Septian Teguh Wijiyanto
Universitas Negeri Yogyakarta

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

TJOKROAMINOTO: SOSIALISME ISLAM Septian Teguh Wijiyanto; Ajat Sudrajat
BIHARI: JURNAL PENDIDIKAN SEJARAH DAN ILMU SEJARAH Vol 2, No 1 (2019)
Publisher : Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (260.031 KB)

Abstract

H. O. S. Tjokroaminoto merupakan tokoh pergerakan yang sangat berpengaruh di Indonesia, terutama pemikiran-pemikirannya terkait Sosialisme Islam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) dasar pemikiran sosialisme; (2) sosialisme Barat dan sosialisme Islam; (3) pemikiran sosialisme Islam Tjokroaminoto. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah oleh Kuntowijoyo yang terdiri dari lima tahap. Tahap yang pertama adalah pemilihan topik. Tahap kedua adalah pengumpulan sumber baik sumber primer maupun sekunder. Tahap ketiga adalah verifikasi atau kritik sumber. Tahap keempat adalah interpretasi untuk menafsirkan fakta-fakta sejarah yang ditemukan. Tahap kelima adalah historiografi atau penulisan sejarah. Hasil penelitian ini adalah: (1) Sosialisme Barat lahir dari masyarakat industri Eropa pada abad ke-19 dimana terjadi ketimpangan kondisi sosial, ekonomi, dan politik. Sosialisme Barat tidak terkait dengan kondisi agama. (2) Prinsip keadilan, kesetaraan, dan persaudaraan merupakan prinsip yang dipegang teguh baik oleh sosialisme Islam maupun sosialisme Barat. Sosialisme Islam dibangun atas dasar ketentuan atau aturan-aturan berdasarkan firman Allah dan hadist Rasulullah. Sosialisme Islam juga dibangun atas dasar keyakinan terhadap keberadaan Allah sebagai zat yang Maha Kuasa. (3) Pemikiran politik H.O.S. Tjokroaminoto tentang sosialisme Islam memberikan gambaran tentang paham sosialisme yang dibangun atas dasar ajaran agama Islam, yang bersumber dari Al-Quran dan As-Sunnah. Sosialisme Islam yang dikemukakan oleh Tjokroaminoto merupakan sosialisme yang telah berjalan sejak masa kepemimpinan Rasulullah S.A.W dan para sahabatnya. Dengan demikian sosialisme Islam tidaklah dipengaruhi oleh paham sosialisme yang berasal dari Barat yang baru berkembang pada abad ke-19.
Sekolah Raja (Hoofdenschool) sebagai Sekolah Pangreh Praja 1865-1900 Septian Teguh Wijiyanto
BIHARI: JURNAL PENDIDIKAN SEJARAH DAN ILMU SEJARAH Vol 5, No 1 (2022)
Publisher : Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstrakPemerintahan Belanda di Hindia Belanda tidak dapat dilepaskan dari peran dan pengaruh kaum priayi dalam hal ini pangreh praja. Para pangreh praja atau sering disebut Inlands Bestuur dalam sistem pemerintahan mereka sengaja dibentuk demi kepentingan pemerintahan. Penelitian ini bertujuan untuk; 1) mengetahui latar belakang berdirinya Sekolah Raja, 2) perkembangan Sekolah Raja tahun 1865 sampai dengan 1900 sebagai alat pendidikan Belanda yang memanfaatkan para kaum priayi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian sejarah menurut Kuntowijoyo yang terdiri dari; pemilihan topik, heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi. Hasil penelitian ini adalah pendidikan bagi kaum priayi dalam bentuk berdirinya Sekolah Raja bukan karena Belanda ingin sungguh-sungguh memberikan pendidikan bagi masyarakat Hindia Belanda (pribumi), melainkan untuk mendapatkan tenaga administratif yang terampil dan dapat digaji rendah. Hal ini dapat dibuktikan dengan sistem pendidikan dan kurikulum yang diterapkan mengarahkan para priayi ini untuk menjadi pekerja bagi pemerintah Belanda nantinya. Sekolah Raja dianggap sebagai simbiosis yang saling menguntungkan baik bagi pemerintah Belanda dan para priayi. Akan tetapi dalam perkembangannya banyak pangreh praja yang menolak untuk masuk dalam pemerintahan Belanda.Kata kunci: Sekolah Raja, Pangreh Praja, Priayi, Pemerintah BelandaAbstractThe Dutch government in the Dutch East Indies could not be separated from the role and influence of the priayi in this case the pangreh praja. The