Helmia Farida
Unknown Affiliation

Published : 15 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 15 Documents
Search

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS EKSTRAK JAHE MERAH (ZINGIBER OFFICINALE VAR. RUBRUM) DENGAN KETOKONAZOL 2% SECARA IN VITRO Suci Guntari; Budhi Surastri; Helmia Farida
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 6, No 2 (2017): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (435.97 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v6i2.18635

Abstract

Latar Belakang : Infeksi Malassezia sp. Sering terjadi di daerah tropis karena kurangnya efektivitas obat antijamur, sehingga perlu antijamur alternatif. Penelitian ini menguji efek antijamur jahe merah. Senyawa alami ekstrak jahe merah ini diharapkan mampu mengatasi infeksi Malassezia sp..Tujuan  : Menguji efektivitas ekstrak jahe merah dibanding ketokonazol 2% dalam menghambat pertumbuhan Malassezia sp.Metode : Penelitian eksperimental laboratorium dengan post test only control group design. Jumlah sampel 35 media MH yang dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan. Tiga kelompok diantaranya diberikan ekstrak jahe merah dengan konsentrasi berturut 83%, 90%, 95%, 1 kelompok berupa MH dengan ketokonazol 2% dan 1 kelompok berupa media MH tanpa substansi antijamur (kontrol positif), dilanjutkan dengan menanam Malassezia sp. 0,5 McFarland. Sampel diinkubasi selama 24-48 jam pada suhu 34o C. Analisis statistic menggunakan uji Kruskal- wallis dan dilanjutkan dengan uji post hoct Mann-whitney.Hasil : Pertumbuhan Malassezia sp. didapatkan pada kelompok kontrol positif dan tidak didapatkan pada kelompok yang mengandung ekstrak jahe merah dan ketokonazol.Uji Kruskal-wallis dilanjutkan dengan Mann-whitney menunjukkan perbedaan bermakna         (p= 0,000) antara kelompok kontrol positif dengan kelompok ekstrak jahe merah 83%,90%,dan 95% maupun kelompok ketokonazol 2% dan tidak ada perbedaan bermakna (p=1,000) diantara ekstrak jahe merah 83%, 90%, 95% dengan ketokonazol 2%.Kesimpulan : Ekstrak jahe merah memiliki efektivitas antijamur yang sama dengan ketokonazol 2%.
PERBANDINGAN PERTUMBUHAN HAEMOPHILUS INFLUENZAE PADA AGAR COKLAT BERBASIS BLOOD AGAR, TRYPTIC SOY AGAR DAN COLUMBIA AGAR Triyoga Sulistyaningsih; Rebriarina Hapsari; Helmia Farida
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 7, No 2 (2018): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (408.316 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v7i2.21498

