Sun Choirol Ummah
Universitas Negeri Yogyakarta

Published : 8 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

Counter-narratives of religious radicalism through mosque-based Islamic education to build inclusive religiosity in Indonesia Marzuki Marzuki; Benni Setiawan; Sun Choirol Ummah
Jurnal Kependidikan Penelitian Inovasi Pembelajaran Vol 7, No 1 (2023)
Publisher : Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/jk.v7i1.60058

Abstract

This research is motivated by the emergence of various acts of violence in the name of religion, especially Islam, which have disturbed society and the state. One form of acts of violence is based on narrow religious thoughts which ultimately lead to radical actions. This research aims to counter-narrate religious radicalism through mosque-based Islamic education as joint efforts to build inclusive religiosity in Indonesia. This study is a qualitative research in the form of case stury. The location of this study is Batam City, Riau Islands. Data collection uses observation, interviews, and focus group discussion (FGD) techniques and is assisted with documentation. Data analysis uses interactive analysis techniques. The results of the research found a formulation of mosque-based Islamic education in Batam City which was attempted by Islamic leaders and figures who are members of an organization called the Persatuan Muballigh Batam (Batam Muballigh Association), Nahdlatul Ulama, and Muhammadiyah. It is through Islamic education that religious (Islamic) activities in Batam City have been successfully controlled, especially through maximizing the role of the mosque as the center of Islamic education so as to ensure the implementation of moderate and tolerant Islamic teachings. This research also found a counter-narrative formulation of religious radicalism in order to build a civilized and inclusive Muslim society in Indonesia.
TINDAKAN ABORSI DI INDONESIA MENURUT HUKUM ISLAM Choirol Ummah, Sun
Humanika: Kajian Ilmiah Mata Kuliah Umum Vol. 14 No. 1 (2014): Humanika: Kajian Ilmiah Mata Kuliah Umum
Publisher : Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/hum.v14i1.3465

Abstract

Aborsi dalam bahasa Arab disebut isqatu al-hamli al-ijhad, merupakantindakan penghentian dini suatu proses alami atau penyakit, pengeluaran hasilkonsepsi dari uterus sebelum janin viabel.Secara umum, pengguguran kandungandapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu: pengguguran spontan dan pengguguran buatanatau disengaja.Aborsi spontanadalah pengguguran tidak sengaja yang terjadi tanpatindakan apapun.Sedangkan aborsi buatan adalah pengguguran yang terjadi sebagaiakibat dari suatu tindakan. Aborsi dalam bentuk kedua ini dapat dibedakan dalam 2macam, yaitu aborsi articialis therapicus dan aborsi procatus criminalis. Aborsiarticialis therapicus adalah pengguguran yang dilakukan oleh dokter atas dasarindikasi medis yang dilakukan sebagai penyelamatan terhadap jiwa ibu yangterancam bila kelangsungan kehamilan dipertahankan.Sedangkan aborsi provocatuscriminalis adalah pengguguran yang dilakukan tanpa dasar indikasi medis misalnya,aborsi yang dilakukan untuk meniadakan hasil hubungan seks diluar perkawinan atauuntuk mengakhiri perkawinan yang tidak dikehendaki.Kata Kunci: Aborsi, Perempuan, Hukum Islam
DIALEKTIKA AGAMA DAN NEGARA DALAM KARYA JURGEN HABERMAS Ummah, Sun Choirol
Humanika: Kajian Ilmiah Mata Kuliah Umum Vol. 16 No. 1 (2016): Humanika: Kajian Ilmiah Mata Kuliah Umum
Publisher : Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/hum.v16i1.12140

