Helmia Farida
Unknown Affiliation

Published : 15 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 15 Documents
Search

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS SEFTRIAKSON DENGAN SIPROFLOKSASIN PADA KUMAN NEISSERIA GONORRHOEAE SECARA IN VITRO Sela Eka Firdiana; Muslimin Muslimin; Helmia Farida
Jurnal Kedokteran Diponegoro (Diponegoro Medical Journal) Vol 5, No 4 (2016): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (306.619 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v5i4.15944

Abstract

Latar Belakang : Penyakit gonore merupakan penyakit menular seksual yang terus mengalami peningkatan di berbagai negara di dunia. Pengobatan lini pertama yang dianjurkan untuk mengobati penderita gonore adalah antibiotik seftriakson. Tingginya angka resistensi terhadap antibiotik seftriakson telah dilaporkan. Siprofloksasin merupakan salah satu obat alternatif untuk pengobatan gonore.Tujuan : Menilai perbedaan efektivitas siprofloksasin dengan seftriakson pada kuman Neisseria gonorrhoeaeMetode : Penelitian ini menggunakan metode dengan rancangan cross sectional design. Sampel yang diambil sebanyak lima puluh sembilan pasien positif duh endoservik purulen. Setelah itu dilakukan pengecatan Gram dan didapatkan kuman diplokokus gram negatif. Sebanyak 29 sampel yang ditemukan kemudian dibiakkan pada media Thayer Martin dan diinkubasi pada suhu 370 selama 48 jam. Setelah tumbuh koloni, dilakukan tes definitif yaitu tes oksidase dan tes fermentasi glukosa. Setelah 26 sampel dinyatakan positif Neisseria gonorrhoeae, koloni pada media Thayer Martin dibiakkan pada media Mueller Hinton untuk uji sensitivitas. Setelah inkubasi selama 24 jam, zona hambat telah terbentuk dan dapat dihitung diameternyaHasil : Jumlah sampel yang sensitif terhadap siprofloksasin 17 (65,4%), dan resisten sebanyak 9 (34,6%). Pada seftriakson sebanyak 20 (76,9%) sampel mengalami resisten dan hanya 6 (23,1%) yang sensitif terhadap antibiotik seftriaksonKesimpulan : Kepekaan Neisseria gonorrhoeae terhadap siprofloksasin lebih baik daripada seftriakson sehingga antibiotik siprofloksasin dapat menjadi rekomendasi sebagai terapi lini pertama penyakit gonore di Semarang.
PERBANDINGAN PERTUMBUHAN STREPTOCOCCUS PNEUMONIAE PADA MEDIA AGAR DARAH DOMBA MENGGUNAKAN TRYPTICASE SOY AGAR DENGAN COLUMBIA AGAR Afina Maulidyna; Purnomo Hadi; Helmia Farida
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 7, No 2 (2018): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (481.109 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v7i2.21196

Abstract

Latar Belakang: Columbia agar dengan suplementasi darah domba merupakan agar yang banyak digunakan sebagai media kultur S. pneumoniae. Namun kegagalan untuk menumbuhkan S. pneumoniae masih sering terjadi, karena bakteri ini hanya dapat tumbuh di lingkungan dan dengan nutrisi tertentu. Pada penelitian ini diharapkan penggunaan agar darah domba dengan Trypticase Soy Agar (TSA) dapat meningkatkan sensitivitas kultur S. pneumoniae dari spesimen klinis.Tujuan: Membandingkan pertumbuhan S. pneumoniae dari spesimen klinis yang ditanam pada media agar darah domba dengan jenis agar yang berbeda. Metode: Penelitian ini menggunakan desain true experimental-post test only. Sampel penelitian adalah 16 swab nasofaring dari subjek sehat yang disimpan dalam media Skim milk, Tryptone, Glucose, and Glycerin (STGG) pada suhu -80°C (n=16). Sampel ditanam pada media ADDG-COL dan ADDG-TSA dan dilakukan pengamatan pada 18, 24, dan 48 jam setelah inkubasi meliputi kuantitas koloni, diameter koloni, diameter zona hemolisis, dan karakteristik koloni. Uji hipotesis yang digunakan adalah uji Student –T (skala numerik, distribusi normal) atau uji Mann Whitney (skala numerik, distribusi tidak normal) dan uji Chi Square (skala nominal dan ordinal).Hasil: Pada penelitian didapatkan perbedaan namun tidak bermakna pada kuantitas koloni (p=0,238; 0,238; 0,238), diameter koloni (p=0,985; 0,497; 0,939), diameter zona hemolisis (p=0,275; 0,104; 0,109) dan karakteristik (p=0,654; 1,000; 0,685).Kesimpulan Pertumbuhan S. pneumoniae pada media agar darah domba dengan TSA tidak lebih baik dibandingkan dengan pada media agar darah domba dengan Columbia agar.
PERBANDINGAN PERTUMBUHAN STREPTOCOCCUS PNEUMONIAE PADA MEDIA AGAR DARAH DOMBA DENGAN PREINKUBASI STHB (SUPPLEMENTED TODD HEWITT BROTH) DAN MEDIA AGAR DARAH DOMBA GENTAMISIN TANPA PREINKUBASI STHB Hardina Yusri Chan; Helmia Farida
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 7, No 1 (2018): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (578.824 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v7i1.19372

