Ansaar Ansaar
Balai Pelestarian Nilai Budaya Sulawesi Selatan

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

TRADISI MAPPALESSO SAMAJA PADA MASYARAKAT LUWU DI DESA PATIMANG SULAWESI SELATAN Ansaar Ansaar
Pangadereng : Jurnal Hasil Penelitian Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 7, No 1 (2021)
Publisher : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36869/pjhpish.v7i1.179

Abstract

Tulisan ini merupakan hasil penelitian lapangan yang bertujuan selain menguraikan awal mula tradisi mappalesso samaja, juga untuk mengungkap nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya. Penelitian ini bersifat kualitatif deskriptif menggunakan teknik pengumpulan data berupa pengamatan,wawancara, dan studi pustaka. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa awal mula dilaksanakannya tradisi mappalesso samaja adalah karena adanya nazar atau “Samaja” yang pernah diucapkan oleh Datu Luwu Andi Djemma di hadapan para dewan adatnya dan para pemuda pejuang Luwu saat menghadapimomen kritis ketika memimpin perang gerilya mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada saat itu, Datu Luwu bernazar, bahwa kelak apabila perjuangan rakyat Luwu dalam membela Negara Kesatuan Republik Indonesia berhasil mencapai tujuan dan cita-cita proklamasi kemerdekaan.Oleh karena itu, sebagai bentuk kesyukuran kepada Allah SWT, beliau akan melaksanakan acara adat “Manre saperra” atau “Santap bersama” bersama seluruh lapisan masyarakat Luwu. Pelaksanaan tradisi mappalesso samaja secara garis besar terdiri atas tiga tahap, yakni: mallekke wae, maddoja-roja, danmanre saperra. Ada beberapa nilai budaya yang terkandung dalam pelaksanaan tradisi mappalesso samaja, yakni nilai kegotongroyongan, nilai religi, nlai musyawarah, nilai sosialisasi, nilai kepatuhan,nilai solidaritas, nilai estetika/keindahan, dan nilai hiburan.
MAKNA SIMBOLIK PAKAIAN ADAT MAMASA DI SULAWESI BARAT Ansaar Ansaar
Pangadereng : Jurnal Hasil Penelitian Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 4, No 1 (2018)
Publisher : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (648.534 KB) | DOI: 10.36869/pjhpish.v4i1.78

Abstract

Penulisan artikel ini, selain bertujuan untuk mendeskripsikan pakaian adat Mamasa juga untuk mengungkapkan makna simbolik yang terkandung di dalamnya. Materi dalam tulisan ini diambil dari hasil penelitian lapangan dengan menggunakan metode wawancara, pengamatan, dan studi pustaka. Hasil pembahasan menunjukkan, bahwa pakaian adat Mamasadalam penggunaannya,berkaitan erat dengan stratifikasi sosial yang ada di masyarakat. Selain berfungsi untuk menutupi fisik pemakai, pakaian adat Mamasa juga memiliki makna atau filosofi tersendiri sebagaimana yang diakui dalam masyarakat Mamasa dan tersirat melalui simbol-simbol tertentu. Pakaian adat Mamasa ini memiliki bentuk atau karakteristik tersendiri yang membedakan dengan pakaian adat dari daerah lainnya. Pakaian adat ini dibedakan dalam dua jenis, yaitu pakaian adat yang dipakai oleh kaum bangsawan (tana’ bulawan) dan pakaian adat untuk kalangan masyarakat umum.Diantaranya penggunaan bayu pongko’, bayu kalonda, dan talana tallu buku (celana khas Mamasa) yang merupakan simbol pakaian kebesaran bagi tokoh-tokoh hadat yang ada di Mamasa.Warna putih menjadi salah satu unsur pembeda dari kedua jenis ini.Demikian pula halnya dengan aksesoris yang dipakai, selain berfungsi sebagai pelengkap penampilan, aksesoris-aksesoris ini memiliki makna simbolik yang penting artinya bagi masyarakat Mamasa. Seperti pare passan (kalung), gayang (keris), gelang (rara maupun lola), yang merupakan simbol dari kekayaan si pemakai.
Pola Adaptasi Nelayan Terhadap Perubahan Iklim: Studi Kasus Nelayan Desa Bambu Kabupaten Mamuju Ansaar Ansaar
Pangadereng : Jurnal Hasil Penelitian Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 5, No 2 (2019)
Publisher : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (396.46 KB) | DOI: 10.36869/pjhpish.v5i2.40

Abstract

          Materi tulisan yang disajikan ini merupakan hasil penelitian lapangan yang dilakukan di Kabupaten Mamuju. Tulisan ini, selain bertujuan untuk mengetahui seberapa besar gejala-gejala perubahan iklim mempengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat nelayan di Desa Bambu Kabupaten Mamuju, juga untuk memahami bagaimana pola adaptasi yang dilakukan masyarakat nelayan tersebut dalam menghadapi perubahan ekologis lautan sebagai dampak perubahan iklim. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif yang dilengkapi dengan studi literatur. Pengambilan data primer dilakukan melalui wawancara mendalam, observasi, dan Focused Group Discussion (FGD). Hasil penelitian menunjukkan, bahwa dampak perubahan iklim terhadap kegiatan ekonomi nelayan di Desa Bambu, melalui dua aspek yaitu aspek ekologis dan sosial ekonom. Pada aspek ekologis, dampaknya dapat dilihat seperti perubahan musim ikan dan pola angin yang selalu berubah sehingga menyebabkan nelayan mengalami kerugian, karena semakin sulit menentukan waktu yang tepat untuk melaut. Sementara aspek sosial ekonomi, dampaknya yakni menurunnya kualitas sumber air penduduk, menurunnya hasil tangkapan nelayan yang dipicu oleh beberapa faktor, seperti sulitnya menentukan wilayah atau lokasi tangkapan, sulitnya menentukan musim penangkapan ikan, serta meningkatnya resiko melaut. Nelayan di Desa Bambu memiliki strategi adaptasi terhadap perubahan iklim, meskipun pada kenyataannya masih terdapat pula yang tidak melakukan aktifitas apapun ketika hasil tangkapan menurun. Ada beberapa pola adaptasi dan strategi ekonomi yang dilakukan nelayan setempat dalam menghadapi perubahan iklim, antara lain menjadi buruh bangunan, bertani, mengolah atau mengeringkan ikan untuk selanjutnya dijual kembali di pasar, menjadi tukang ojek, serta melakukan penghematan dengan cara mencukup-cukupkan apa yang ada agar kebutuhan makan setiap hari terpenuhi. Kata Kunci: Pola adaptasi, masyarakat nelayan, perubahan iklim.