Abstract

Agama di negara sekuler dianggap tidak memiliki pengaruh sama sekali terhadap dinamika negara. Habermas melalui teori rasio komunikatif, etika diskursus, dan demokrasi deliberatif pada akhirnya memandang bahwa dalam negara demokratis yang terdapat dialog antara agama dan negara justru menunjukkan betapa agama mampu menggerakkan negara untuk selalu beradaptasi dan saling berkomunikasi. Cara yang digunakan yakni agama harus mentransformasi diri dari agama mitis (religious-metaphysical) ke agama rasional (religious-post-metafisik). Di sini warga beragama dan warga sekuler dalam masyarakat post-sekuler dapat saling belajar satu sama lain. Warganegara beriman juga mesti belajar dari sains dan teknologi yang memiliki klaim-klaim kesahihan ilmu pengetahuan. Warganegara beriman juga harus tunduk dan mengakui rasio sekuler yang menjadi basis legitimasi negara hukum demokratis.
MELACAK ETIKA PROTESTAN DALAM MASYARAKAT MUSLIM INDONESIA Ummah, Sun Choirol
Humanika: Kajian Ilmiah Mata Kuliah Umum Vol. 17 No. 2 (2017): Humanika: Kajian Ilmiah Mata Kuliah Umum
Publisher : Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/hum.v17i1.18565

Abstract

Etika Protestan mendasarkan pada tradisi penyelamatan dari aliran Calvinisme.Paham yang dipelopori oleh Yohanes Calvin ini menekankan bahwa segala kehidupan didunia merupakan pengabdian terhadap Tuhan. Kaum Calvinis mengajarkan kepadapengikutnya untuk gigih dalam menggapai kejayaan hidup di dunia. Hal itu hanya akandapat diwujudkan dengan spirit dan etos kerja keras. Bila seseorang menginginkankehidupan akhirnya bahagia, maka harus berupaya untuk memperbanyak harta. Islamsebagai agama yang sangat lengkap mengatur tata kehidupan pemeluknya jugamemberikan arahan menjalankan kehidupan ekonominya. Harta bukanlah tujuan, ia hanyasekedar alat untuk menumpuk pahala demi tercapainya falah (kebahagiaan dunia danakhirat). Empat prinsip utama dalam sistem ekonomi yang diisyaratkan dalam Alquranyakni hidup hemat dan tidak bermewah-mewahan, pengimplementasian zakat,penghapusan riba, dan menjalankan usaha-usaha yang halal. Protestant ethics is based on the salvation tradition of Calvinism. This notion pioneered byJohn Calvin emphasizes that all life in the world is devotion to God. Calvinists teach theirfollowers to be persistent in achieving the glory of life in the world. It will only be realizedby the spirit and ethos of hard work. If someone wants life to finally be happy, then theymust try to increase their wealth. Islam as a religion that is very complete governs the lifeof its adherents also provides direction to run its economic life. Property is not a goal, it isonly a tool to accumulate merit for the achievement of falah (happiness of the world andthe hereafter). The four main principles in the economic system that are implied in theQur'an are living frugally and not being extravagant, implementing zakat, abolishingusury, and running halal businesses.
KASUS CERAI GUGAT PADA ISTRI BERPENDIDIKAN TINGGI Ummah, Sun Choirol
Humanika: Kajian Ilmiah Mata Kuliah Umum Vol. 11 No. 1 (2011): Humanika: Kajian Ilmiah Mata Kuliah Umum
Publisher : Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/hum.v11i1.20995

