Claim Missing Document
Check
Articles

Found 14 Documents
Search

Karakteristik Arsitektur Percandian Masa Klasik di DAS Batanghari Asyhadi Mufsi Sadzali
Titian: Jurnal Ilmu Humaniora Vol. 6 No. 1 (2022): Juni 2022
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/titian.v6i1.19163

Abstract

Abstrak: Peneltian ini dilakukan untuk mendeskripsikan karakteristik arsitektur percandian masa klasik di DAS Batanghari. Penelitian ini bersifat kualititatif eksplanatif. Dimana data lebih cenderung bersifat deskripsi dan narasi dalam menjawab pertanyaan penelitian. Sedangkan dalam tahap penelitian secara sistimatis dilakukan dengan metode arkeologi yang terdiri dari pengumpulan data, analisis data dan interpretasi data. Hasil penelitian didapatkan semua candi berorientasi ke arah sungai/ sumber air walaupun arah mata anginnya berbeda. Seperti percandian Dhamasraya; Candi Pulau Sawah yang arah hadapnya ke Timur, sedangkan Candi Padangroco arah hadapnya ke Barat Daya kecuali Candi 3 yang arah ahadapnya ke Utara. Selain itu juga dapat dilihat dari segi bahan, teknik, gaya, dan bentuknya. Demikian juga dengan percandian Muarajambi; Gumpung, Teluk, Kedaton, Koto Mahligai, Gedong I, II, Tinggi I, II, Astano, Kembar Batu, juga besar kemungkinan memiliki relasi artefaktual, ataupun data arkeologi yang sama dengan Dhamasraya. Kesamaan nampaknya ada pada arsitektur dan teknologi pembuatan meliputi: bahan yang digunakan pada candi-candi di atas adalah bata, namun ukuran bata pada masing-masing candi berbeda beda. Ukuran bata pada Candi Dhamasraya cenderung lebih kecil dari pada Percandian Muarajambi. Dapat dipastikan bahwa antara percandian di wilayah Hulu dan hilir DAS Batanghari memiliki satu relasi yang kuat, saling mempengaruhi walau belum dapat dipastikan siapa yang mempengrahui dan bagaimana proses nya. Jelas berdasarkan data diantara keduanya tersapat satucorak karakteristik arsitektur percandian khas Sumatera yang sama dari segi arsitektur bangunan, latar religi, maupun masa atau periode berlangsungnya peradaban klasik di lokasi percandian di wilayah hulu maupun hilir. Kata Kunci: karakteristik; arsitektur; percandian; klasik; DAS
DARI KOLONIALISME HINGGA RUANG DISPLAY: : Meninjau Museum Dari Kajian Poskolonial Asyhadi Mufsi Sadzali
Titian: Jurnal Ilmu Humaniora Vol. 1 No. 1 (2017): September 2017
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (142.58 KB) | DOI: 10.22437/titian.v1i1.3968

Abstract

Perkembangan arkeologi di Indonesia dimulai pada awal abad ke-18 atas munculnya ketertarikan sekelompok masyarakat Eropa terhadap benda dan bangunan kuno yang ada di Indonesia. Dari kolonialisme kuno berubah jadi penjajahan ekonomi dan idiologi. Perubahan bentuk kapitalis kuno dengan kapitalis gaya baru yang intinya sama-sama menghisap dan selalu ada bangsa yang menjajah dan yang dijajah. Dari kolonialisme bahkan berlanjut hingga ke ruang display sebuah museum, diamana segala hal yang ditampilkan tidak terlepas dari aroma kolonialisme. Dimana politik adalah muatan utama yang disisipkan secara kasat mata. Bahkan bayang-bayang kolonialisme masih melekat dalam sistim birokrasi museum yang dengan sadar atau tidak hal ituterus berlangsung hingga kini. Seperti ada kecendrungan dan keyakinan dalam kerangka pikir masyarakat bekas jajahan, bahwa apa yang pernah ditawarkan dan dilakukan kolonial di masa lampau harus dipertahankan karena dianggap lebih baik dan moderen. The development of archeology in Indonesia began at the beginning of the 18th century for the emergence of interest in a group of European society against objects and ancient buildings in Indonesia. From ancient colonialism turned into economic colonization and ideology. The transformation of the ancient capitalist form with the new-style capitalists essentially both sucks and there is always a colonizing and colonized nation. From colonialism even continues up to the display space of a museum, where everything that is displayed can not be separated from the scent of colonialism. Where politics is the main content inserted visibly. Even the shadow of colonialism is still inherent in the museum bureaucratic system that consciously or not it continues to the present day. As there is a tendency and belief in the minds of former colonies, that what ever the colonial past offered and practiced must be defended because it was considered better and more modern.
KAJIAN KEPUASAN PENGUNJUNG OBYEK WISATA WARISAN BUDAYA KAWASAN CANDI MUARA JAMBI SEBAGAI CAGAR BUDAYA NASIONAL DAN KANDIDAT WARISAN DUNIA Yusdi Anra; Asyhadi Mufsi Sadzali
Titian: Jurnal Ilmu Humaniora Vol. 1 No. 2 (2017): Desember
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (254.471 KB) | DOI: 10.22437/titian.v1i2.4229