Abstract

Latar Belakang: H. influenzae merupakan bakteri yang sulit ditumbuhkan dan memerlukan nutrisi dan lingkungan yang khusus (fastidious) meskipun ditumbuhkan pada media standarnya yaitu agar coklat. Modifikasi basis media adalah salah satu cara untuk meningkatkan pertumbuhan koloni H. influenzae.Tujuan: Menganalisis perbandingan pertumbuhan H. influenzae pada agar coklat dengan basis media blood agar, TSA dan columbia agarMetode: Isolat murni H. influenza yang disimpan pada STGG di -80°C ditanam pada media agar coklat dengan basis media blood agar, TSA dan columbia agar. Media yang telah ditanami sampel diinkubasi pada suhu 37°C dengan tekanan CO2 5%, kemudian diamati setelah diinkubasi selama 24 jam dan 48 jam. Diameter koloni diukur menggunakan ruler di Adobe photoshop dan analisis data yang dilakukan adalah uji one–way Anova dan dilanjutkan dengan post–hoc untuk diameter koloni dan uji chi square untuk zona pertumbuhan dan karakteristik koloniHasil: Diameter koloni pada basis media TSA dalam 24 jam dan 48 jam (2,31±0,58 dan 3,02±0,77 mm) tidak menunjukkan perbedaan signifikan dibandingkan basis media blood agar (2,20±0,69 dan 2,34±0,96 mm) dan columbia agar (2,04±0,59 dan 2,55±0,67 mm) dengan p = 0,650 (24 jam) dan p = 0,440 (48 jam). Tidak ada perbedaan bermakna juga ditemui pada zona pertumbuhan dengan p = 0,638 (24 jam) dan p = 0,342 (48 jam) serta karakteristik koloni.Kesimpulan: Modifikasi media dengan mengganti basis media dengan TSA dan columbia agar tidak meningkatkan kemampuan media dalam menumbuhkan H. influenzae.
KUALITAS DAN KUANTITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA KASUS PENYAKIT DALAM SEBELUM DAN SETELAH PENYULUHAN PPRA DI RUMAH SAKIT NASIONAL DIPONEGORO Nathalia Tiara Mulia Kartika; Endang Sri Lestari; Helmia Farida; V. Rizke Ciptaningtyas
Jurnal Kedokteran Diponegoro (Diponegoro Medical Journal) Vol 8, No 4 (2019): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (376.565 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v8i4.25491

Abstract

Latar Belakang: Salah satu penyebab penggunaan antibiotik yang tidak tepat adalah kurangnya pengetahuan dari tenaga medis. Edukasi yang efektif dapat meningkatkan pengetahuan tenaga medis dalam menggunakan antibiotik secara bijak. Edukasi tersebut dapat berupa penyuluhan tentang PPRA (Program Pengendalian Resistensi Antimikroba). Tujuan: Menganalisis kualitas dan kuantitas penggunaan antibiotik pada kasus penyakit dalam sebelum dan setelah penyuluhan PPRA di Rumah Sakit Nasional Diponegoro (RSND). Metode: Penelitian ini menggunakan desain suatu studi intervensi. Sampel adalah 68 rekam medis pasien RSND dengan kasus penyakit dalam yang diterapi antibiotik, masing-masing 34 sampel sebelum dan setelah penyuluhan. Kualitas dan kuantitas penggunaan antibiotik dibandingkan periode sebelum dan setelah penyuluhan. Penilaian kualitas penggunaan antibiotik berdasarkan kriteria van der Meer – Gyssens dengan menggunakan uji Chi-square. Penilaian kuantitas penggunaan antibiotik berdasarkan klasifikasi Anatomical Therapeutic Chemical (ATC) dan satuan Defined Daily Dose/ 100 pasien-hari dengan menggunakan uji independent t test atau uji Mann-Whitney. Hasil: Kualitas penggunaan antibiotik kategori bijak meningkat dari 28,0% menjadi 33,3%, kategori tidak bijak menurun dari 26,0% menjadi 4,8%, dan kategori tanpa indikasi meningkat dari 46,0% menjadi 61,9% setelah penyuluhan (p = 0,022). Defined Daily Dose/ 100 pasien-hari sebelum penyuluhan adalah 103,65 dan setelah penyuluhan adalah 99,63 (p = 0,092). Kesimpulan: Penyuluhan yang diberikan tidak cukup untuk memperbaiki kualitas dan kuantitas penggunaan antibiotik, diperlukan intervensi lain pada faktor pendukung seperti kebijakan rumah sakit, sistem reward and punishment serta pemberian umpan balik.Kata Kunci: Kualitas, kuantitas, penggunaan antibiotik, penyakit dalam, penyuluhan, PPRA
FAKTOR RISIKO KOLONISASI STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO Gaza Muhammad Anjartama; Purnomo Hadi; Helmia Farida
Jurnal Kedokteran Diponegoro (Diponegoro Medical Journal) Vol 6, No 3 (2017): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (298.591 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v6i3.18390

