Dunia kriptografi telah berkembang pesat meskipun masih menghadapi tantangan regulasi di beberapa negara, termasuk Indonesia. Cryptocurrency juga memunculkan model investasi baru, yakni Initial Coin Offering (ICO), di mana perusahaan berbasis blockchain mengumpulkan modal dengan menawarkan token digital kepada investor. ICO umumnya menggunakan smart contract, yang memungkinkan transaksi otomatis tanpa perantara. Namun, belum adanya regulasi khusus yang mengatur ICO juga penggunaan smarta contract menimbulkan persoalan terhadap perlindungan hukum dan implikasi hukum dari inovasi tersebut. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah yuridis normative. Dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual, dan pendekatan perbandingan. Hasil penelitian yang diperoleh terkait implikasi hukum smart contract dalam transaksi Initial Coin Offering akan mencakup terkait kebasahan perjanjian, perlindungan hukum, dan kepastian hak investor. Perjanjian yang dibuat melalui smart contract harus memenuhi syarat sah perjanjian Pasal 1320 KUHPerdata, penggunaan cryptocurrency sebagai alat pembayaran dalam ICO akan melanggar Undang-Undang Mata Uang dan unsur klausa halal dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Kemudian terkait risiko seperti penipuan dan kegagalan proyek dapat meningkat jika tanpa pengawasan yang memadai. Sehingga diperlukan pengaturan ICO juga penggunaan smart contract di Indonesia untuk memberikan perlindungan hukum, mekanisme pengawasan yang efektif, serta meningkatkan kepercayaan investor. Penyelesaian sengketa bisa dalam transaksi ICO juga penggunaan smart contract dapat melalui litigasi atau non-litigasi dengan tantangan hukum yang masih berkembang.