Suriadi Mappangara
universitas hasanuddin

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

KEGAGALAN PARTAI KOMUNIS INDONESIA PADA PEMILIHAN UMUM 1955 DI DAERAH PEMILIHAN SULAWESI SELATAN/TENGGARA idwar anwar; Suriadi Mappangara; ilham makkelo
Pangadereng : Jurnal Hasil Penelitian Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 7, No 2 (2021)
Publisher : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36869/pjhpish.v7i2.208

Abstract

Pemilihan Umum 1955, Partai Komunis Indonesia (PKI) berhasil menempati posisi keempat perolehan suara secara nasional. Suara ini mayoritas diperoleh dari Daerah Pemilihan (Dapil) di pulau Jawa, yakni sebanyak 35 kursi (90%) dari 39 total kursi PKI di DPR. PKI tidak mampu mendapatkan suara untuk DPR dan hanya berhasil mendapatkan satu kursi untuk Konstituante di Dapil Sulawesi Selatan/Tenggara. Berdasarkan metode penelitian sejarah (heuristik, kritik atau verifikasi, interpretasi dan historiografi), kajian ini menguraikan berbagai penyebab terkait ketidakmampuan PKI mendulang suara di dapil Sulawesi Selatan/Tenggara, khususnya berdasarkan sumber-sumber primer yang ditemukan. Hasil kajian menunjukkan bahwa secara internal, PKI tidak memiliki jejaring struktur partai yang baik dan kurang tepat dalam menempatkan calon legislatif yang diusung. Secara eksternal, persaingan keras, utamanya dengan Masyumi yang sangat giat menuding PKI sebagai partai yang antiagama danTuhan, membuat PKI sulit berkembang. Kultur masyarakat yang religius yang menyebabkan PKI tidak diterima dengan baik. Ditambah lagi dengan kerasnya penolakan Kahar Muzakkar terhadap PKI. Kahar Muzakkar yang melakukan pemberontakan ketika itu, bahkan sangat berkeinginan untuk menggagalkan pemilu 1955.
Pertanian dan Irigasi Kolonial di Bone, 1911-1942 Suratman Suardi; Amrullah Amir; Suriadi Mappangara
Fajar Historia: Jurnal Ilmu Sejarah dan Pendidikan Vol 7 No 1 (2023): Juni
Publisher : Universitas Hamzanwadi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29408/fhs.v7i1.11146

Abstract

In the early decades of the 20th century, the Dutch East Indies government implemented the "ethical policy" in Bone. Bone was a potentially lucrative land that provided surplus growth to the economy, with the majority of its population relying on agriculture. The land was primarily managed by a rain-fed system, which presented opportunities for improving irrigation and increasing production. The purpose of this research is to understand how irrigation development supported agriculture in Bone between 1911 and 1942. The study employs historical methods consisting of heuristic, verification, interpretation, and historiography stages. The sources include documents, artifacts, newspapers, and magazines. The findings indicate that irrigation served as a transitional means of peace in the traditional-to-modern way of life for the community. Irrigation development was implemented gradually, from dam structures to canal channels, and built semi-permanently and permanently. Irrigation was intensively developed from 1920 to 1942 in Lerang, Maradda, Palakka, Pattiro, Palengoreng, Amali, Wolangi, Melle, Pacing, Bengo, Lanca, and Padang Lampe. These developments resulted in increased agricultural production and the export of crops through shipping and trading activities at Pallime, Bajoe, Ujung Pattiro and Barebbo ports.Dekade awal abad ke-20, pemerintah Hindia Belanda melaksanakan kebijakan politik etis di Bone. Bone merupakan lahan potensial yang memberikan surplus terhadap pertumbuhan ekonomi. Mayoritas masyarakatnya bergantung pada pertanian. Lahan yang dikelola didominasi sistem tadah hujan, memberikan peluang pendekatan tersedianya kebutuhan air dan peningkatan produksi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pembangunan irigasi dalam menopang pertanian di Bone kurun tahun 1911-1942. Penelitian ini menggunakan metode sejarah, terdiri dari tahapan heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi. Sumber diperoleh berupa arsip, artefak, koran, dan majalah. Hasil penelitian menunjukkan irigasi menjadi sarana perdamaian transisi kehidupan masyarakat tradisional ke modern. Pembangunan irigasi dilaksanakan secara bertahap, dari bangunan bendung hingga saluran kanal, dan dibangun secara semi dan permanen. Irigasi dibangun secara intensif dari Kurun tahun 1920-1942, di Lerang, Maradda, Palakka, Pattiro, Palengoreng, Amali, Wolangi, Melle, Pacing, Bengo, Lanca, dan Padang Lampe. Pembangunan tersebut menunjukkan peningkatan hasil produksi dan ekspor hasil pertanian melalui kegiatan pelayaran dan perdagangan di pelabuhan Pallime, Bajoe, Ujung Pattiro dan Barebbo.