Abstract

Latar belakang Media agar darah domba gentamisin merupakan media selektif untuk kultur Streptococcus pneumoniae yang berasal dari spesimen swab nasofaring, namun kultur S.pneumoniae masih sulit dilakukan karena S.pneumoniae bersifat  fastidious sehingga membutuhkan media dengan nutrisi yanng khusus. Preinkubasi S.pneumoniae pada Supplemented Todd Hewith Broth (STHB) sebelum dilakukan kultur pada media agar darah domba dapat meningkatkan pertumbuhan S.pneumoniae.Tujuan Menguji pertumbuhan S.pneumoniae dari spesimen swab nasofaring pada media agar darah domba dengan preinkubasi dalam STHB dibandingkan dengan media agar darah domba gentamisin.Metode Desain penelitian True experimental post test only. Enambelas swab nasofaring ditanam langsung pada agar darah domba gentamisin dan di preinkubasi STHB 4-6 jam sebelum ditanam pada agar darah domba. Pengamatan pada 18, 24 dan 48 jam meliputi jumlah koloni, diameter koloni, diameter hemolisis, dan karakteristik koloni.Hasil Jumlah koloni kedua media pada pengamatan 18 jam (p= 0,545), 24 jam (p = 0,545) dan 48 jam (p = 0,545) memiliki perbedaan namun tidak bermakna. Pengamatan 18 jam terdapat perbedaan signifikan diameter koloni pada kedua media (p = 0,040),namun perbedaan pada pengamatan  24 jam tidak bermakna (p =0,073) begitu juga pada 48 jam (p = 0,080). Diameter zona hemolisis pada pengamatan 18 jam (p = 0,806),  24 jam (p = 0,678) dan 48 jam (p = 0,485) memiliki perbedaan namun tidak bermakna. Karakteristik koloni pada pengamatan 18 jam (p = 0,654),  24 jam (p = 0,479) dan 48 jam (p = 0,433) memiliki perbedaan namun tidak bermakna.Kesimpulan Terdapat perbedaan  pertumbuhan S. pneumoniae yang ditanam langsung pada agar darah domba gentamisin dan agar darah domba dengan preinkubasi STHB  pada pengamatan 18, 24 dan 48 jam namun tidak bermakna.
KUALITAS DAN KUANTITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ANAK DI RUMAH SAKIT NASIONAL DIPONEGORO SEBELUM DAN SETELAH PENYULUHAN PPRA Eka Susanti; Endang Sri Lestari; Helmia Farida; V. Rizke Ciptaningtyas
Jurnal Kedokteran Diponegoro (Diponegoro Medical Journal) Vol 8, No 4 (2019): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (402.922 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v8i4.25489