Abstract

Sejak dibuka untuk umum sebagai obyek wisata budaya di tahun 2000, banyak hal yang telah dilakukan dalam pengembangan Kawasan Candi Muara Jambi. Pemugaran candi yang awalnya runtuhan satu persatu telah terselesaian sehingga meningkatkan daya tarik Candi Muara Jambi. Infrastruktur pendukung aktifitas wisata juga tahun ketahun mengalami kemajuan. Termasuk layanan informasi dan edukasi berupa bangunan Museum Koleksi Candi Muara Jambi. Secara perlahan tapi pasti keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan obyek wisata Candi Muara Jambi juga mulai terlihat hasilnya. Namun dalam dunia parawisata, konsumen jadi yang utama. Apakah pengelolan Kawasan Candi Muara Jambi telah sesuai dengan harapan pengunjung? Melalui kajian Kepuasan Pengunjung pada objek wisata budaya kawasan Candi Muara Jambi, maka akan dikaji secara ilmiah dengan metode campuran; kuesioner yang akan diolah dengan SPSS guna memperoleh informasikualititaif dan kuantitatif mengenai tingkat kepuasan pengunjung objek wisata Candi Muara Jambi. Kata kunci: Wisata, Kepuasan Pengunjung, Candi Muara Jambi
EVALUASI KONSERVASI PERAHU KUNO PUNJULHARJO DAN PENGEMBANGAN OBJEK DI MASA DEPAN DALAM PERKUATAN IDENTITAS Asyhadi Mufsi Sadzali
Titian: Jurnal Ilmu Humaniora Vol. 2 No. 1 (2018): Juni 2018
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (464.798 KB) | DOI: 10.22437/titian.v2i1.5215

Abstract

Indonesia dikelilingi lautan yang luas sepanjang 3000 mil laut dari Sabang sampai Merauke dengan jumlah pulau lebiih dari 17.500. Wilayah seluas itu tidak mengherankan bila menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Teristimewa letak geografisnya yang berada pada persilangan dua benua dan dua samudera yang merupakan jalur lintas laut internasional yang sejak awal masa klasik telah ramai dilalui para penjelajah samudera dan pedagang yang mencari hasil-hasil alam untuk diperdagangkan di seluruh dunia. Penemuan situs perahu kuno Punjulhrajo, yang secara administratif terletak disebelah utara bagian Timur Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan hasil pemetaan, “secara astronomis lokasi tempat penemuan perahu ini terletak pada 111°,24' 30.7” BT dan 06° 41' 35.3” LS”. paradigma arkeologi abad 21 yang menekankan kepada arkeologi publik yang dalam muatannya terdapat poin pelestarian, pemanfaatan, dan pengembangan. Sehingga dalam kajian ini muncul satu pertanyaan mendasar, bagaimana hasil konservasi Perahu kuno Punjulharjo dan rekomendasi pengembangan dimasa mendatang?. Tindakan evaluasi seyogyanya penting untuk dilakukan dalam setiap penelitian, terutama dalam bidang konservasi yakni untuk memantapkan metode yang lebih efektif dan aman bagi situs dan lingkungan.
RAGAM ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL MELAYU JAMBI: SUATU KAJIAN ARKEOLOGI ARSITEKTUR DALAM UPAYA PELESTARIAN WARISAN BUDAYA DAN PEMAJUAN KEBUDAYAAN MELAYU JAMBI Asyhadi Mufsi Sadzali; Yusdi Anra
Titian: Jurnal Ilmu Humaniora Vol. 2 No. 02 (2018): Desember 2018
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1323.238 KB) | DOI: 10.22437/titian.v2i02.5812