Abstract

Tingkat pendidikan yang rendah dan komitmen keluarga yang rapuh, seringkali memicu berbagai konflik dalam rumah tangga, utamanya terhadap perempuan. Banyaknya perempuan berpendidikan tinggi dewasa ini, tidak hanya membanggakan perempuan sendiri sebagai pelaku pendidikan, namun merambah pada lingkungan keluarga, lembaga pendidikan, para pemerhati kesetaraan gender hingga pemegang kebijakan pendidikan di tingkat daerah maupun nasional. Berbekal pendidikan tinggi, perempuan lebih memiliki akses yang luas di ranah publik. Banyak sekali perempuan telah mampu bersaing di hampir seluruh lini pekerjaan, sehingga kebijakan pemerintah pun kini mulai bergeser, tidak hanya mengacu pada kebijakan maskulinitas, walaupun berbagai bias masih saja ditemukan. Tingkat pendidikan yang tinggi, karir yang mapan, dan kesejahteraan yang terjamin merupakan tapakan sinergis dalam menata sebuah kehidupan rumah tangga. Namun, di pihak lain pendidikan tinggi yang dimiliki istri, justru menjadi bumerang terhadap meningkatnya kasus cerai gugat. Hal ini ditengarai akibat pengaruh budaya modern, kemandirian ekonomi istri, kejelian istri menangkap permasalahan keluarga, dan keberaniannya menyuarakan hak-haknya.
MENEROPONG PEMIKIRAN MARK JUERGENSMEYER TENTANG IDENTITAS AGAMA ANTI GLOBAL Ummah, Sun Choirol
Humanika: Kajian Ilmiah Mata Kuliah Umum Vol. 17 No. 1 (2017): Humanika: Kajian Ilmiah Mata Kuliah Umum
Publisher : Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/hum.v17i1.23121

Abstract

Agama antiglobal dalam cermatan Mark Juergensmeyer merupakan perwujudandari gerakan dalam agama yang anti-Westernisme. Gerakan agama ini membencimodernitas ala Barat jenis apa pun, baik dalam eksploitasi ekonomi, politik, maupunbudaya. Anehnya, gerakan agama ini skeptis dalam memandang modernisme, sekularisme,dan individualisme. Gerakan ini justru mengadopsi teknologi dan sistem moneter modernala Barat. Tidak hanya itu, gerakan ini juga mengklaim bahwa nasionalisme religious dinegara-bangsa modern merupakan ide bentukannya. Pada kenyataannya, gerakan agamaini justru mengalami kerancuan dalam memahami antara konsep westernisasi, modernisasidan globalisasi, hingga seolah ia kehilangan identitas dirinya. Identitas agama dianggappenting karena menjadi spirit, dasar pijakan, visi, dan misi sebuah gerakan.The antiglobal religion in Mark Juergensmeyer's view is the embodiment of the anti-Westernism movement. This religious movement hates any kind of Western-stylemodernity, both in economic, political and cultural exploitation. Strangely, this religiousmovement was skeptical in viewing modernism, secularism and individualism. Thismovement actually adopted technology and a modern Western-style monetary system. Notonly that, this movement also claimed that religious nationalism in the modern nation-statewas an idea formed. In fact, this religious movement actually experienced confusion inunderstanding between the concepts of westernization, modernization and globalization,until it seemed that it lost its identity. Religious identity was considered important becauseit became the spirit, foundation, vision and mission of a movement.
Metode tafsir kontemporer Abdullah Saeed Ummah, Sun Choirol
Humanika: Kajian Ilmiah Mata Kuliah Umum Vol. 18 No. 2 (2018): Humanika: Kajian Ilmiah Mata Kuliah Umum
Publisher : Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/hum.v18i2.29241