Abstract

Latar Belakang: Staphylococcus aureus adalah organisme komensal di manusia. Paling banyak berada di nares anterior. Mahasiswa fakultas kedokteran merupakan salah satu kelompok yang rentan terhadap kolonisasi S aureus. Penelitian ini bertujuan untuk mencari faktor risiko kolonisasi S. aureus pada mahasiswa fakultas kedokteran Universitas Diponegoro.Metode: Desain penelitian ini adalah observasional dengan pendekatan cross-sectional. Sebanyak 50 mahasiswa mengisi kuesioner dan swab hidung. Identifikasi koloni S. aureus dilakukan di laboratorium mikrobiologi. Data diolah menggunakan uji chi-square kemudian dilakukan uji regresi logistic.Hasil: Prevalensi kolonisasi S. aureus dalam penelitian ini adalah 32%. Tempat tinggal bukan kost merupakan faktor risiko kolonisasi S. aureus pada mahasiswa fakultas kedokteran Universitas Diponegoro (p = 0,012). Sedangkan usia (p = 0,159), jenis kelamin (p = 0,057), frekuensi membersihkan tempat tinggal (p = 0,824), kepadatan tempat tinggal (p = 0,362), kebiasaan mencuci tangan (p = 0,320) dan kebiasaan mengorek hidung (p = 0,398) tidak berpengaruh terhadap kolonisasi S. aureus pada mahasiswa fakultas kedokteran Universitas Diponegoro.Simpulan: Prevalensi S, aureus pada mahasiswa fakultas kedokteran Universitas Diponegoro dalam penelitian ini sebesar 32%. Faktor tempat tinggal bukan kost merupakan faktor risiko kolonisasi S. aureus pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, sedangkan usia, jenis kelamin, kebiasaan mencuci tangan, kebiasaan mengorek hidung, kepadatan tempat tinggal, dan frekuensi membersihkan tempat tinggal tidak memiliki kemaknaan terhadap kolonisasi S. aureus pada mahasiswa fakultas kedokteran Universitas Diponegoro.
EFEKTIVITAS MINYAK ATSIRI DAUN KEMANGI (OCIMUM BASILICUM) SEBAGAI ANTISEPTIK UNTUK HIGIENE TANGAN Amalia An Nidha; Purnomo Hadi; Helmia Farida
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 6, No 2 (2017): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (365.008 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v6i2.18540

Abstract

Latar Belakang: Tangan yang bersih merupakan salah satu faktor paling penting dalam pencegahan penyebaran penyakit karena cuci tangan dapat menurunkan jumlah kuman pada telapak tangan. Oleh karena itu, higiene tangan tidak hanya menjaga tubuh tetap sehat tetapi juga memutus rantai penyebaran penyakit. Minyak atsiri daun kemangi memiliki kandungan utama linalool yang berpotensi sebagai antibakteri dan termasuk golongan turunan senyawa fenol yang bekerja merusak membran sel.Tujuan: Menguji efektivitas minyak atsiri daun kemangi (Ocimum basilicum) sebagai antiseptik untuk higiene tangan.Metode: Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental dengan rancangan pre test and post test control group design. Penelitian ini menggunakan 5 kelompok, yaitu 3 kelompok eksperimental, 1 kontrol positif, dan 1 kontrol negatif. Penelitian dilakukan dengan menghitung penurunan jumlah bakteri dari pre test dan post test kemudian membandingkan dengan kontrol.Hasil: Setelah dilakukan uji hipotesis didapatkan adanya perbedaan bermakna dalam prosentase penurunan jumlah bakteri antara minyak atsiri pada semua konsentrasi yang diuji dengan kontrol negatif (alcohol handrub) yaitu p=0,008 (0,5% v/v), p=0,005 (0,25% v/v), dan p=0,005 (0,125% v/v). Sedangkan perbedaan tidak bermakna (p=>0,05) ditunjukkan pada prosentase penurunan bakteri antara kontrol positif dengan semua konsentrasi minyak atsiri dan antara setiap peningkatan konsentrasi yang diuji.Kesimpulan: Efektivitas minyak atsiri daun kemangi sampai dengan konsentrasi 0,5% v/v sebagai antiseptik untuk higiene tangan tidak memiliki aktivitas antibakteri sebaik alcohol handrub dalam mengurangi jumlah bakteri di tangan. Peningkatan konsentrasi minyak atsiri yang lebih tinggi sampai dengan 0,5% v/v tidak memberikan efek yang lebih baik dalam mengurangi jumlah bakteri di tangan.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRESTASI BELAJAR PASIEN TALASEMIA MAYOR ANAK Laurentia Julia Wijaya; Yetty Movieta Nency; Helmia Farida
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 7, No 2 (2018): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (459.892 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v7i2.20719

