Novita
STIH Tambun Bungai Palangka Raya

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENGGUNA PONSEL SAAT BERKENDARAAN Novita; Rama Agusmas
Jurnal Ilmu Hukum Tambun Bungai Vol 7 No 1 (2022): Jurnal Ilmu Hukum Tambun Bungai Palangka Raya
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Tambun Bungai Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (448.317 KB) | DOI: 10.61394/jihtb.v7i1.223

Abstract

Pada jaman milenial seperti sekarang ini penggunaan ponsel atau telpon genggam ataupun dalam istilah asing Handphone (HP) yang berfungsi sebagai alat komunikasi jaman modern yang dapat dibawa kapan saja dan dimana saja. akan tetapi seringkali penggunaan ponsel tidak pada tempat dan waktu yang pas, seringkali pada saat berkendara di jalan raya, para pengendara menerima telpon, mengirimkan atau menerima pesan, bermain game, memainkan aplikasi sosmed live dan lain lain, yang mengakibatkan terjadinya kecelakaan karena konsentrasi yang pecah dan tidak fokus akan pengendalian kendaraan yang dikendarainya. Seperti yang diketahui bahwa pengguna ponsel di Indonesia mencapai 371,4 juta pengguna atau 14,2% dari total populasi sebanyak 262 juta jiwa, artinya rata-ratapenduduk memakai 1,4 telpon seluler karena satu orang terkadang menggunakan 2-3 kartu telpon seluler[1]. Terjadinya pelanggaran lalu lintas dengan menggunakan ponsel saat berkendaraan di jalan raya adalah salah satu problematika yang sering terjadi di jalan raya. Hal tersebut terlihat dengan meningkatnya angka kecelakaan setiap harinya di jalan raya. Dengan menekan peningkatan kecelakaan lalu lintas di jalan raya yaitu dengan meningkatkan kesadaran dalam masyarakat dalam berkendaraan demi keselamatan dirinya dan bagi orang lain. [1]https://databoks.kadata.co.id/datapublish/2017/08/29/pengguna-ponsel-indonesia-mencapai-142-dari-populasi diakses 02 Mei 2020
TINDAK PIDANA PENIPUAN TERHADAP MODUS PERDUKUNAN PALSU Novita
Jurnal Ilmu Hukum Tambun Bungai Vol 1 No 2 (2016): Jurnal Ilmu Hukum Tambun Bungai
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Tambun Bungai Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (188.259 KB) | DOI: 10.20231/jihtb.v1i2.59

Abstract

In the era of globalisation and development of technology today does not immediately change the mindset of society to think rationally and modern. Still many circles of the Indonesian people, without exception, educated or not, who believe in mystical things. As well as criminal fraud by fake shamanism mode, which is where the victim not only of the poor people, but also from among the educated and whealthy. They use the help of shaman to smoothen their business, career, marriage and finances, etc. A case as example, the case of fake shamanism with doubling the money motive.
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP RESTORATIVE JUSTICE DALAM SISTEM PERADILAN ANAK Novita
Jurnal Ilmu Hukum Tambun Bungai Vol 4 No 2 (2019): Jurnal Ilmu Hukum Tambun Bungai
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Tambun Bungai Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (325.93 KB) | DOI: 10.61394/jihtb.v4i2.85

