Rahmi Yulifianti
Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Malang

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

TEPUNG KASAVA MODIFIKASI SEBAGAI BAHAN SUBSTITUSI TERIGU MENDUKUNG DIVERSIFIKASI PANGAN Yulifianti, Rahmi; Ginting, Erliana; Utomo, Joko Susilo
Buletin Palawija No 23 (2012): BULETIN PALAWIJA Mei 2012
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tepung kasava modifikasi (modified casssava flour = mocaf) potensial sebagai bahan substitusi terigu dalam rangka mendukung diversifikasi pangan. Proses modifikasi pembuatan mocaf dengan fermentasi menggunakan inokulum bakteri asam laktat menyebabkan terjadinya perubahan sifat fisikokimia dan amilografi serta sifat organoleptik tepung. Mocaf bersifat lebih mudah larut di dalam air, lebih mudah mengembang ketika dipanaskan, tidak beraroma khas ubikayu, berwarna lebih cerah/putih, dan lebih lunak tekstur produknya dibandingkan dengan tepung ubikayu tanpa fermentasi dan terigu. Proporsi mocaf sebagai bahan substitusi terigu bervariasi antara 30–40% pada produk roti, pastrydan mie, 50–100% pada produk kue basah (cakes), kue kering (cookies), aneka produk gorengan danjajanan basah/pasar. Harga mocaf di pasaran berkisar antara Rp4.100–5.000 per kg, relatif lebih murah dibanding harga terigu yang berkisar antara Rp5.220–7.250 per kg. Usaha agroindustri mocaf dapat diterapkan dengan model kemitraan antara petani/kelompok tani sebagai produsen sawut kering dengan industri besar yang memproduksi tepung sekaligus memasarkan. Peningkatan produksi ubi kayu diperlukan untuk mendukung ketersediaan bahan baku. Kebijakan Pemerintah yang berpihak kepada pengembangan industri tepung lokal untuk mengurangi impor terigu serta sosialisasi dan promosi produk olahan mocaf juga perlu diintensifkan untuk mempercepat adopsinya oleh industri dan masyarakat.
TEPUNG KASAVA MODIFIKASI SEBAGAI BAHAN SUBSTITUSI TERIGU MENDUKUNG DIVERSIFIKASI PANGAN Yulifianti, Rahmi; Ginting, Erliana; Utomo, Joko Susilo
Buletin Palawija No 23 (2012)
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tepung kasava modifikasi (mocaf) potensial sebagai bahan substitusi tepung terigu dalam rangka mendukung diversifikasi pangan. Proses modifikasi pembuatan mocaf dengan fermentasi menggunakan inokulum bakteri asam laktat menyebabkan terjadinya perubahan sifat fisikokimia dan amilografi serta sifat organoleptik tepung. Mocaf bersifat lebih mudah larut di dalam air, lebih mudah mengembang ketika dipanaskan karena viskositas puncaknya meningkat, tidak beraroma khas ubikayu, berwarna lebih cerah/putih, dan lebih lunak tekstur produknya bila dibandingkan dengan tepung ubikayu tanpa fermentasi dan terigu. Proporsi mocaf sebagai bahan substitusi terigu bervariasi antara 30 – 40 % pada produk roti, pastry dan mie, 50 – 100 % pada produk kue basah (cakes), kue kering (cookies), aneka produk gorengan dan jajanan basah/pasar. Harga mocaf di pasaran berkisar antara Rp. 4.100 - 5.000 per kg, relatif lebih murah dibandingkan dengan tepung terigu yang harganya berkisar antara Rp. 5.220 - 7.250 per kg. Usaha agroindustri mocaf dapat diterapkan dengan model kemitraan antara petani/kelompok tani sebagai produsen sawut kering dengan industri besar yang memproduksi tepung sekaligus memasarkan. Peningkatan produksi ubikayu diperlukan untuk mendukung ketersediaan bahan baku yang melalui adopsi varietas unggul berpotensi hasil dan kadar pati tinggi, teknologi budidaya yang tepat serta pengaturan waktu tanam dan panen. Kebijakan pemerintah yang berpihak kepada pengembangan industri tepung lokal untuk mengurangi impor terigu serta sosialisasi dan promosi produk olahan mocaf yang tidak kalah citra dan citarasanya dibanding 100 % terigu juga perlu diintensifkan untuk mempercepat adopsinya oleh industri dan masyarakat.
Ubijalar Sebagai Bahan Diversifikasi Pangan Lokal Sweet Potatoes as Ingredients of Local Food Diversification Ginting, Erliana; Yulifianti, Rahmi; M. Jusuf, M. Jusuf
JURNAL PANGAN Vol 23, No 2 (2014): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (515.647 KB) | DOI: 10.33964/jp.v23i2.63

