Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

The Transaction Cost of Sugarcane Farmers: An Explorative Study Yustika, Ahmad Erani
Journal of Indonesian Economy and Business Vol 23, No 3 (2008): July
Publisher : Journal of Indonesian Economy and Business

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Industri gula sampai kini masih menjadi prioritas dalam pembangunan sektor pertanian di Indonesia, khususnya di Jawa Timur. Tetapi, kinerja industri gula di Jawa timur dalam dua dekade ini cenderung menurun, yang antara lain dapat dilihat dari penurunan jumlah produksi. Penelitian ini menggunakan analisis ekonomi biaya transaksi untuk mengidentifikasi masalah industri gula di Jawa Timur. Riset ini mengkomparasikan biaya transaksi antara petani tebu kontrak dan non-kontrak di Kabupaten Malang dan Kediri (Jawa Timur). Secara lebih detail, studi ini memperlihatkan bahwa ongkos untuk mengorganisasi tebang-muat-angkut (TMA) (termasuk biaya karung) berkontribusi paling tinggi dari total biaya transaksi petani tebu, baik berdasarkan lokasi, tipe petani, maupun luas lahan. Jika dianalisis lebihdetail, ditemukan fakta-fakta sebagai berikut: (i)biaya transaksi TMA lebih besar petani tebu kontrak daripada non-kontrak; (ii) biaya komisi yang diberikan kepada perantara lebih besar petani tebu non-kontrak daripada kontrak; dan (iii) proporsi bunga kredit terhadap total biaya transaksi pada petani tebu kontrak cukup tinggi karena sering terjadi keterlambatan penyaluran kredit, di samping fakta bahwa rata-rata jumlah kredit petani tebu kontrak lebih besar ketimbang non-kontrak.Key words: institutional economics, transaction costs, contract and non-contract sugarcane farmers, East Java
PROBLEMS OF THE INDONESIAN SUGAR INDUSTRY: AN INSTITUTIONAL ECONOMICS PERSPECTIVE Yustika, Ahmad Erani
Journal of Indonesian Economy and Business Vol 20, No 4 (2005): October
Publisher : Journal of Indonesian Economy and Business

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Diantara sekian banyak komoditas pertanian yang memainkan peran strategis diIndonesia, gula merupakan salah satu produk yang mendapatkan perhatian sangat besardari pemerintah. Masalahnya, sejak beberapa dekade terakhir, industri gula di Indonesiamengalami kemerosotan yang luar biasa, baik karena faktor internal maupun eksternal.Akibat persoalan ini, Indonesia yang semula menjadi eksportir gula terbesar kedua didunia, saat ini justru menjadi salah satu negara importer gula terbesar di dunia. Secaraumum, bila dipetakan, masalah pada industri gula di Indonesia berakar dari empat faktorbeikut: (i) inefisiensi pada level petani; (ii) inefisiensi pada tingkat pabrik gula (iii)kebijakan pemerintah yang tidak efektif; dan (iv) perdagangan produk gula sangat distortifdalam pasar internasional. Tulisan ini, dengan cara yang berbeda, berargumentasi bahwasebagian dari penyebab kemunduran industri gula nasional disebabkan oleh inefisiensikelembagaan (institutional inefficiency), baik pada level kebijakan kelembagaan(institutional environment) maupun kesepakatan kelembagaan (institutional arrangement).Keywords: sugar industry, institutional transaction costs.
Situasi Pangan Kedepan dan Kebijakan Ketahanan Pangan Hasan, M. Fadhil; Yustika, Ahmad Erani
JURNAL PANGAN Vol 17, No 2 (2008): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1055.351 KB) | DOI: 10.33964/jp.v17i2.248

