Siti Aisyah
Fakultas Adab dan Humaniora UIN Imam Bonjol Padang

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

TRADISI KULINER MASYARAKAT MINANGKABAU: Aneka Makanan Khas Dalam Upacara Adat dan Keagamaan Masyarakat Padang Pariaman Siti Aisyah
Majalah Ilmiah Tabuah: Ta`limat, Budaya, Agama dan Humaniora Vol. 21 No. 2 (2017): Majalah Ilmiah Tabuah : Ta`limat, Budaya, Agama dan Humaniora
Publisher : Fakultas Adab dan Humaniora UIN Imam Bonjol Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (574.13 KB) | DOI: 10.37108/tabuah.v21i2.65

Abstract

Minangkabau daerah yang kaya dengan aneka kuliner terkenal kelezatannya. Di setiap daerahnya juga memiliki tradisi yang berbeda dalam menyajikan kuliner tersebut sehingga terbentuk sebuah tradisi tersendiri dalam masyarakat. Padang Pariaman bagian dari daerah rantau Minangkabau memiliki aneka ragam kuliner (makanan) khas yang menjadi budaya masyarakatnya. Ada makanan khas yang dibuat dalam upacara adat dan ada juga dalam upacara keagamaan masyarakat. Keberadaan makanan tersebut dianggap penting dalam upacara tersebut, karena apabila dalam pelaksanaan upacara tersebut tidak membuat makanan tradisi yang biasa dilakukan, maka pelaksanaan upacara dianggap kurang lengkap. Umumnya makanan khas tersebut berbahan dasar beras ketan (pulut) dan santan kelapa, karena Padang Pariaman dikenal dengan sebagai daerah penghasil kelapa yang kental santannya. Diantara makanan yang dihidangkan dalam upacara dalam pelaksanaan tradisi adat seperti rendang, lapek bugis, juadah. Makanan tersebut disajikan dalam upacara perkawinan, batagak penghulu dan batagak rumah. Sedangkan dalam upacara keagamaan, makanan yang disajikan adalah lemang dan sambareh. Penyajian kedua jenis makanan ini menjadi tradisi bagi masyarakat Padang Pariaman. Munculnya tradisi ini seiring dengan penyebaran agama Islam di Minangkabau yang dikembangkan oleh Syekh Burhanuddin. Makanan lemang disajikan dalam upacara maulid nabi setiap bulan Rabiul Awal dan bulan Sya’ban dalam rangka menyambut bulan Ramadhan, bahkan nama bulan sya’ban bagi masyarakat Padang Pariaman lebih dikenal dengan istilah bulan lamang. Demikian juga halnya dengan makanan sambareh disajikan setiap bulan Rajab sehingga bulan ini dikenal dengan sebutan bulan Sambareh.
Dari Minangkabau Untuk Dunia Islam: Melacak Pemikiran Hamka sebagai Sejarawan Islam Lukmanul Hakim; Aziza Meria; Lisna Sandora; Siti Aisyah; Yulniza
Majalah Ilmiah Tabuah: Ta`limat, Budaya, Agama dan Humaniora Vol. 24 No. 1 (2020): Majalah Ilmiah Tabuah : Ta`limat, Budaya, Agama dan Humaniora
Publisher : Fakultas Adab dan Humaniora UIN Imam Bonjol Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (346.808 KB) | DOI: 10.37108/tabuah.v24i1.270

Abstract

Tujuan tulisan ini  untuk menganalisis perjalanan hidup Hamka sehingga dapat diidentifikasi latar minat istimewa sejarah Hamka, termasuk pengaruh faktor agama, pendidikan dan sosio-kultural terhadap persepsi dan interpretasi sejarah Hamka.  Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan historiografi. Latar belakang minat istimewa Hamka di bidang sejarah: Pertama, Hamka berasal dari lingkungan keluarga yang islami, sehingga Hamka dididik dengan semangat dan jiwa Islam. Pandangan hidup Hamka yang Islami ini terakumulasi pada dua sasaran, yaitu demi perjuangan Islam dan kewajiban moril terhadap bangsa. Kedua, bahaya yang mengancam Islam justeru dari lapangan kebudayaan, untuk itu Hamka terpanggil berkiprah di lapangan kebudayaan, khususnya tentang sejarah Islam. Ketiga, karena penulisan sejarah Islam di Indonesia di dominasi oleh penulis asing, maka banyak terjadi kekeliruan dan kesalahan data  yang tidak sesuai dengan fakta yang ada, hal ini disebabkan kepentingan kolonial dan kepentingan misionaris Kristen. Pandangan Hamka terhadap sejarah dipengaruhi oleh agama Islam, pendidikan, dan sosio-kultural, sehingga bagi Hamka sejarah Islam itu adalah sejarah dan agama Islam. Hamka adalah sejarawan dari masyarakat dan sejarawan otodidak, yang dibentuk oleh lingkungan keluarga, lingkungan alam tempat kelahirannya, kondisi zaman dan masyarakat tempat ia tumbuh dan hidup di tanah kelahirannya, Minangkabau, serta di perantauan yang berpindah-pindah