Abstract

Latar belakang: Prestasi belajar dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal. Salah satu faktor internal adalah faktor kesehatan, dimana anak yang sakit lebih sukar belajar. Talasemia merupakan penyakit genetik kelainan darah akibat kekurangan produksi hemoglobin. Kualitas hidup anak talasemia pada aspek edukasi masih kurang.Tujuan: Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar pasien talasemia mayor anak. Menganalisis hubungan frekuensi transfusi darah, rata-rata kadar hemoglobin sebelum transfusi, kepatuhan terapi kelasi besi, tingkat penghargaan diri, serta tingkat dukungan keluarga dengan prestasi belajar pasien talasemia mayor anak.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan belah lintang. Subjek penelitian adalah 24 pasien talasemia mayor usia 8-15 tahun yang menjalani transfusi di Semarang. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei-Juli 2017 menggunakan data catatan medik, wawancara, kuesioner Coopersmith Self-Esteem Inventory School Form dan kuesioner tingkat dukungan keluarga, serta nilai rapor. Analisis statistik menggunakan uji Chi Square.Hasil: Tidak didapatkan perbedaan yang bermakna antara frekuensi transfusi darah (p=0,408), rata-rata kadar hemoglobin sebelum transfusi (p=0,098), kepatuhan terapi kelasi besi (p=0,264), tingkat penghargaan diri (p=1,000), serta tingkat dukungan keluarga (p=1,000) dengan prestasi belajar. Ditemukan hubungan yang bermakna antara frekuensi transfusi darah dengan rata-rata kadar hemoglobin (p=0,035). Hubungan frekuensi transfusi darah dengan tingkat penghargaan diri menunjukkan perbedaan signifikan (p=0,032). Adanya hubungan yang bermakna antara usia dengan kepatuhan terapi kelasi besi (p=0,046).Kesimpulan: Frekuensi transfusi darah, rata-rata kadar hemoglobin sebelum transfusi, kepatuhan terapi kelasi besi, tingkat penghargaan diri, serta tingkat dukungan keluarga bukan merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar pasien talasemia mayor anak.
FAKTOR RISIKO KOLONISASI STREPTOCOCCUS PNEUMONIAE PADA NASOFARING BALITA DENGAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) Anngi Vita Shelma Siany; Helmia Farida; Rina Pratiwi
Jurnal Kedokteran Diponegoro (Diponegoro Medical Journal) Vol 5, No 4 (2016): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (336.864 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v5i4.14238

