Basuki Wibowo
Badan Tenaga Nuklir Nasional Pusat Pengembangan Energi Nuklir

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

NILAI-NILAI EDUKATIF SYAIR GULUNG SEBAGAI UPAYA PENDIDIKAN KEBENCANAAN BERBASIS KOMUNITAS PADA MASYARAKAT MELAYU DI KABUPATEN KETAPANG KALIMANTAN BARAT Syaifulloh, Muhammad; Wibowo, Basuki
Refleksi Edukatika : Jurnal Ilmiah Kependidikan Vol 8, No 1 (2017): Desember 2017
Publisher : Universitas Muria Kudus

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (378.353 KB) | DOI: 10.24176/re.v8i1.1785

Abstract

This research aims to know and describe about 1) background of Syair Gulung in Ketapang Malay society of West Kalimantan, 2) Educative values contained in Syair Gulung, 3) Potential of Syair Gulung as a community-based disaster education efforts in Ketapang Malay society. This research uses qualitative research method with form of stuck case study strategy. Sources of data used are informants, places and events, and documents. Data collection techniques used direct observation techniques, in-depth interviews, and document studies. The sampling technique used is purposive sampling. Data validity uses triangulation and data analysis techniques using interactive analysis techniques.Syair Gulung is a typical Malay cultural art. The educational values that exist in the Syair Gulung can be developed as a tool of dissemination of disaster education which recently happened such as forest fire and flood. Natural disasters that occur in the Ketapang community can not be separated from the fading and shifting values of local wisdom that developed in the community. As a preventive form for the preservation of the natural environment, it reinvents the educational values implicit in Syair Gulung contributing greatly in the effort to preserve the nature of the disaster. Educational theories of local wisdom and disaster risk education are important in helping the realization of a disaster-conscious society. Community communities are highly effective targets for awareness of the importance of disaster education.
UPAYA PELESTARIAN CAGAR BUDAYA HOLLANDSCH INLANDSCHE SCHOOL (HIS) PERTAMA DI PONTIANAK Bahri, Saiful; Kusnoto, Yuver; Wibowo, Basuki; Hidayat, Sahid; Purmintasari, Yulita Dewi; Rivasintha, Emusti; Superman, Superman
GERVASI: Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Vol 3, No 1 (2019): GERVASI: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat
Publisher : LPPM IKIP PGRI Pontianak

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (245.746 KB) | DOI: 10.31571/gervasi.v3i1.1222

Abstract

Abstrak Upaya pelestarian benda cagar budaya membutuhkan keterlibatan banyak pihak dan yang terpenting adalah keterlibatan  masyarakat, terutama pada benda cagar budaya yang masih dipakai (living monument). Pelestarian living monument terkadang lebih sulit, dikarenakan kurangnya pemahaman sang pemilik tentang pentingnya pelestarian benda cagar budaya miliknya.Masyarakat sudah semakin sadar dan kritis dalam usaha-usaha pelestarian Cagar Budaya khususnya yang berwujud bangunan. Beberapa Komunitas peduli Cagar Budaya sudah mulai bermunculan dan melakukan berbagai kegiatan nyata di berbagai daerah. Kenyataan ini menunjukkan anak muda telah mulai peduli akan kelestarian Cagar Budaya. Dalam usaha pelestarian ini terkadang masyarakat masih binggung dengan cara apa. Masyarakat yang menempati cagar budaya SD Negeri14 Pontianak, sebagai pihak sekolah menginginkan adanya pendampingan kepada siswa untuk memberikan pemahaman tentang pelestarian cagar budaya. Melihat usia siswa yang masih harus mendapatkan perhatian maka dari itu orang tua/wali murid tidak dapat lepas peran pada hal ini karena orang tua juga harus mendukung pelestarian cagar budaya.Tujuan Pengabdian adalah untuk mengetahui Pemahaman siswa dan wali murid terhadap pelestarian cagar budayadan memberikan pemahaman kepada siswa dan wali murid terhadap pelestarian cagar budaya. Hasil dan manfaat Kegiatan Pengabdian ini adalah mampu mengenalkan kepada siswa dan wali murid tentang cagar budaya terutama Cagar Budaya SD 14 Pontianak, memberikan kesadaran kepada siswa dan wali murid dalam pelestarian Cagar Budaya terutama Cagar Budaya SD 14 Pontianak, dan memberikan pemahaman siswa dan wali murid mengenai pentingnya pelestarian cagar budaya terutama cagar budaya SD 14 Pontianak.
ADAPTASI KULTURAL MASYARAKAT MULTIETNIS TEPIAN SUNGAI KAPUAS KOTA PONTIANAK DALAM KONTEKS PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN Syaifulloh, Muhammad; Wibowo, Basuki
Refleksi Edukatika : Jurnal Ilmiah Kependidikan Vol 15, No 1 (2024): Refleksi Edukatika: Jurnal Ilmiah Kependidikan (Desember 2024) / In Press
Publisher : Universitas Muria Kudus