Abstract

Ditinjau dari nilai gizi dan ketersediaan bahan baku, ubijalar potensial sebagai bahan diversifikasi pangan lokal. Keberadaan beta karoten sebagai provitamin A, antosianin dan fenol sebagai antioksidan, serat pangan, dan indeks glikemiknya yang relatif rendah juga merupakan nilai tambah ubijalar sebagaipangan fungsional. Namun pemanfaatannya masih terbatas pada makanan tradisional sehingga citranya seringkali dianggap rendah (inferior). Untuk mendukung percepatan diversifikasi konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal (P2KP), telah dikembangkan beragam produk olahan ubijalar dari umbi segar, pasta, tepung maupun pati, diantaranya keripik, stik, jajanan basah, selai, saos, cake, kue kering, rerotian, mie, dan jus dengan proporsi ubijalar 10 - 100 persen. Untuk menjamin pasokan bahan baku, diperlukan varietasunggul ubijalar berpotensi hasil tinggi (> 25 t/ha) dan sesuai pemanfaatannya untuk produk pangan tertentu serta teknik budidaya yang tepat. Varietas Sukuh, Shiroyutaka, dan Jago sesuai untuk bahan baku tepung dan pati; Cangkuang, Sari, Kidal, Papua Pattipi, Papua Solossa untuk umbi kukus; Beta 1 dan Beta 2 kaya beta karoten; Antin 1 (putih keunguan) sesuai untuk keripik dan calon varietas Antin 2 dan Antin 3 kaya antosianin. Pengembangan agroindustri ubijalar ke depan cukup prospektif seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan makanan sehat dan adanya dukungan kebijakan untuk mengurangi impor pangan dengan mengoptimalkan pemanfaatan bahan pangan lokal. kata kunci: ubijalar, nilai gizi, kesehatan, diversifikasi olahan, varietas unggul.Sweet potato is potentially used as an ingredient for local food diversification with respect to its nutrient value and availability. The presence of beta carotene as provitamin A, anthocyanins and phenolic compounds as antioxidants, dietary fiber, and relatively low glycemic index, give added value of sweet potato as functional food. However, its utilization is limited to traditional foods, which are frequently assumed to be inferior. In terms of diversification of local food-based consumption, a number of products derived from fresh tuber, paste, flour, and starch have been developed, including chips, stick, snacks, ketchup, jam, cake, cookies, bread and bakery products, noodle, and juice with a proportion of 10-100 percent. In order to guarantee fresh tuber supply, high yielding improved varieties and appropriate cultivation technologies is required. Sukuh, Shiroyutaka, and Jago varieties are tailored for flour and starch purposes, while Cangkuang, Sari, Kidal, and Papua Pattipi, Papua Solossa are suitable for steamed tubers. Beta 1 and Beta 2 are rich in beta carotene; Antin 1 (white purplish) is preferred for deep-fried chips, whereas Antin 2 and Antin 3 (to bereleased) contain high anthocyanins. The development of sweet potato-based agro industry is promising along with the increase needs of healthy foods and supported government policy to reduce imported foods through the optimal utilization of local food.