Abstract

Rumah dalam kebudayaan masyarakat Melayu Jambi diposisikan tidak sebatas tempat tinggal, namun juga sebagai pandangan hidup dan ekspresi dari kehidupan itu sendiri. Landasan konseptual ini tertuang dalam seloko adat “Umah deh umah pateli, umah belampit balembago, ka ateh batutup dengan bubung pirak, kabawah ba aleh badendi gading. Ka ateh batutup dengan bubung pirak itu yang dinamokan syarak, di bawah ba aleh basendi gading itu dinamaokan adat, syarak mengato adat memakai”, yang secara garis besar berisi tentang pembelajaran dan penerapan aturan sosial masyarakat melayu Jambi yang dimulai dari rumah lalu ke lingkungan sekitar, serta dalam berinteraksi sosial antara individu dengan idividu, individu dengan alam, dan individu dengan tuhan sang pencipta. Namun pada masa belakangan ini, jumlah dan nilai penting arsitektur tradisional melayu Jambi secara perlahan terkikis moderninasisi dan terpinggirkan oleh arsitektur modern. Kelangkaan arsitektur tradisional melayu Jambi menjadi satu bukti atas fenomena terkini masyarakat melayu Jambi, sehingga memunculkan rumusan permasalahan penelitian yakni, 1) Bagaimana ragam bentuk, ornament serta motif hias pada arsitektur rumah tradisional melayu Jambi? 2) Bagaimana pola tata ruang arsitketur rumah tradisional melayu Jambi? 3) Nilai-nilai luhur apa saja yang terkandung dalam ragam arsitektur rumah tradisional melayu Jambi? Ppertanyaan peneletian ini akan dijawab dengan pendekatan metode arkeologi yang secara lebih spesifik terdiri dari; pengumpulan data arkeologis dan data literature, kemudian pengolahan data arsitktural baik bentuk, tata ruang, dan ornament hias, selanjutnya data yang diolah dijadikan landasan interpretasi untuk menjawab pertanyaan penelitian yang akan mengarahkan pemahaman masyarakat melayu Jambi atas nilai-nilai luhur dan pentingnya arsitketur tradisional melayu Jambi dalam mengutkan akar identitas maysrakat melayu Jambi.
KAJIAN SENI ISLAM ARSITEKTUR DAN RAGAM HIAS MESJID KUNO DI DATARAN TINGGI JAMBI: SUATU KAJIAN ARKEOLOGI ISLAM DALAM UPAYA MELESTARIKAN DAN MENGEMBANGKAN ISLAM MELAYU JAMBI. Asyhadi Mufsi Sadzali; Yundi Fitrah
Titian: Jurnal Ilmu Humaniora Vol. 2 No. 02 (2018): Desember 2018
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (294.372 KB) | DOI: 10.22437/titian.v2i02.5813

