Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

HUBUNGAN PEMBERIAN INFORMED CONSENT DENGAN KECEMASAN ORANG TUA SAAT PEMASANGAN INFUS PADA ANAK DI IGD RSUD ULIN BANJARMASIN Siti Sahliana; Umi Hanik Fetriyah; Esti Yuandari
JURNAL SANGKAREANG MATARAM Vol. 8 No. 4 (2021): Desember 2021
Publisher : SANGKAREANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar Belakang: Informed consent tindakan dalam pemasangan infus atas dasar penjelasan yang diberikan oleh perawat. Akan tetapi, di rumah sakit banyak perawat tidak menjelaskan informed consent prosedur tindakan secara adekuat sehingga dapat menimbulkan kecemasan bagi orangtua yang dapat memperhambat tindakan yang akan dilakukan sehingga memperlambat proses penyembuhan anak. Tujuan : Menganalisa hubungan pemberian informed consent dengan kecemasan orangtua saat dilakukan tindakan pemasangan infus pada anak di IGD RSUD Ulin Banjarmasin. Metode : penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional. Populasi dan sampel adalah orang tua pasien anak yang akan dilakukan tindakan pemasangan infus di IGD RSUD Ulin Banjarmasin bulan Juli 2019 berjumlah 75 orang diambil dengan teknik accidental sampling. Data dianalisis menggunakan Chi square. Hasil : Hasil analisis uji Chi-Square test antara variabel pemberian informed consent dengan kecemasan orang tua saat pemasangan infus pada anak di IGD RSUD Ulin Banjarmasin, dengan hasil uji statistik memperlihatkan bahwa p (0,013) < α (0,05). Simpulan : Ada hubungan pemberian informed consent dengan kecemasan orang tua saat dilakukan tindakan pemasangan infus pada anak di IGD RSUD Ulin Banjarmasin. Diharapkan perawat/dokter untuk membina hubungan saling percaya dengan orang tua serta menjelaskan prosedur informasi yang dilakukan, hal ini untuk mengurangi rasa cemas terutama yang dapat menimbulkan rasa nyeri pada anak.
Problematika Pernikahan Dini Di Kota Banjarmasin Esti Yuandari; Fakhruddin Razy; R. Topan Aditya Rahman
DINAMIKA KESEHATAN: JURNAL KEBIDANAN DAN KEPERAWATAN Vol 10, No 2 (2019): Dinamika Kesehatan Jurnal Kebidanan dan Keperawatan
Publisher : Universitas Sari Mulia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (32.692 KB) | DOI: 10.33859/dksm.v10i2.487