Abstract

Latar Belakang : Koloni Streptococcus pneumoniae di nasofaring merupakan suatu tahap patogenesis yang berperan dalam patogenesis berbagai penyakit pada anak, tetapi tidak selalu menimbulkan gejala klinis. Terdapat hubungan antara kolonisasi S. pneumoniae dengan ISPA. Berbagai faktor diperkirakan berpengaruh pada proses kolonisasi S. pneumoniae pada nasofaring anak dengan ISPA.Tujuan : Membuktikan faktor-faktor yang mempengaruhi kolonisasi S. pneumoniae pada nasofaring balita dengan ISPA, yaitu ISPA berulang, ASI eksklusif, paparan asap rokok, dan kepadatan hunian.Metode : Penelitian ini menggunakan metode cross-sectional. Subyek anak ISPA diambil dari BKPM Semarang secara consecutive sampling. Faktor risiko diidentifikasi dengan wawancara orang tua. Kolonisasi S. pneumoniae menggunakan kultur sampel swab nasofaring anak ISPA pada agar darah domba + gentamycin 5%, lalu dilanjutkan dengan tes optochin.Hasil : Didapatkan 63 sampel, dengan prevalensi kolonisasi S. pneumoniae pada anak ISPA sebesar 26,98%. Setelah dilakukan analisis multivariat regresi logistik, ISPA berulang (p=0,917), ASI eksklusif (p=0,772), paparan asap rokok (p=0,831), dan kepadatan hunian (p=0,960) tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan.Kesimpulan : ISPA berulang, ASI eksklusif, paparan asap rokok, dan kepadatan hunian bukan faktor risiko kolonisasi S. pneumoniae pada nasofaring anak dengan ISPA.
PERBANDINGAN PERTUMBUHAN STREPTOCOCCUS PNEUMONIAE PADA MEDIA AGAR DARAH DOMBA DENGAN AGAR DARAH MANUSIA PENGARUH PREINKUBASI DALAM SUPLEMENTED TODD HEWITT BROTH (STHB) Nabila Fawzia; Purnomo Hadi; Helmia Farida
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 7, No 2 (2018): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (466.195 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v7i2.20720

Abstract

Latar Belakang Agar darah yang umum digunakan saat ini dan menjadi standar adalah dengan agar darah domba (ADD) sebagai media selektif untuk kultur Streptococcus pneumoniae. Namun di negara berkembang, penggunaan agar darah domba kurang ekonomis. ADM terdapat kekurangan dalam menumbuhkan bakteri karena adanya perbedaan morfologi dan komposisi darah. Penambahan prosedur kultur dengan preinkubasi dalam STHB (Suplemented Todd Hewitt Broth) diharapkan dapat meningkatkan jumlah bakteri yang tumbuh pada media kulturTujuan Menguji efektifitas ADMG dan preinkubasi dalam STHB sebagai media untuk menumbuhkan Streptococcus pneumoniae dibandingkan dengan ADDG. Metode Penelitian ini menggunakan desain true experimental-post test only. Sampel penelitian adalah 16 swab nasofaring dari subjek sehat yang disimpan dalam media STGG pada temperatur -80OC (n=16). Pengamatan meliputi kuantitas koloni,diameter koloni,diameter zona hemolisis,dan karakteristik koloni. Uji yang digunakan adalah uji Student –T atau uji Mann Whitney dan uji Chi Square. Hasil Pada penelitian didapatkan perbedaan namun tidak bermakna pada kuantitas koloni (p=0,590; 0,590; 0,590), diameter koloni (p=0,985;0,809;0,985), dan karakteristik koloni (p=0,446; 1,000; 1,000). Pada diameter zona hemolisis ditemukan perbedaan bermakna antar kedua media (p=0,014;0,002;0,002).Kesimpulan Pertumbuhan S.pneumoniae pada Media Agar Darah Manusia dan Preinkubasi dalam STHB tidak lebih baik dibandingkan pada Media Agar Darah Domba.
HUBUNGAN KADAR CARCINOEMBRYONIC ANTIGEN (CEA) DAN ALBUMIN SERUM DENGAN LOKASI KANKER KOLOREKTAL STUDI KASUS DI RSUP DR. KARIADI Fathoni Ridwan Permana; B. Parish Budiono; Helmia Farida
Jurnal Kedokteran Diponegoro (Diponegoro Medical Journal) Vol 5, No 4 (2016): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (338.295 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v5i4.14428