Abstract

Islam adalah agama yang sangat tegas dalam akidah, kesesuaian Tuhan (Tauhid) serta ibadat. Tetapi dalam masalah-masalah kemasyarakatan (mu’amalat), Islam bersikap akomodatif. Demikiannlah terhadap hukum adat, misalnya Islam dapat menerima sepanjang tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah dasar. Dalam sejarah Islam, hal di atas bisa dilihat misalnya dalam perkembangan komunitas Muslim di wilayah Indonesia yang mulai tumbuh dari kantung-kantung pemukiman berskala kecil. Pada masa-masa awal perkembangannya, proses Islamisasi ditandai dengan konversi keislaman para penguasa di wilayah pesisir atau kota pelabuhan, yang kemudian disusul peran mereka sebagai pelindung dan pengembangan pusat-pusat penyiaran agama Islam di wilayah masing-masing. Indonesia sebagai suatu negara dengan beragam suku bangsa, tentulah mempunyai beraneka ragam bentuk arsitektur mesjid kuno yang apabila dijumlahkan secara keseluruhan kurang lebih sama banyak dengan jumlah kabupaten/kota yang ada di Indonesia. Satu sama lain memiliki ragam bentuk, ornament yang berbeda-beda, namun diantaraya terkadang terdapat juga kesamaan. Ciri khas yang menjadi persamaan ini bisa kita lihat pada bagian umpak, lantai yang ditinggikan, atap berkemucak dengan bubungan pada atap yang dipanjangkan. Melalui penelitian ini, keberagaman arsitektur masjid kuno di wilayah dataran tinggi Jambi akan diungkap dengan metode arkeologi, ang lebih sepsifik arsitektur arkeologi. Adapun permasalahan yang dicoba diungkap meliputi, bagiamana ragam bentuk arsitketur, bagaiamana ragam hias dan ornament, bagaimana pola tata ruang,dan pemaknaan dibalik motif dan tataruang masjid. Hasil akumulasi analysis data, akan mampu menjawab nilai-nilai penting dan kearifan lokal masyarakat dataran tinggi kerinci dalam hal seni arsitektur islam.
SIMETRIS PRESISI: WAJAH ARSITEKTUR KOLONIAL KOTA TAMBANG SAWAHLUNTO Asyhadi Mufsi Sadzali
Titian: Jurnal Ilmu Humaniora Vol. 3 No. 1 (2019): Juni 2019
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (796.707 KB) | DOI: 10.22437/titian.v3i1.7025

Abstract

Banyak kota di dunia yang secara massive mengembangkan konsep arsitektur yang dilandasi oleh beragam faktor, semisal konsep arsitketur yang dipengaruhi faktor lingkungan, gaya hidup filosofis religi, aspek simbolis tradisional, juga terkiat fungsi guna lahan semisal pertambangan. Pada landasan faktor terkahir, mamunculkan beberapa contoh kota tambang yang secara konsep oleh para arsiteknya diberi wajah kota yang khas sesuai dengan fungsi lahan ‘yakni tambang’. Pada pendalaman kajian arsitektur yang dilakukan, maka dalam hal ini peneliti menguraikan data arkeologi berupa bangunan kolonial dengan menggunakan metode arkeologi, yang selanjutnya secara spesifik terdiri dari tahap pengumpulan data pustaka, pengumpulan data arkeologi, identifikasi data arsitektur, analysis data (morfologi, fungsi bangunan, dan gaya arsitektur), sehingga kemudian dapat ditarik suatu kesimpulan. Hipotesa yang ditemukan bahwa wajah kota tambang kolonial Sawahlunto dihiasi oleh gaya bangunan yang lahir dari adaptasi antara gaya Eropa, dan campuran lokal, namun besar juga dipengauruhi efiseinsi fungsi bangunan. Aspek seni estetis tidak terlalu dimunculkan, sehingga bentuk presisi simetris adalah gaya yang paling menonjol dalam wajah-wajah orang-orang tambang Sawahlunto tempo dulu.
Menjadi Minangkabau di Dunia Melayu Kerinci: Identifikasi Akulturasi Budaya Minangkabau di Kerinci ditinjau dari Tinggalan Arkeologi dan Sejarah Asyhadi Mufsi Sadzali; Yusdi Anra; Benny Agusti Putra
Titian: Jurnal Ilmu Humaniora Vol. 3 No. 2 (2019): Desember 2019
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (215.081 KB) | DOI: 10.22437/titian.v3i2.8221