Abstract

The Qur'an as an open book does not close the ongoing interpretation in accordance with the times, situations and conditions. This is important so that the Qur'an does not experience stagnation of meaning. The problem arises when some Muslim scholars do not have the courage to develop the meaning and interpretation of the Qur'an which is considered sinful and fears of changing the Qur'anic text. In other spaces, it turns out that the meaning of the Qur'an with the classical approach will be considered rigid, and untouchable. Abdullah Saeed captures how the efforts to interpret the Qur'an must continue and adapt to the times. Departing from the courage of the companions of the Prophet Muhammad in interpreting the verses about the law, it turns out that the law must be arrested in accordance with its laws, not just enforcing its laws. In line with Saeed, some scientists interpret the method and approach of the Qur'an to carry out concept renewals, from textual, semi-textual, contextual, and contextual progressive. Saeed defined himself to the interpreter with a contextual progressive approach. That is, the interpretive approach considers legal-legal ethics and value hierarchy. The reader should carry out a continuous process of interpretation of the text and be adapted to the socio-historical context.Alquran sebagai kitab terbuka tidak menutup interpretasi yang berkelanjutan sesuai dengan perkembangan zaman, situasi dan kondisi. Hal ini penting agar Alquran tidak mengalami kemandegan makna. Permasalahan muncul ketika sebagian sarjana Muslim tidak memiliki keberanian untuk mengembangkan makna dan penafsiran Alquran yang dinilai berdosa dan kekhawatiran merubah teks Alquran. Di ruang lainnya ternyata pemaknaan Alquran dengan pendekatan klasik akan dianggap kaku, rigit, dan tak tersentuh.Abdullah Saeed menangkap betapa upaya pemaknaan Alquran harus terus dilanjutkan dan disesuaikan dengan perkembangan zaman. Berangkat dari keberanian para sahabat Nabi Muhammad dalam menafsirkan ayat-ayat tentang hukum, ternyata hukum harus ditangkap sesuai dengan etis-hukumnya, tidak justru menegakkan legal-hukumnya. Senada dengan Saeed beberapa ilmuwan metode dan pendekatan tafsir Alquran mengadakan pembaruan-pembaruan konsepnya, dari tekstualis, semi-tekstualis, kontekstualis, dan progesif kontekstualis. Saeed mendefinisikan dirinya pada penafsir dengan pendekatan progesif kontekstualis. Artinya, pendekatan tafsirnya mempertimbangkan etis-legal teks dan hirarki nilai. Pembaca seharusnya melakukan proses interpretasi secara berkesinambungan (a continous process) terhadap teks dan disesuaikan dengan socio-historical context-nya.
Paradigma keilmuan Islam di perguruan tinggi Ummah, Sun Choirol
Humanika: Kajian Ilmiah Mata Kuliah Umum Vol. 19 No. 2 (2019): Humanika: Kajian Ilmiah Mata Kuliah Umum
Publisher : Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/hum.v19i2.30300

Abstract

Science and religion should be able to be completed even if they should be able to work together and complement each other. On the other hand, there is unease among scientists who consider that methodological tools in science cannot be applied in religious studies, or assume that religious values cannot help scientists find the truth. In this case, there are those who still view that both (science and religion) are single entities or positioned as isolated entities. The antithesis of both is seen in the interconnected entities model as a more advanced perspective that touches on the problem of approaches and methods and procedures. There are four typologies of the relationship between science and religion that often arise including; conflict, independence, dialogue and integration. The most recent typology that is widely used is the integration combined with interconnection. It is appropriate for universities in Indonesia to strive to get closer, integrate and connect between science and religion so that the values of life that are in the area of meaning (religion) and want to be achieved can be achieved. Sains dan agama selayaknya dapat dipersandingkan bahkan keduanya seyogyanya mampu bersinergi dan saling mengisi. Di sisi lain, ada kegamangan di antara para ilmuwan yang  menganggap bahwa perangkat metodologis dalam ilmu pengetahuan tidak bisa diterapkan dalam kajian keagamaan, atau menganggap bahwa nilai-nilai agama tidak bisa membantu para saintis untuk menemukan kebenarannya. Dalam hal ini ada yang masih memandang bahwa keduanya (ilmu dan agama) merupakan single entity atau diposisikan sebagai isolated entities. Antitesis keduanya terlihat pada model interconnected entities sebagai cara pandang yang lebih maju yang menyentuh persoalan pendekatan (approach) dan metode berfikir serta penelitian (process and procedure). Ada empat tipologi hubungan sains dan agama yang sering muncul diantaranya; konflik, independen, dialog, dan integrasi. Tipologi terkini yang banyak digunakan yakni integrasi yang dikombinasikan dengan interkoneksi. Selayaknya perguruan tinggi yang ada di Indonesia berupaya keras untuk mendekatkan, mengintegrasikan dan mengoneksikan antara sains dan agama sehingga  nilai-nilai kehidupan yang berada pada wilayah makna (agama) dan ingin dituju bisa tercapai.