Abstract

Latar belakang : Kolonoskopi masih menjadi alat deteksi utama untuk mengetahui lokasi kanker kolorektal. Diperlukan pemantuan petanda yang tidak invasif untuk membantu mengetahui lokasi kanker kolorektal. Kadar Carcinoembryonic antigen (CEA) dan albumin pada pasien kanker kolorektal dapat digunakan sebagai petanda lokasi dan prognosis.Tujuan : Untuk mengetahui hubungan kadar carcinoembryonic antigen (CEA) dan albumin serum dengan lokasi kanker kolorektal.Metode Penelitian : ini merupakan penelitian observasional dengan desain belah lintang. Data didapatkan dari rekam medik pasien kanker kolorektal di RSUP Dr. Kariadi dari Januari 2012-Desember 2015. Sejumlah 63 pasien menjadi subyek penelitian. Kadar CEA dan albumin dilihat dari hasil pemeriksaan laboratorium darah sebelum terapi. Lokasi tumor diketahui setelah pasien menjalani prosedur sigmoidoskopi atau kolonoskopi. Uji hipotesis yang digunakan adalah uji korelasi Spearman.Hasil : Subyek penelitian rerata berusia 50,50±13,69 tahun, dengan 49,2% pasien pria dan 50,8% wanita. Sebanyak 55,6% subyek penelitian mengalami peningkatan kadar CEA (>5 ng/mL). Sebanyak 52,4% subyek penelitian memiliki kadar albumin rendah, 46,0% memiliki kadar albumin normal, dan 1,6% memiliki kadar albumin tinggi. Lokasi tumor tersering berada di rektum (77,8%). Kadar CEA tidak berhubungan dengan lokasi tumor(rs = -0,019). Kadar albumin tidak berhubungan dengan lokasi tumor(rs= -0,060). Kadar CEA dan albumin tidak berhubungan dengan lokasi tumor(rs = -0,048).Kesimpulan : Tidak terdapat hubungan kadar CEA dan albumin dengan lokasi kanker kolorektal.
GAMBARAN MIKROSKOPIK MAKROFAG PENDERITA TUBERKULOSIS DENGAN DIABETES MELITUS TIPE II YANG TERKONTROL DAN TIDAK TERKONTROL Hafiza Rahmi; Arlita Leniseptaria Antari; Astika Widy Utomo; Helmia Farida; Intarniati Nur Rohmah
Jurnal Kedokteran Diponegoro (Diponegoro Medical Journal) Vol 8, No 4 (2019): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (351.667 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v8i4.25863

Abstract

Latar belakang: Tuberkulosis (TB)  paru menyerang 9,4 juta orang dan telah membunuh 1,7 juta penduduk dunia setiap tahunnya. Pengendalian TB diperburuk dengan semakin meningkatnya jumlah penderita diabetes mellitus (DM). Penderita diabetes mempunyai gangguan respons imun tubuh yang  salah satunya makrofag, yang akan memperberat infeksi TB. Gangguan respons imun tubuh tersebut dapat dilihat pada gambaran mikroskopik makrofag pada TB dengan DM tipe II terkontrol dan tidak terkontrol. Tujuan: Menganalisis gambaran  mikroskopik makrofag antara penderita TB dengan DM tipe II yang terkontrol dan tidak terkontrol. Metode:  Desain penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional dengan desain cross sectional. Pengambilan subjek dilakukan dengan cara consecutive sampling. Subjek penelitian adalah 24 pasien TB dengan DM tipe II yang datang berobat di BKPM Semarang. Hasil: Gambran Makrofag penderita Tb dengan DM tipe II yang terkontrol, dominan more activated macrophages  ( 83.3%) sementara pada penderita Tb dengan DM tipe II tidak terkontrol dominan less activated macrophages (91,7%).  Kesimpulan: Terdapat perbedaan yang signifikan pada gambaran mikroskopik makrofag yang TB dengan DM tipe II yang terkontrol dan tidak terkontrol (p=0,001)Kata kunci: tuberkulosis, diabetes melitus tipe II,makrofag