonesian’s nature traits is a fair human being, both towards oneself, others, and towards God as the prime cause; internalization of Pancasila norms and integrity as opposed to corruption can be a preventive measure from oneself against corrupt behavior, furthermore, as for stakeholders such as political parties, representative institutions, and the elected president have to represent its respectives consistency, seriousness and political will in eradicating corruption by carrying out competency-based regeneration, executing a sustainable and comprehensive anti-corruption policy. This research is a normative juridical study with a conceptual, historical and legislative approach.AbstrakKorupsi merupakan permasalahan laten yang menghambat penjaminan kesejahteraan umum serta keadilan sosial yang menjadi cita bangsa semenjak Proklamasi Kemerdekaan. Kesadaran negara ini dalam pemberantasan korupsi mulai terlihat konkritisasinya semenjak tumbangnya rezim Orde Baru, ditandai dengan dibentuknya lembaga anti rasuah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun dari berbagai data dan fakta statistik, indikasi korupsi di Indonesia masih belum menunjukkan angka yang dapat dibanggakan—sehingga dalam hal ini diperlukan beberapa langkah terukur yang dapat mengatasinya. Tindakan preventif melalui internalisasi nilai integritas Pancasila dan tindakan tegas dan kemauan politik dari penguasa sebagai pejuang garda depan seharusnya dikonkritkan dalam sikap, peraturan perundang-undangan serta eksekusinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa watak manusia Indonesia adalah berwatak kemanusiaan yang adil, baik terhadap diri sendiri, sesama, maupun terhadap Tuhan sebagai kausa prima; internalisasi norma Pancasila dan integritas sebagai lawan dari korupsi dapat menjadi langkah preventif dari diri sendiri terhadap perilaku korupsi, lebih lanjut partai politik, lembaga perwakilan, serta presiden terpilih dapat menunjukkan konsistensi, kesungguhan, dan kemauan politiknya dalam memberantas korupsi dengan melakukan kaderisasi berbasis kompetensi, penyusunan kebijakan anti korupsi yang berkelanjutan dan paripurna. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan pendekatan konseptual, sejarah, dan pendekatan perundang-undangan.