Encep Syarif Nurdin
Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung

Published : 1 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

PENDIDIKAN KARAKTER BERFIKIR KRITIS: SEBUAH STUDI TEORI KARL R. POPPER Irwan Supriyanto; Ahmad Syamsu Rizal; Encep Syarif Nurdin
JURNAL PAJAR (Pendidikan dan Pengajaran) Vol 6, No 3 (2022)
Publisher : Laboratorium Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33578/pjr.v6i3.8734

Abstract

Artikel ini merupakan gambaran sebuah penelitian kepustakaan dengan pendekatan kualitatif untuk memperoleh data deskriptif. Analisis dari penelitian tersebut menggunakan pembacaan deskriptif mengenai pendidikan karakter berdasarkan cara berfikir kritis siswa, lalu dikaitkan dengan falsifikasi teori yang dicetuskan oleh ilmuan bernama Karl Raymund Popper yaitu teori falsifikasi. Tujuannya adalah agar menjadi salah satu cara untuk mengatasi fenomena yang terjadi hari ini, dimana segala kemudahan ilmu teknologi dan informasi berkembang begitu masif. Anak harus dibekali karakter kuat yang mampu menghadapi segala persoalan atau menyaring informasi yang diterimanya agar tidak diterima secara mutlak tanpa mengetahui keshahihan persoalan tersebut. Sehingga dalam hal ini para pendidik harus mampu menumbuhkan dan mengembangkan cara berpikir kritis anak agar bisa dijadikan bekal dalam kehidupannya menghadapi perkembangan dunia yang semakin kuat. Hal ini sejalan dengan teori falsifikasi yang dicetuskan oleh Karl Raymund Popper yang menyatakan bahwa sebuah informasi atau pengetahuan harus diuji kesalahannya agar dapat dinyatakan sebagai kebenaran atau pengetahuan yang kokoh. Sehingga siswa bisa memfilter informasi yang didapatkan, mengkaji setiap pengetahuan yang diperoleh, serta mampu menyelesaikan persoalan dengan pemikiran yang rasional dan sistematis. Hasil kajian ditemukan bahwa Teori Karl Popper ini lebih menekankan pada kebenaran sebuah fakta yang  mana  kebenaran  tersebut  haruslah mutlak tanpa ada cacat. Teori ini mengajak peserta untuk memastikan teori atau informasi yang didapat terlebih dahulu. Falsifikasi dijadikan sebagai penentu demarkasi untuk proposisi yang ilmiah dan tidak.