pangreh praja or often called the Inlands Bestuur in their government system were deliberately formed for the sake of the government. This research aims to; 1) know the background of the establishment of the Hoofdenschool, 2) the development of Hoofdenschool from 1865 to 1900 as a Dutch educational tool that utilized the priayi. The research method used is the historical research method according to Kuntowijoyo which consists of; topic selection, heuristics, verification, interpretation, and historiography. The result of this study is education for the priayi in the form of the establishment of the Hoofdenschool not because the Dutch really wanted to provide education for the people of the Dutch East Indies (natives), but to get skilled and low-paid administrative staff. This can be proven by the education system and curriculum applied to direct these priayi to become workers for the Dutch government later. Hoofdenschool was considered a mutually beneficial symbiosis for both the Dutch government and the aristocrats. However, in its development, many pangreh praja refused to enter the Dutch government.Keywords: Hoofdenschool, Pangreh Praja, Priayi, Dutch Government. AbstrakPemerintahan Belanda di Hindia Belanda tidak dapat dilepaskan dari peran dan pengaruh kaum priayi dalam hal ini pangreh praja. Para pangreh praja atau sering disebut Inlands Bestuur dalam sistem pemerintahan mereka sengaja dibentuk demi kepentingan pemerintahan. Penelitian ini bertujuan untuk; 1) mengetahui latar belakang berdirinya Sekolah Raja, 2) perkembangan Sekolah Raja tahun 1865 sampai dengan 1900 sebagai alat pendidikan Belanda yang memanfaatkan para kaum priayi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian sejarah menurut Kuntowijoyo yang terdiri dari; pemilihan topik, heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi. Hasil penelitian ini adalah pendidikan bagi kaum priayi dalam bentuk berdirinya Sekolah Raja bukan karena Belanda ingin sungguh-sungguh memberikan pendidikan bagi masyarakat Hindia Belanda (pribumi), melainkan untuk mendapatkan tenaga administratif yang terampil dan dapat digaji rendah. Hal ini dapat dibuktikan dengan sistem pendidikan dan kurikulum yang diterapkan mengarahkan para priayi ini untuk menjadi pekerja bagi pemerintah Belanda nantinya. Sekolah Raja dianggap sebagai simbiosis yang saling menguntungkan baik bagi pemerintah Belanda dan para priayi. Akan tetapi dalam perkembangannya banyak pangreh praja yang menolak untuk masuk dalam pemerintahan Belanda. Kata kunci: Sekolah Raja, Pangreh Praja, Priayi, Pemerintah Belanda.   AbstractThe Dutch government in the Dutch East Indies could not be separated from the role and influence of the priayi in this case the pangreh praja. The pangreh praja or often called the Inlands Bestuur in their government system were deliberately formed for the sake of the government. This research aims to; 1) knowing the background of the establishment of the Hoofdenschool, 2) the development of Hoofdenschool from 1865 to 1900 as a Dutch educational tool that utilized the priayi. The research method used is the historical research method according to Kuntowijoyo which consists of; topic selection, heuristics, verification, interpretation, and historigraphy. The result of this study is education for the priayi in the form of the establishment of the Hoofdenschool not because the Dutch really wanted to provide education for the people of the Dutch East Indies (natives), but to get skilled and low-paid administrative staff. This can be proven by the education system and curriculum applied to direct these priayi to become workers for the Dutch government later. Hoofdenschool was considered a mutually beneficial symbiosis for both the Dutch government and the aristocrats. However, in its development many pangreh praja refused to enter the Dutch government. Keywords: Hoofdenschool, Pangreh Praja, Priayi, Dutch Government.