Thoriqul Aziz
UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

MAKNA FILOSOFIS UBORAMPE DAN PROSESI TEMU MANTEN DI JAWA Thoriqul Aziz; Ahmad Khoiri
Bahasa Indonesia Vol 7 No 2 (2021): TASAWUF DAN TRADISI KEAGAMAAN LOKAL
Publisher : Program Studi Ilmu Tasawuf IAI Pangeran Diponegoro Nganjuk, Jawa Timur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (466.773 KB) | DOI: 10.53429/spiritualis.v7i2.348

Abstract

Upacara pernikahan adat Jawa memiliki makna filosofis yang unik dan layak untuk dijadikan renungan bagi kedua mempelai saat menikah. Uborampe dan prosesi temu manten di Jawa bukanlah pepaes tanpa makna. Tetapi prosesi itu memiliki makna mendalam dan luhur yang jarang diketahui orang. Artikel ini membahas tentang makna filosofis uborampe dan prosesi pernikahan Jawa. Penelitian ini menggunakan gabungan antara field-research dengan library research. Hasil penelitian ini ada dua, yaitu makna filosofis dari prosesi acara dan makna filosofis dari uborampe yang digunakan pada saat acara tersebut. Pertama, makna filosofis dari prosesi yaitu: Asraqal adalah sambutan bagi calon pemimpin baru atau raja baru. Balangan suruh menandakan orang yang dituju dengan ketulusan niat; menginjak telur memiliki makna ‘memecah keperawanan’ supaya memiliki anak; mencuci kaki suami memiliki makna kesucian lahir batin dan membawa nama harum keluarga; berjabat tangan menyilang sebagai simbol ikatan yang kuat. Diberi minum air kendi memberikan makna supaya selalu ingat kepada yang memberi penghidupan; sembah sungkem memberikan makna minta restu kepada orang tua; dahar kembul memiliki makna dinikmati bersama apapun pahit-manisnya hidup. Kacar-kucur memiliki makna suami harus bisa memenuhi kebutuhan lahir batin istrinya. Sedangkan makna filosofis dari uborampe yang identik dalam upacara temu manten adalah gedang rojo memiliki makna sebagai raja; kembar mayang memiliki makna selaras nan indah dari lika-liku kehidupan; bentuk burung dalam kembar mayang memiliki makna jangkauan luas dan kesetiaan; bentuk keris menandakan bahwa pengantin pria mampu melindungi diri dan keluarganya; bentuk walang sebagai simbol agar tidak terjadi halangan; bentuk uler-uleran sebagai simbol adanya hama dalam kehidupan; bentuk payung sebagai simbol melindungi dan mengayomi; daun pohon beringin sebagai simbol rindang dan sejuk. Buah-buahan di kwade sebagai simbol matang dan siap santap. Cengkir yang berada di depan pintu gerbang rumah menandakan sang pengantin sudah siap mengarungi bahtera rumah tangga. Bunga melati yang dikenakan pengantin wanita sebagai simbol kesucian dan keperawanan; dan sajen memiliki simbol ‘damai’ dengan siapapun yang akan mengganggu.
I’jaz Peradaban (hadhari) Dalam Al-Qur’an Thoriqul Aziz; Ahmad Zainal Abidin
Jurnal Semiotika Quran Vol 1 No 2 (2021): Jurnal Semiotika-Q : Kajian Ilmu al-Quran dan Tafsir
Publisher : Program Magister Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (865.643 KB) | DOI: 10.19109/jsq.v1i2.10193

Abstract

Artikel ini membahas I’jaz peradaban (hadhari) dalam Alquran.Penulis ingin meneliti lebih dalam ayat-ayat Alquran yang dapat membentuk peradaban Islam. Dengan metode deskriptis-analisis dan dibantu analisis fakta sejarah,penulis menemukan aspek I’jaz peradaban dalam Alquran pada ayat-ayat jihad.Suatu peradaban dapat terbentuk dengan konsep jihad yang bermakna dasar kesungguh-sungguhan.Hal ini terbukti dengan adanya peradaban Islam semenjak hadirnya sampai masa-masa dinasti Islam di abad pertengahan.Peradaban yang dibentuk Alquran berbeda dengan peradaban yang lainnya.Dengan teks Alquran, umat Islam mampu menciptakan peradaban yang maju.Hal ini senada dengan tesis Nasr Hamid Abu Zaid, bahwa peradaban Islam adalah “peradaban teks”.