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24176/re.v15i1.10030

Abstract

This study aims to determine and understand the cultural adaptation and methods of the multiethnic community on the banks of the Kapuas River in Pontianak City in the context of education and learning.This study uses a qualitative case study method. The research population includes multiethnic communities involved in formal and non-formal education. The sample was selected using a purposive sampling technique. Data were collected through in-depth interviews, participant observation, and documentation studies, then analyzed using the Miles and Huberman interactive analysis model which includes data collection, reduction, presentation, and drawing conclusions. Data validity through triangulation of techniques and sources, with instruments in the form of semi-structured interview guides, field notes, and document checklists.The results of the study show that the multiethnic community on the banks of the Kapuas River has a rich and unique cultural diversity, with factors that influence the formation of this diversity including geographical location, history, and interaction between tribes. However, this cultural diversity is a challenge in the context of education and learning because of differences in language, ways of thinking, and values adopted by each tribe. To overcome this, an inclusive and responsive approach to cultural diversity is needed, as well as the role of teachers who understand cultural diversity and the ability to design appropriate learning. Interaction between students from various ethnicities, the use of technology in learning, and synergy between the government, educational institutions, and the community can facilitate cultural adaptation in education.
Implementasi Pembelajaran Sejarah Lingkungan Pada Kurikulum Merdeka Di Kabupaten Kapuas Hulu dediansyah, agus; Wibowo, Basuki
Sosial Horizon: Jurnal Pendidikan Sosial Vol. 11 No. 3 (2024): Sosial Horizon: Jurnal Pendidikan Sosial
Publisher : IKIP PGRI Pontianak

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31571/sosial.v11i3.8485

Abstract

Semitau pada tahun 1936 merupakan bagian dari Afdeling Sintang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menelusuri sejarah Semitau yang awalnya merupakan hutan hingga akhirnya menjadi onder afdeling di bawah kawasan Afdeling Sintang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode historis yang terdiri dari heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Hasil penelitian menjelaskan bahwa Semitau sebelum kedatangan Abang Umar Juned merupakan hutan. Semitau semakin ramai setelah Belanda dari Pulau Majang memindahkan kantor, barak (asrama) dan gudang serta menempatkan perwakilan Gouvernement yaitu Controleur di Semitau hingga tahun 1936 menjadikannya sebagai under afdeling.
Implementasi Pembelajaran Sejarah Lingkungan Pada Kurikulum Merdeka Di Kabupaten Kapuas Hulu dediansyah, agus; Wibowo, Basuki
Sosial Horizon: Jurnal Pendidikan Sosial Vol. 11 No. 3 (2024): Sosial Horizon: Jurnal Pendidikan Sosial
Publisher : IKIP PGRI Pontianak

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31571/sosial.v11i3.8485

Abstract

Semitau pada tahun 1936 merupakan bagian dari Afdeling Sintang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menelusuri sejarah Semitau yang awalnya merupakan hutan hingga akhirnya menjadi onder afdeling di bawah kawasan Afdeling Sintang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode historis yang terdiri dari heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Hasil penelitian menjelaskan bahwa Semitau sebelum kedatangan Abang Umar Juned merupakan hutan. Semitau semakin ramai setelah Belanda dari Pulau Majang memindahkan kantor, barak (asrama) dan gudang serta menempatkan perwakilan Gouvernement yaitu Controleur di Semitau hingga tahun 1936 menjadikannya sebagai under afdeling.