Abstract

Alam Kerinci salah satu wilayah pedalaman Sumatera dan dikelilingi bukit barisan yang membentang di bagian barat dan timur. Selain itu. wilayah ini berada ditengah-tengah dua kebudayaan besar yang sangat berpengaruh yaitu Melayu Jambi dan Alam Minangkabau. Suku kerinci sebagaimana juga halnya dengan suku-suku lain di Sumatera adalah penutur bahasa Austronesia. Berdasarkan bahasa dan adat-istiadat suku Kerinci dapat diikategorikan dekat dengan Minangkabau, akan tetapi dari segi administratif sejak masa keemerdekaan, Kerinci telah menjadi bagian dari Jambi. Kedua kondisi tersebut pada ahirnya mempengaruhi kebudayaan kerinci, baik dari segi artefaktual, maupun dari segi etnografinya. Pada artefak yang tersebar di Kerinci banyak kemiripan bentuk dengan artefaktt ual yang ada di Minangkabau, demikian juuga secara etnografi semisal sistim sosial yang juga matrilineal, atau garis eturunan dari Ibu. Sebagai bagian dari wilayah Jambi, identitas melayu Jambi juga melekat dalam identitas kebudayaan masyarakat kerinci. Fenomena ini pada akhirnya menjadi rumusan masalah yang membawa penulis untuk meneliti nya, lebih lanjut. Untuk menjawab ini maka digunakan metodologi arkeologi, dimulai proses ientifikasi kemudian melakukan analisis bentuk-bentuk akulturasi dua kebudayaan yang terdapat pada artefak dan tradisi masyarakat Kerinci. Hipotesa sementara, proses akulturasi yang terjadi bersifat perebutan dominasi, sehingga bentuk adopsi budaya yang paling mencolok dianggap sebagai patron budaya yang paling mempengaruhi, yang dalam hal ini adalah minangkaabu.
ANTARA SAKRAL DAN PROFAN: ANALISIS KONSEP BUDAYA ATAS PENEMPATAN MAKAM KESULTANAN INDRAGIRI TERHADAP SUNGAI INDRAGIRI Asyhadi Mufsi Sadzali
Khazanah: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam Vol. 9, No. 17, Januari-Juni 2019
Publisher : Program Studi Sejarah Peradaban Islam Fakultas Adab dan Humaniora UIN Imam Bonjol Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1283.8 KB) | DOI: 10.15548/khazanah.v0i0.184

Abstract

Makam merupakan salah satu bukti penting yang menunjukkan adanya perkembangan agama dan kebudayaan Islam di Nusantara di masa kesultanan, salah satunya berada di wilayah Kabupaten Indragiri Hulu, yang merupakan makam keluarga Kesultanan Indragiri. Makam kesultanan ini terletak di tiga lokasi yang berbeda: Komplek Makam Kota Lama di Kecamatan Rengat, Komplek Makam Japura di Kecamatan Lirik dan Komplek Makam Kota Rengat di Kecamatan Rengat Barat Provinsi Riau. Menjadi menarik, apabila ditinjau dari pemilihan dan penempatan lokasi makam, keseluruhannya berlokasi berdekatan dengan sungai atau Anak Sungai Indragiri Hulu. Hal ini kemudian menjadi penting untuk dilakukan pengkajian dan analisis dari sudut pandang arkeologi sejarah sebagai rumusan penelitian: bagaimana lokasi penempatan makam-makam Kesultanan Indragiri? Apa yang menjadi alasan atau landasan penempatan makam Kesultanan Indragiri? Pertanyaan tulisan ini selanjutnya diuraikan dan dianalisis dengan pendekatan metodologi arkeologi sejarah, sehingga menemukan muara hipotasa: bahwa sungai pada masa Kesultanan Indragiri menjadi sesuatu yang penting, sesuatu yang berfungsi sakral, juga sekaligus berfungsi profane.
Remains of the Site of Raden Mattaher's Resistance Against Dutch Colonialism in Jambi Asyhadi Mufsi Sadzali; Yundi Fitrah; Warni
Proceeding International Conference on Malay Identity Vol. 1 (2020): Desember 2020
Publisher : Jurusan Sejarah, Seni, dan Arkeologi, FKIP, Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (270.564 KB)

Abstract

Jambi region which experienced resistance movements against Dutch colonialism since 1834 which was started by Sultan Taha Syafuddin continued until his death in 1904 in Betung Bedara, Tebo region, Jambi. The struggle did not stop but was continued by one of the biggest and most feared by the Dutch , his name is Raden Mattaher bin Raden Kusin. Basically, Raden Mattaher's struggle began when he joined Panglima Sultan Taha in 1885, and was even nicknamed 'Singo Kumpeh'. Raden Mattaher's involvement in several places in Jambi has left artifacts that can be used as cultural heritage, which support the handover and confirmation of Radaen Mataher as the 2nd National Hero from the Jambi region. The research method used in this research was descriptive qualitative approach and to collect the data the researcher record the data in the field to identify the relationship between artifacts and historical events. The results showed that these artifacts were closely related to the revolutionary struggle of Raden Mattaher. Keywords : History, revolutionary struggle of Raden Mattaher, artifacts.