Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Modalitas Bahasa Retorika Pidato Anas Urbaningrum Berhenti sebagai Ketua Umum Partai Demokrat (Analisis Semiotika M.A.K. Halliday) Jaka Sindu
MediaKom : Jurnal Ilmiah Komunikasi Vol 9, No 1 (2019): Mediakom Jurnal Ilmiah Ilmu Komunikasi
Publisher : Universitas Mercu Buana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The purpose of this study is to describe the meaning construction of social semiotics, political relations, and modalities subtitles rhetoric. This study uses Descriptive Research Methods, Social Semiotics research analysis method MAK Halliday, with the constructivist paradigm that sees social reality, as a result of construction, and the truth is a social reality is relative. Construction of meaning as verbal analysis are: speech style is dominated by Ethos style which indicates the case as a result of political engineering Susilo Bambang Yudhoyono (SBY); defense (pledoi or white book Anas); Anas personal imaging with style feel "bulliying", as is commonly done SBY. Anas superior construction using non-verbal body language, style of speech SBY duplicated. Anas way to deliver a speech, stressing emphasis on words, phrases, and sentences, with a flat facial expression. Assessment of text-context through social semiotics indicate conflict of interests and power between SBY and Anas Urbaningrum. Style language used is sarcasm (satire) and eufismisme (smoothing). Language modality dominated by modality possibility-sure-confidence. Criticism of the attitude of the language (modality) is the absence of evidence in the trial, so that this speech could be interpreted as political propaganda, maintaining a good image Anas Urbaningrum which in the future will come back to politics after serving his sentence. Keywords: rhetoric, text-context, and the modalities language.
Wajah Penyiaran Telivisi Digital Indonesia: Tinjauan Revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran Jaka Sindu
INSANI Vol 5 No 1 (2018): INSANI
Publisher : STISIP Widuri Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (69.399 KB)

Abstract

Perserikatan Bangsa-bangsa–PBB melalui International Telecommunication Union menetapkan tanggal 17 Juni 2015 sebagai batas waktu negara-negara di seluruh dunia untuk melakukan migrasi dari Penyiaran Televisi Analog ke Penyiaran Televisi Digital-Analog Switch Off (ASO) (The Geneva 2006 Frequency PlanGE 06 Agreement). 99 persen wilayah dunia telah mengimplementasikan hal tersebut. Namun hingga kini Indonesia belum bisa melaksanakan kewajiban tersebut karena masih terkendala regulasi yang belum ada. Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran tidak secara tegas mengatur masalah tersebut. Pemerintah melalui Kementrian Komunikasi dan Informasi kemudian menerbitkan dua peraturan menteri, yaitu: Peraturan Menteri No. 22/2011, tentang Penyelenggaraan Penyiaran Televisi Digital Terestrial Penerimaan Tetap Tidak Berbayar (Free To Air) dan Peraturan Menteri No. 23 Tahun 2011 tentang Rencana Induk (Master Plan) Frekuensi Radio untuk Keperluan Televisi Siaran Digital Terestrial Pada Pita Radio 478 – 694 MHz. Kedua peraturan tersebut kalah dalam judicial review di Mahkamah Konstitusi oleh Institute of Community and Media Development (Incode) dan juga kembali kalah dalam Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) oleh Asosiasi Televisi Jaringan Indonesia (ATJI). Kemudian pemerintah mengubah paradigma frekuensi milik publik menjadi milik negara, spektrum frekuensi radio (digunakan sebagai kanal penyiaran televisi) merupakan sumber daya alam terbatas dan kekayaan nasional yang dikuasai negara dan dikelola oleh pemerintah untuk digunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat sesuai dengan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, dan menunjuk LPP TVRI sebagai operator tunggal penyelenggara frekuensi digital. Kementerian Komunikasi dan Informasi mengajukan revisi UU No.32 Tahun 2002 tentang Penyiaran untuk mengakomodir regulasi tersebut, tetapi meskipun sudah diputuskan melalui voting di Badan Legislasi DPR RI, beberapa fraksi partai yang kalah tetap tidak bisa menerima keputusan tersebut karena dianggap sebagai tindakan monopoli terhadap penyiaran televisi Indonesia, dan menghambat demokratisasi penyiaran.
Framing Berita dan Independensi TVRI Pada Pemberitaan Covid-19 di Era New Normal Gagah Permana; Jaka Sindu
INSANI Vol 8 No 1 (2021): INSANI
Publisher : STISIP Widuri Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (69.413 KB)

Abstract

Penelitian ini meneliti bagaimana framing pemberitaan Covid-19 di era new normal dan independensi TVRI pada program “Jakarta Hari Ini”. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan analisis deskriptif. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara serta dokumentasi. Dengan teknik purposive sampling, peneliti memilih dua informan, yakni Produser dan Kordinator Liputan TVRI Jakarta. Pemeriksaan keabsahan data menggunakan triangulasi sumberdan triangulasi teknik. Peneliti menganalisis beberapa naskah pemberitaan Covid-19 di era new normal TVRI Jakarta untuk mengetahui framing yang dibuat dalam pemeberitaan tersebut dengan menggunakan model analisis William A. Gamson dan Modigliani. Peneliti menemukan framing yang dibuat TVRI Jakarta menekankan agarmasyarakat bisa mematuhi setiap protokol kesehatan dalam melakukan kegiatan di luar rumah untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19 di DKI Jakarta. Namun peneliti menganggap dalam kasus pemberitaan Covid-19 di era new normal ini TVRI Jakarta tidak bersikap independen karena tidak berada diantara pemerintah dan masyarakat. Itu terlihat pada hasil analisis naskah pemberitaannya yang lebih didominasi oleh pemberitaan dari pemerintah. Penelitian ini dapat memperkaya kajian media, khususnya mengetahui framing pemberitaan Covid-19 di era new normal TVRI Jakarta dan independensinya dalam pemberitaan.