Abstract

Era pangan murah telah berlalu sejak melonjaknya harga pangan akhir-akhir ini.Kompetisi pangan (food), pakan (feed), dan energi (fuel) mendorong peningkatan harga produk pertanian. Kondisi ini diperparah dengan masalah perubahan iklim yang semakin tidak bersahabat bagi kegiatan pertanian. Walaupun dalam publikasi FAO baru-baru ini, Indonesia bukan termasuk sepuluh negara paling rawan pangan di dunia dan juga Asia, namun dengan mempertimbangkan berbagai realitas pertanian yang membujur mulai hulu sampai dengan hilir, kelangkaan pangan sangat mungkin terjadi dalam beberapa tahun ke depan. Pembangunan pertanian dan ketahanan pangan di Indonesia masih belum menampakkan hasil yang memadai. Komitmen pemerintah untuk betul-betul mengembangkan sektor pertanian belum tampak, bahkan cenderung semakin turun dari waktu ke waktu. Kenaikan harga pangan saat ini seharusnya menjadi berkah bagi Indonesia yang dikenal memiliki sumber daya pertanian cukup melimpah dan bukannya menjadi beban dan masalah. Pengelolaan yang diiringi dengan strategi kebijakan yang tepat menjadi kunci bagi persoalan pertanian saat ini. Berpijak pada realitas tersebut, tulisan ini mencoba menggambarkan perkembangan sektor pertanian selama ini, sekaligus menawarkan pendekatan kebijakan yang komprehensif dan integral bagi perbaikan arah pembangunan sektor pertanian sekarang dan ke depan. Tujuannya supaya ketahanan pangan nasional bisa terealisir, tidak hanya pada tingkatan tercukupinya produksi pangan tetapi juga dari sisi aksesibilitas dan stabilitas harga.
Daya Saing industri Gula di Era Industri 4.0 Yustika, Ahmad Erani
Policy Brief Pertanian, Kelautan, dan Biosains Tropika Vol 1 No 1 (2019): Policy Brief Pertanian, Kelautan dan Biosains Tropika
Publisher : Direktorat Kajian Strategis dan Reputasi Akademik IPB University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29244/agro-maritim.0101.25-27

Abstract

Industri makanan dan minuman memiliki kontribusi besar pada industri manufaktur di Indonesia, salah satunya adalah industri gula. Pada 2015 gula domestik saat ini hanya mencapai 2,5 ton, sementara kebutuhan mencapai 6,5 juta ton. Jadi kebutuhan tambahan sekitar 3-4 juta ton gula impor per tahun. Namun sejak tahun 1997 sampai sekarang kita belum bisa mencukupi kebutuhan gula sehingga masih tergantung pada impor. Akibatnya terjadi rembesan Gula Kristal Rafinasi yang harganya lebih murah ke pasar konsumsi. Padahal GKR diperuntukkan untuk bahan baku industri. Fakta ini semakin merugikan petani tebu. Rekomendasi Jangka panjang adalah perombakan sistem tata niaga gula di Indonesia, sebagai berikut : menghilangkan dualisme pasar GKP dan GKR, menciptakan iklim usaha yang sehat untuk mendorong investasi di industri gula yang efiesien, menjaga kestabilan harga di pasar dengan memilikinya informasi pasar (supply dan demand) yang akurat dan tepat waktu oleh Kementan dan Kemendag, jangka pendek adalah perombakan sistem tata niaga gula di Indoensia,sebagai berikut : Menciptakan distribusi tertutup dengan menggunakan barcode.
THE ROLE OF GOVERNMENT, TRADITIONAL INSTITUTION, AND SOCIAL CAPITAL FOR EMPOWERING SMALL AND MEDIUM INDUSTRIES Yuliarmi, Ni Nyoman; Suman, Agus; Kiptiyah, S.M.; Yustika, Ahmad Erani
Journal of Economics, Business, and Accountancy Ventura Vol. 15 No. 2 (2012): August 2012
Publisher : Universitas Hayam Wuruk Perbanas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14414/jebav.v15i2.75

Abstract

There are some factors which are deemed to have an effect in empowering the small and mediumindustries (SMIs). This study determines the roles of government, traditional institutions, and socialcapital for the empowerment of SMIs. Purposive Sampling method was used to determine the district/city in the sample. Sample units in each selected district/city were used Stratified RandomSampling method as many as 204 people. Structural Equation Modeling (SEM)-based variance isused as analysis technique aided by program Partial Least Square (PLS). The results showed that:1) the role of government through the relevant agencies has not been able to directly influence theempowerment of SMIs. 2) The role of traditional institutions through social roles, cultural, economicand financial has a positive effect for the empowerment of SMIs. 3) Social capital has a positiveeffect on the role of government to empower SMIs. 4) Social capital has a positive effect on therole of traditional institutions for the empowerment of SMIs. 5) Social capital is not directly affectingthe empowerment of SMIs. 6) The role of government through the relevant agencies has a positiveinfluence on the role of traditional institutions for the empowerment of SMIs.