Abstract

Latar Belakang : Penggunaan antibiotik yang tidak bijak dapat menyebabkan resistensi antibiotik. Peresepan antibiotik yang tidak bijak dapat diturunkan dengan melakukan penyuluhan kepada dokter. Salah satunya adalah penyuluhan oleh tim Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) yang diadakan di Rumah Sakit Nasional Diponegoro (RSND) yang merupakan rumah sakit tipe C. Tujuan : Menganalisis kualitas dan kuantitas penggunaan antibiotik pada pasien anak di RSND sebelum dan setelah penyuluhan PPRA. Metode : Penelitian dengan desain studi intervensi dengan melakukan pengambilan data dari rekam medis pasien anak yang rawat inap di RSND. Perbandingan kualitas penggunaan antibiotik dianalisis menggunakan uji Chi-square dan kuantitas penggunaan antibiotik menggunakan uji independent t test atau Mann-Whitney. Hasil : Kualitas penggunaan antibiotik yang bijak sebelum penyuluhan 42,9% dan setelah penyuluhan 30,5%, kualitas penggunaan antibiotik yang tidak bijak sebelum penyuluhan 30,6% dan setelah penyuluhan 11,9%, kualitas penggunaan antibiotik yang tidak ada indikasi sebelum penyuluhan 26,5% dan setelah penyuluhan 57,6% (p = 0,003). Kuantitas penggunaan antibiotik sebelum penyuluhan 51,65 Defined Daily Dose (DDD/100 pasien-hari) dan setelah penyuluhan 53,45 DDD/100 pasien-hari (p = 0,151). Simpulan : Penyuluhan saja tidak cukup untuk memperbaiki kualitas dan kuantitas penggunaan antibiotik. Rumah sakit memerlukan intervensi tambahan, seperti pembuatan kebijakan rumah sakit mengenai penggunaan antibiotik dan pemberian umpan balik kepada dokter.Kata Kunci : Kualitas, kuantitas, penggunaan antibiotik, anak, PPRA
FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN ANAK PENDERITA TALASEMIA MAYOR DI JAWA TENGAH, INDONESIA Ridho Egan John Purba; Yetty Movieta Nency; Helmia Farida
Jurnal Kedokteran Diponegoro (Diponegoro Medical Journal) Vol 8, No 4 (2019): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (441.071 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v8i4.25370

Abstract

Latar Belakang: Talasemia merupakan kondisi di mana hemoglobin mengalami hemolisis akibat gangguan sintesis rantai hemoglobin atau rantai globin. Kegagalan pertumbuhan adalah kejadian umum pada pasien dengan penyakit talasemia. Kondisi anemia dan kekurangan gizi kronis akan menyebabkan seorang anak talasemia memiliki perawakan pendek. Tujuan: Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan anak penderita talasemia mayor dengan lingkar lengan atas (LiLA) dan tinggi badan penderita talasemia mayor.  Metode: Penelitian merupakan uji analitik observasional belah lintang. Subjek penelitian adalah anak usia 0-18 tahun penderita talasemia mayor yang berobat ke PMI Semarang pada bulan Februari – Juni 2019 yang memenuhi kriteria penelitian. Data diambil dari anamnesis dan dan rekam medis, kemudian dianalisis bivariat pada data berskala. Hubungan antara variabel diuji menggunakan uji x². Analisis multivariat dilakukan untuk menilai faktor mana yang dominan dalam pengukuran lingkar lengan atas serta tinggi badan dengan regresi logistik. Hasil: Sebanyak 26 anak diikutsertakan dalam penelitian ini. Faktor-faktor yang berhubungan signifikan dengan pengukuran LILA adalah frekuensi transfusi darah (p=0,026), tidak ada faktor yang berhubungan signifikan dengan pengukuran tinggi badan . Faktor yang paling dominan terhadap pengukuran LiLA adalah lama sakit (p 0,000), sedangkan faktor dominan pengukuran Tinggi Badan adalah lama sakit (p 0,000) dan jenis kelasi besi (p 0,000). Kesimpulan: Terdapat hubungan yang signifikan antara frekuensi transfusi darah dengan pengukuran LiLA dan merupakan faktor dominan dalam pengukuran LiLA. Faktor lama sakit memiliki hubungan yang signifikan dengan pengukuran Tinggi Badan, dan merupakan faktor dominan dalam pengukuran Tinggi Badan.Kata kunci: Talasemia, transfusi darah, lingkar lengan atas, lama sakit, tinggi badan