Abstract

Latar Belakang: Pernikahan dini atau usia remaja antara dibawah 20 tahun di Indonesia masih tinggi, sehingga hal ini akan menimbulkan masalah, tidak hanya bagi pasangan tetapi juga bagi pemerintah. Masalah bagi pasangan yang menikah adalah belum kuatnya mental untuk menjalani biduk rumah tangga serta bahaya bagi kesehatan reproduksi khususnya pada pasangan wanita karena belum sempurnanya organ reproduksi, yang dapat menyebabkan gangguna kesehatan baik kesehatan ibu maupun bayinya, karena kelompok usia yang dianggap matang untuk melahirkan adalah usia 21-25 tahun. Sedangkan bagi pemerintah adalah meningkatnya angka kelahiran pada usia dibawah 20 tahun, perceraian, serta kekerasan dalam rumah tangga. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya pernikahan dini.Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penyebab terjadinya pernikahan dini, dampak pernikahan dini serta mengetahui solusi atau program pemecahan masalah pernikahan dini.Metode: Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan sampel adalah pasangan yang menikah dini, sedangkan teknik pengambilan sampel pada penelitian adalah dengan menggunakan purposive sampling.Hasil: pernikahan dini dikota Banjarmasin disebabkan oleh beberapa factor diantaranya factor pendidikan, ekonomi, pergaulan, keinginan sendiri, dan married by accident. Pernikahan dini juga berdampak pada fisik, psikologis, dan ekonomi. Oleh karena itu langkah strategis untuk pemecahan masalah adalah melalui kerjasama dengan Kantor Urusan Agama (KUA)Simpulan: untuk menekan angka pernikahan dini perlu ada dukungan dari semua pihak serta peran aktif dari masyarakat terutama dari keluarga. KUA diharapkan mampu menjadi filterisasi agar pernikahan dini tidak terjadi.Kata Kunci: Problematika, Pernikahan Dini, Remaja, Kesehatan ReproduksiBackground: Early marriage or adolescence between under 20 years old in Indonesia is still high, so this will cause problems, not only for couples but also for the government. The problem for married couples is that they are not mentally strong enough to undergo household hygiene and the dangers to reproductive health, especially in female partners due to incomplete reproductive organs, which can cause health problems both in maternal and infant health, because the age group considered ripe for childbirth is age 21-25 years old. As for the government is the increase in birth rates under the age of 20 years, divorce, and domestic violence. Many factors cause early marriage.Objective: This study aims to examine the causes of early marriage, the impact of early marriage and find out solutions or early marriage problem solving programs.Methods: This study used a qualitative method with the sample being a couple who married early, while the sampling technique in the study was to use purposive sampling.Results: Early marriage in the city of Banjarmasin is caused by several factors including factors in education, economy, relationships, one's own desires, and married by accident. Early marriage also impacts on the physical, psychological, and economic. Therefore a strategic step for problem solving is through collaboration with the Office of Religious Affairs (KUA)Conclusion: to reduce the number of early marriage there needs to be support from all parties and the active role of the community, especially from the family. KUA is expected to be able to filter so that early marriage does not occur.Keywords: Problems, Early Marriage, Adolescents, Reproductive Health  
Identifikasi Perilaku Bullying Pada Remaja Di SMP Negeri 10 Banjarbaru St Hateriah; Esti Yuandari
DINAMIKA KESEHATAN: JURNAL KEBIDANAN DAN KEPERAWATAN Vol 14, No 1 (2023): Dinamika Kesehatan: Jurnal Kebidanan dan Keperawatan
Publisher : Universitas Sari Mulia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33859/dksm.v14i1.893

