Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search
Journal : Proyeksi: Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial dan Humaniora

Politik Pencitraan Dalam Pemilu Presiden Republik Indonesia Tahun 2014 Syarif Usmulyadi
Proyeksi: Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 20, No 1 (2015): PROYEKSI, Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial dan Humaniora
Publisher : FISIP Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1280.541 KB) | DOI: 10.26418/proyeksi.v20i01.914

Abstract

Ada banyak fakta begitu besar pengaruh politik pencitraan terhadap proses suksesi, sehingga tanpa strategi dan politik pencitraan mustahil kemenangan diraih, tak terkecuali dalam Pilpres RI 2014. Penggunaan metode deskriptif kualitatif digunakan dengan pusat penelitian pada wacana teks bertujuan untuk mengetahui bagaimana realita pencitraan Pilpres 2014 dikonstruksi menjadi sebuah berita (realitas media). Hasil penelitian menemukan ada kesamaan pola politik pencitraan yang dilakukan kontestan Pilpres melalui janji-janji peningkatan dan perbaikan disegala bidang dengan parameter program dan aksi bombastis sehingga kedua capres diopinikan memahami persoalan bangsa, dan mampu memberikan solusi atas berbagai isu yang dirasakan seluruh elemen masyarakat; Ada kesamaan pola politik pencitraan dari kedua kubu Capres untuk menggunakan isu tertentu pada segmen yang dipilih; Ada kesamaan pola memanfaatkan media daring dan seluruh jaringannya untuk mengoptimalkan pencitraan lewat berita, namun tidak pada kendali respon komentar terhadap isi pemberitaan; Ada dinamika dalam persepsi publik berbasis daring dengan corak tegas pro dan kontra terhadap opini yang diberitakan yang diindikasikan sebagai suatu bentuk psywar dunia maya dari masing-masing kekuatan tim, relawan dan partisipan yang mengarah kepada “medan tempur” cybertroop (pasukan siber); Realitas media mengkonstruksikan Capres Joko Widodo lebih merata disegala lini isu dan target pemilih sehingga tampak lebih maksimal dalam mengeksplorasi janji-janji yang berat kedalam pesan singkat dan sederhana; Merek personal masing-masing Capres berhasil melewati situasi tahapan citra mulai dari fase pengenalan, pertumbuhan, dan peningkatan hingga pasca pilpres, dan diprediksi mengalami kejenuhan dan penurunan pada presiden terpilih jika gagal memenuhi janji-janji kampanye di fase awal kepemimpinannya. Kata Kunci: Citra, Opini Publik, Pilpres 
Dualisme Partai Golkar dan Implikasinya Terhadap Pilkada Serentak 2015 Syarif Usmulyadi
Proyeksi: Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 20, No 2 (2015): PROYEKSI, Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial dan Humaniora
Publisher : FISIP Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (984.451 KB) | DOI: 10.26418/proyeksi.v20i02.909

Abstract

Dualisme Partai Golkar antara kubu Munas Bali (ARB) dan Munas Ancol yang tak kunjung usai sejak penghujung 2014, berpotensi merugikan partai tersebut dalam Pemilu Kepala Daerah (Pilkada) serentak yang diselenggarakan KPU 9 Desember 2015. Fenomena konflik parpol tersebut menarik untuk diteliti secara deskriptif kualitatif karena hendak menggambarkan bagaimana dualisme Partai Golkar berdampak terhadap Pilkada serentak di Kalimantan Barat, dengan subjek paslon Bupati dan Wakil Bupati pada Pilkada Kabupaten Sambas, Kapuas Hulu, Sintang, Sekadau, Melawi, Bengkayang, dan Ketapang. Instrumen framing sebagai pengumpul data dan analisis media dengan metode konstruktivisme, dimana teori penahapan konflik Fisher untuk analisis datanya. Hasil penelitian menunjukkan fakta bahwa dualisme partai berimplikasi pada keikutsertaan Partai Golkar yang hanya bisa tampil di dua kabupaten, yakni Kabupaten Sekadau dan Kabupaten Sintang dari 7 Kabupaten Pilkada Serentak Kalbar, atau hanya dua paslon dari 20 paslon yang ikut dalam kontestasi pilkada serentak. Resolusi islah atau rekonsiliasi yang diprakarsai para tokoh senior Partai Golkar, ternyata tidak memungkinkan secara efektif mampu mengkonsolidasikan kekuatan kedua kubu, untuk bersinergi dalam setiap tahapan dalam jadwal Pilkada yang sangat ketat. Sehingga beberapa kader menggunakan jalur lain atau prosedur pencalonan independen agar bisa tampil dalam kontestasi Pilkada Serentak Kalbar tahun 2015. Kata Kunci: Dualisme Partai, Pilkada Serentak, Implikasi