Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Peningkatan Literasi Profesional Dosen Melalui Bacaan Surat Kabar Harian Berbahasa Inggris Jasuli Jasuli Jasuli; Suhartatik Suhartatik
Paradigma: Jurnal Filsafat, Sains, Teknologi, dan Sosial Budaya Vol 28 No 1 (2022): Paradigma: Jurnal Filsafat, Sains, Teknologi, dan Sosial Budaya
Publisher : IKIP Budi Utomo Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33503/paradigma.v28i1.1919

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak-dampak dari surat kabar harian berbahasa Inggris terdap peningkatan literasi profesional dosen. Kebiasaan melek dosen atas berbagai bacaan khususnya bacaaan berbahasa Inggris adalah alasan utama mengapa penelitian ini dilaksanakan. Hal ini dapat dilihat dari kebiasaan para dosen dalam membaca media massa baik cetak maupun elektronik. Salah satunya dalah dengan berlangganan surat kabar harian The Jakarta Post yang ditulis dalam Bahasa Inggris. Sebagaima penelitian ini menitikberatkan pada bagaimana sesungguhnya membaca surat kabar harian seperti The Jakarta Post dapat memberi kontribusi pada peningkatan literasi profesional, maka metode deskriptif kualitatif dipilih untuk mengetengahkan hasil penelitian yang diharapkan. Responden dari penelitian ini adalah dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris IKIP Budi Utomo Malang yang teridiri atas tujuh belas dosen. Data diperoleh melalui pengamatan dan interview. Berdasarkan analisis data yang dilakukan, ditemukan bahwa membaca berita harian berbahasa Inggris memberi peningkatan penting bagi literasi profesional. Responden dihadapkan pada bagaimana frasa bahasa Indonesia terungkapan dalam bahasa Inggris. Responden juga tertantang untuk menjadi pembaca yang lebih kritis, baik kritis secara tulisan maupun kritis secara isi. Sementara para responden juga dihadapkan pada kegiatan wajib Tridarma Perguruan Tinggi, surat kabar atau media massa dimanfaatkan sebagai materi suplemen dalam berbagai bidang, baik keterampilan bahasa, sastra atau ilmu kebahasaan itu sendiri. Selain itu, stamina menulis dosen menjadi terpacu yang disebabkan luas dan banyaknya isu bacaan yang diperoleh. Hal ini berdampak pada peningkatan Tridarma Perguruan Tinggi khusunya pada Tridarma Perguruan Tinggi yang ketiga yaitu pengabdian masyarakat, dengan cara berbagi kiat peningkatan kompetensi guru bahasa Inggris di sekolah-sekolah.
Harmonisasi Olah Nalar dan Olah Rasa; Sebuah Seni Mendidik di Era Merdeka Belajar Nurcholis Sunuyeko; Jasuli Jasuli Jasuli; Rochsun Rochsun
Paradigma: Jurnal Filsafat, Sains, Teknologi, dan Sosial Budaya Vol 29 No 2 (2023): Paradigma: Jurnal Filsafat, Sains, Teknologi, dan Sosial Budaya
Publisher : IKIP Budi Utomo Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33503/paradigma.v29i2.3319

Abstract

Kajian ini bertujuan untuk menelaah pentingnya harmonisasi olah nalar dan olah rasa sebagai sebuah seni mendidik di era merdeka belajar. Sederet paradigma pendidikan yang menitik beratkan pada komptensi kognitif, serta praktik kependidikan yang banyak bernuasa dan memuat akademik semata adalah alasan mengapa kajian ini dilakukan. Institusi pendidikan sebagaimana disebut Gramsci [1] juga merupakan institusi publik yang berpotensi munculnya hegemoni, budaya bisu serta perilaku feodal dari para pelakunya [2]. Seorang pendidik yang terjebak pada kejumudan berpikir, miskin inovasi, dan menegasikan rasa adalah sumber malapetaka dari pendidikan modern saat ini. Ia hanya akan memaksakan bahwa metodolonginya sebagai satu-satunya jalan paling benar. Ia bahkan tertutup dan jumud dari dari segala bentuk kebaruan, sehingga pendidikan menjadi mati sebelum berkembang. Penelitian ini menggunakan metode studi kepustakaa dengan tahapan urutan; 1) pemilihan topik, 2) eksplorasi materi, 3) menentukan fokus penelitian, 4) pengumpulan sumber data, 5) penyajian data dan 6) menyusun laporan. Hasil dari studi ini menemukan bahwa harmonisasi nalar dan rasa adalah satu seni penting yang takterelakkan dalam pendidikan. Nalar dan rasa menjadi piranti yang harus bekerja secara seimbang dalam pengawal segala praktik pendidikan, khusunya di era Merdeka Belajar. Karena nalar tanpa rasa hanya akan melahirkan arogansi akademik yang feodalistik, sedangkan rasa tanpa nalar akan melahirkan perilaku cacat pikir. Baik nalar maupun rasa perlu berjalan secara harmonis demi tercapainya tujuan hakiki pendidikan.