Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

PENYELESAIAN SENGKETA DAN AKIBAT HUKUM WANPRESTASI PADA KASUS ANTARA PT METRO BATAVIA DENGAN PT GARUDA MAINTENANCE FACILITY (GMF) AERO ASIA Ulya, Rifqathin; Santika, Ines Age; Sholikah, Zhahrul Mar’atus
PRIVAT LAW No 7 (2015)
Publisher : Fakultas Hukum UNS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstrakMenurut Pasal 1234 KUHPerdata, debitur diwajibkan untuk menyerahkan prestasi kepada kreditur dimana prestasi berupa memberikan, berbuat, atau tidak berbuat sesuatu. Dalam hal debitur tidak dapat memenuhi prestasi yang telah diperjanjikan, hal tersebut disebut wanprestasi. Penulis tertarik untuk menganalisis sebuah kasus yang terjadi antara PT Metro Batavia yang merupakan salah satu perusahaan pesawat terkemuka dengan PT Garuda Maintenance Facility (GMF) Aero Asia. Dikasus tersebut dijelaskanbahwa kasus wanprestasi tersebut dituduhkan kepada PT Garuda Maintenance (GMF) Aero Asia tidak memenuhi prestasi dalam hal pemenuhan garansi mesin yang dibeli oleh PT Metro Batavia. Adapun tujuan dan kegunaan penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan wanprestasi danakibat wanprestasi jika timbul sengketa berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan peraturan perundang-undangan lain yang mengatur tentang wanprestasi. Tulisan ini disusun dengan metode penulisan yuridis normatif . Wanprestasi tidak selalu dimaksudkan tidak dapat memenuhi sama sekaliprestasi yang diperjanjikan, namun dapat juga terjadi dalam hal debitur tidak tepat waktu dalam memenuhiprestasi, serta dengan tidak sebagaimana yang dikehendaki oleh kreditur. Wanprestasi sendiri memilikiakibat hukum yang diatur dalam KUHPerdata, Pasal 1236, Pasal 1237 dan Pasal 1266. Akibat hukumdari wanprestasi berupa ganti rugi, pembatalan perjanjian, peralihan risiko, dan membayar biaya perkara
KOMPENSASI, RESTITUSI DAN REHABILITASI DALAM UPAYA PEMENUHAN DAN PERLINDUNGAN HAM PEKERJA MIGRAN INDONESIA Zulharman, Zulharman; Ulya, Rifqathin
AL-BALAD : Jurnal Hukum Tata Negara dan Politik Islam Vol. 2 No. 1 (2022): Al-Balad : Jurnal Hukum Tata Negara dan Politik Islam
Publisher : PRODI HUKUM TATANEGARA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59259/ab.v2i1.59

Abstract

Tidak sebandingnya angka usia produktif dan daya serap tenaga kerja menjadi salah satu pemicu tingginya angka pengangguran di Indonesia, hal ini juga menjadi pendorong meningkatnya minat masyarakat untuk keluar negeri agar mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak, namun dalam beberapa kasus terjadi pelanggaran-pelanggaran ham terhadap pekerja migran diindonesia. Tulisan ini menjawab dua pertanyaan Bagaimanakah permasalahan Pekerja Migran yang menjadi korban tindak pidana? Dan Bagaimanakah seharusnya pemberian kompensasi, restitusi dan rehabilitasi bagi Pekerja Migran dalam rumusan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia?. dalam menjawab pertanyaan tersebut dilakukan studi dengan metode penelitian normatif dan studi literatur dan menemukan jawaban bahwa Pekerja Migran Indonesia memiliki kerentanan menjadi korban. Mulai dari perekrutan, pemberangkatan penempatan, serta dalam masa kerja, pekerja migran dengan mudah dapat menjadi korban. Peran swasta dalam proses migrasi merupakan salah satu penyebab rentannya Pekerja Migran menjadi korban. Negara tempat bekerja juga merupakan masalah bagi Pekerja Migran, dimana terdapat perbedaan sistem hukum, kultur, dan laiinnya menyebabkan mereka diintimidasi. Kurang perhatiannya pemerintah serta adanya kelemahan dalam peraturan perundang-undangan juga memicu lemahnya perlindungan pada Pekerja Migran. Disahkannya Undang-Undang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dirasa masih belum maksimal memberikan perlindungan hukum bagi Pekerja Migran yang menjadi korban. Perlu adanya rumusan mengenai pemberian kompensasi, restitusi dan rehabilitasi bagi Pekerja Migran yang menjadi korban. Hal ini didasarkan pada banyaknya kasus yang terjadi dimana Pekerja Migran tidak memperoleh ketiga hak tersebut pada saat menjadi korban. Padahal ketiga hal tersebut penting diberikan pada korban. Jika bukan negara yang menjamin hak korban, maka korban akan dibiarkan tidak memperoleh bantuan dan haknya sebagai korban.