Abstract

Pendekatan keadilan restoratif dapat diterapkan dengan penyelesaian terhadap anak yang berkonflik dengan hukum melalui diversi, diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara tindak pidana dari proses peradilan pidana ke proses di luar pengadilan atau dari jalur hukum ke jalulr non hukum, serta adanya kesepakatan dari pihak pelaku, korban dan keluarganya. Tujuan memberlakukan diversi pada kasus seorang anak antara lain adalah menghindarkan proses penahanan terhadap anak dan pelabelan anak sebagai penjahat. Anak didorong un tuk bertanggung jawab atas kesalahannya. Jadi, pada dasarnya pengertian diversi adalah pengalihan dari proses peradilan pidana keluar proses formal un tuk diselesaikan secara musyawarah. Pelaksanaan diversi dilatarbelakangi keinginan menghindari efek negatif terhadap jiwa dan perkembangan anak oleh keterlibatannya dengan sistem peradilan pidana. Pelaksaan diversi oleh aparat penegak hukum didasari oleh kewenangan aparat penegak hukum yang disebut diskresi. Tindakan selanjutnya setelah adanya diversi adalah pengawasan terhadap jalannya pelaksanaan penetapan diversi yang dikeluarkan oleh pengadilan, pengawasan ini bertujuan untuk mendapatkan kejelasan pelaksanaan kesepakatan yang telah dicapai oleh para pihak.
KEPASTIAN HUKUM DALAM PELAKSANAAN PERKARA PRAPERADILAN DI INDONESIA Novita
Jurnal Ilmu Hukum Tambun Bungai Vol 4 No 1 (2019): Jurnal Ilmu Hukum Tambun Bungai
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Tambun Bungai Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (684.41 KB) | DOI: 10.61394/jihtb.v4i1.96

Abstract

Dalam setiap Negara selalu ditemukan adanya jaminan terhadap hak asasi manusia karena itu merupakan salah satu unnsur dari Negara hukum. Hal ini juga terdapat pada Undang-undang Dasar 1945,melalui beberapa pasal, yang pasalnya mengatur tentang HAM. PAda pasal 28D ayat (1) yang menyatakan : “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”. Sesuai dengan isi dari pasal tersebut, bahwa setiap orang tidak boleh terjadi diskriminasi terhadapnya.Maka dari itu KUHAP menjamin terlindunginya hak-hak pelaku tindak pidana baik sebelum maupun sesudah putusan hakim.Jika pelanggaran tersebut terjadi sebelum putusan pengadilan, maka tersangka/terdakwa dapat mengajukan praperadilan. Tahapan-tahapan dalam proses peradilan pidana tersebut merupakan suatu rangkaian, dimana tahap yang satu mempengaruhi tahapan yang lain. Tata cara pengajuan praperadilan telah diatur dalam bab X, bagian kesatu dari pasal 79 sampai dengan pasal 83 KUHAP. Adapun yang berhak mengajukan permohonan praperadilan adalah tersangka, keluarganya atau kuasanya.Sesuai dengan pasal 79 KUHAP, penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan. Berdasarkan ketentuan pasal 80 KUHAP dinyatakan inkontitusional bersyarat sepanjang dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan secaralimitatif oleh ketentuan pasal 1 juncto pasal 77 huruf a KUHAP.
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP EUTHANASIA DALAM SISTEM HUKUM PIDANA INDONESIA Novita
Jurnal Ilmu Hukum Tambun Bungai Vol 6 No 2 (2021): Jurnal Ilmu Hukum Tambun Bungai Palangka Raya
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Tambun Bungai Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (339.032 KB) | DOI: 10.61394/jihtb.v6i2.200

Abstract

Istilah euthanasia berasal dari bahasa Yunani, yaitu eu yang berarti indah, bagus, terhormat atau dalam bahasa Inggris diartikan dengan grecefully and with dignit, dan thanatos yang berarti mati atau mayat. Secara harafiah berarti kematian yang terjadi dengan baik dan menyenangkan tanpa penderitaan. Sehingga euthanasia dikenal sebagai suatu tindakan untuk mengakhiri hidup seseorang karena tidak memiliki peluang untuk hidup, biasanya pada penderita penyakit yang memiliki peluang kecil untuk tetap hidup. Dalam kasus tertentu ada keadaan mengakhiri kehidupan yang sangat mirip dengan euthanasia, tetapi sebenarnya bukan euthanasia. Disebut sebagai pseudo-euthanasia atau dalam bahasa Indonesia adalah euthanasia semu dan secara hukum tidak dapat ditetapkan sebagai euthanasia. Indonesia belum memiliki kebijakan formulasi ataupun aturan yang mengatur khusus tentang euthanasia. Legalitas euthanasia dilihat berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).[1] Euthanasia di Indonesia tidak diperbolehkan karena alasan menghilangkan nyawa seseorang, dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana Indonesia bahwa usaha apapun yang menyebabkan hilangnya nyawa seseorang, baik disengaja atau tidak disengaja masuk dalam kategori pembunuhan.