Abstract

Latar belakang : Fenomena  perundungan  telah  lama  menjadi  bagian dari     dinamika     sekolah Perilaku bullying adalah perilaku yang bersifat negatif karena menyebabkan eseorang merasa tidak nyaman, tertekan atau bakan terancam akibat seseorang yang melakukan intimidasi. Kota Banjarmasin sebagai salah satu ibu kota propinsi di Indonesia tidak terlepas dari dari fenomena bulliyng dan kekerasan pada anak-anak. Perilaku bullying masih banyak terjadi di kalangan pelajar terutama di Sekolah Menengah Pertama. Pencegahan di lingkungan sekolah bisa berupa tindakan memperbaiki hubungan interpersonal individu dalam sekolah dengan melibatkan partisipasi guru, orang tua, pelajar, serta orang dewasa lain yang ada dalam sekolah.Tujuan : Mengidentifikasi perilaku bullying pada remajaMetode : Jenis penelitian yang dilakukan adalah dengan pendekatan kuantitatif menggunakan desain deskriptif dengan rancangan cross sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII yang berjumlah 70 orang.Hasil : Pengetahuan responden dengan kategori Baik sebanyak 63 orang (90%), ada 25 orang (35,71 %) pernah menjadi pelaku bullying, dan 56 orang (80%) menjadi korban bullying. Jenis perilaku bullying yang paling banyak adalah bullying fisik 42 orang (60%), Verbal 13 orang (19%), bullying relasional/sosial, cyber, seksual masing-masing5 orang (7%).Simpulan : Pengetahuan siswa tergolong dalam kategori baik tentang perilaku bullying. Jenis perilaku bulliyng yang paling banyak dilakukan adalah bullying fisik dan bullying verbal. Diharapkan bagi pihak sekolah lebih memberikan perhatian ekstra bagi siswa terkait perilaku bullying dengan memberikan pemahaman melalui penyuluhan perilaku bullying untuk mengurangi kejadian dan dampak dari perilaku bullying. Identification Of Bullying Behavior In Adolescents At SMP Negeri 10 Banjarbaru Background : The phenomenon of bullying has long been part of school dynamics. Bullying behavior is negative behavior because it causes someone to feel uncomfortable, pressured or even threatened by someone who is bullying. Banjarmasin City as one of the provincial capitals in Indonesia is inseparable from the phenomenon of bullying and violence against children. Bullying behavior still occurs a lot among students, especially in junior high schools. Prevention in the school environment can be in the form of actions to improve individual interpersonal relationships in schools by involving the participation of teachers, parents, students, and other adults in the school.Objective : Identify bullying behavior in adolescentsMethod : This type of research is a quantitative approach using a descriptive design with a cross sectional design. The sample in this study were students of class VII, totaling 70 peopleResult : Knowledge of respondents in the Good category was 63 people (90%), there were 25 people (35.71%) who had been bullies, and 56 people (80%) had been victims of bullying. The most common type of bullying behavior was physical bullying 42 people (60%), verbal 13 people (19%), relational/social bullying, cyber, sexual bullying each 5 people (7%).Conclusion : Student knowledge belongs to the good category about bullying behavior. The most common types of bullying behavior are physical bullying and verbal bullying. It is hoped that the school will pay more attention to students regarding bullying behavior by providing understanding through counseling on bullying behavior to reduce the incidence and impact of bullying behavior. Keyword : Bullying, Behavior, Teenagers, Students
Evaluasi Penggunaan Obat Antidiabetes Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe II di Salah Satu Rumah Sakit Swasta Di Banjarmasin Melin Sofia Ananda; Darini Kurniawati; Esti Yuandari
Innovative: Journal Of Social Science Research Vol. 3 No. 5 (2023): Innovative: Journal of Social Science Research
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Gangguan metabolisme menjadi ciri Diabetes Mellitus, suatu kondisi dimana pankreas gagal memproduksi hormon insulin. Diabetes Mellitus tipe 2 ditandai dengan defisiensi insulin relatif yang disebabkan oleh disfungsi sel pankreas dan resistensi insulin. Mengingat masih tingginya jumlah masalah penderita diabetes Mellitus, maka jumlah penggunaan obat antidiabetes terus semakin tinggi sehingga potensi terjadinya tidak tepatan penggunaan obat antidiabetes semakin tinggi. Minimnya mengenai evaluasi penggunaan obat antidiabetes pada pasien diabetes tipe 2 alasan penelitian ini dilakukan. Mengevaluasi penggunaan obat antidiabetes pada pasien diabetes mellitus tipe II di salah satu rumah sakit swasta di Banjarmasin. Penelitian ini menggunakan metode observasional dengan analisis Cross Sectional menggunakan total sampling, pengumpulan data secara retrospektif menggunakan instrumen checklist pada bulan Mei-Juni 2023. Berdasarkan dari karaktertistik jenis kelamin perempuan sebanyak 33 orang (64,71%), dan pasien laki-laki sebanyak 18 orang (35,29%). Berdasarkan usia 36-45 tahun sebanyak 4 orang (7,84%), 46-55 tahun sebanyak 22 orang (43,14%) 56-65 tahun sebanyak 17 orang (33,33%) dan >65 tahun sebanyak 8 orang (15,69%). Penggunaan obat monoterapi sebanyak 39 pasien (76,47%) dan kombinasi sebanyak 12 pasien (23,53%). Masih ditemukannya penggunaan obat tidak rasional yang akan menimbulkan efek samping dikemudian hari. Diharapkan pasien mendapatkan obat sesuai dengan Formularium Rumah Sakit tersebut.