Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

TRADISI BAAYUN MULUD DI BANJARMASIN Norhidayat, Maimanah dan
Al-Banjari : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Keislaman Vol 11, No 1 (2012)
Publisher : Pascasarjana UIN ANTASARI Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (337.703 KB) | DOI: 10.18592/al-banjari.v11i1.416

Abstract

Tulisan ini mendeskripsikan tentang tradisi baayun mulud yaitu salah satu tradisi lokal yang bernuansa religius di kalangan masyarakat Banjar. Dengan melakukan pengamatan langsung di dua tempat serta wawancara langsung terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan ini, yaitu: di Makam Sultan Suriansyah Kecamatan Banjarmasin Utara Kota Banjarmasin dan Mesjid Jami Teluk Dalam Kecamatan Banjarmasin Tengah Kota Banjarmasin, maka dapat ditegaskan bahwa meskipun terlihat jelas adanya unsur-unsur budaya pra-Islam dalam pelaksanaan tradisi baayun mulud ini, namun dari sisi yang lain justru menunjukkan karakter khas dari sebuah proses islamisasi di tengah-tengah masyarakat Banjar, di mana kedatangan Islam tidaklah membabat habis seluruh tradisi lokal yang pernah ada di tengah-tengah masyarakat, melainkan menjadi ruh bagi tradisi yang dipandang masih layak dipertahankan dan banyak mengandung nilai-nilai positif
TRADISI BAAYUN MULUD DI BANJARMASIN Norhidayat, Maimanah dan
Al-Banjari : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Keislaman Vol 11, No 1 (2012)
Publisher : Pascasarjana UIN ANTASARI Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (337.703 KB) | DOI: 10.18592/al-banjari.v11i1.416

Abstract

Tulisan ini mendeskripsikan tentang tradisi baayun mulud yaitu salah satu tradisi lokal yang bernuansa religius di kalangan masyarakat Banjar. Dengan melakukan pengamatan langsung di dua tempat serta wawancara langsung terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan ini, yaitu: di Makam Sultan Suriansyah Kecamatan Banjarmasin Utara Kota Banjarmasin dan Mesjid Jami Teluk Dalam Kecamatan Banjarmasin Tengah Kota Banjarmasin, maka dapat ditegaskan bahwa meskipun terlihat jelas adanya unsur-unsur budaya pra-Islam dalam pelaksanaan tradisi baayun mulud ini, namun dari sisi yang lain justru menunjukkan karakter khas dari sebuah proses islamisasi di tengah-tengah masyarakat Banjar, di mana kedatangan Islam tidaklah membabat habis seluruh tradisi lokal yang pernah ada di tengah-tengah masyarakat, melainkan menjadi ruh bagi tradisi yang dipandang masih layak dipertahankan dan banyak mengandung nilai-nilai positif
TRADISI BAAYUN MULUD DI KOTA BANJARMASIN (KAJIAN FENOMENOLOGIS) Arni Arni; Maimanah Maimanah; Norhidayat Norhidayat
Jurnal Ilmiah Ilmu Ushuluddin Vol 16, No 2 (2017): Jurnal Ilmiah Ilmu Ushuluddin
Publisher : Fakultas Ushuluddin dan Humaniora UIN Antasari Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18592/jiu.v16i2.1602

Abstract

Banjarese people carry out the celebration or commemoration of the birthday of Prophet Muhammad Saw. with swinging children or adults, this event commonly referred to baayun mulud. The purpose of this event is based on various motives, both religious, sociological, and some other political-cultural motives. The religious motivation is the belief that it will be granted all the luck, get blessings, health, safety, recover from illness, child is not naughty / fussy and because nadzar which granted Allah Swt. The sociological motivation of this event is to cultivate the spirit of togetherness, mutually cooperation, and unity in the midst of urban society that tends to be individualist today. While the political-cultural motivation can be felt from the statement of the organizing committee who firmly stated that this event was held in order to revive a tradition that has been forgotten, whereas it used to exist in the time of the Sultanate of Banjar. Along with the reaffirmation of the existence of the Sultanate of Banjar, then the existence of culture that ever existed in the heyday of this Sultanate also tried to be raised again.
TRADISI BAAYUN MULUD DI KOTA BANJARMASIN (KAJIAN FENOMENOLOGIS) Arni Arni; Maimanah Maimanah; Norhidayat Norhidayat
Jurnal Ilmiah Ilmu Ushuluddin Vol 16, No 2 (2017): Jurnal Ilmiah Ilmu Ushuluddin
Publisher : Fakultas Ushuluddin dan Humaniora UIN Antasari Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18592/jiu.v16i2.1602

Abstract

Banjarese people carry out the celebration or commemoration of the birthday of Prophet Muhammad Saw. with swinging children or adults, this event commonly referred to baayun mulud. The purpose of this event is based on various motives, both religious, sociological, and some other political-cultural motives. The religious motivation is the belief that it will be granted all the luck, get blessings, health, safety, recover from illness, child is not naughty / fussy and because nadzar which granted Allah Swt. The sociological motivation of this event is to cultivate the spirit of togetherness, mutually cooperation, and unity in the midst of urban society that tends to be individualist today. While the political-cultural motivation can be felt from the statement of the organizing committee who firmly stated that this event was held in order to revive a tradition that has been forgotten, whereas it used to exist in the time of the Sultanate of Banjar. Along with the reaffirmation of the existence of the Sultanate of Banjar, then the existence of culture that ever existed in the heyday of this Sultanate also tried to be raised again.
TRADISI BAAYUN MULUD DI BANJARMASIN Maimanah dan Norhidayat
Al-Banjari : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Keislaman Vol 11, No 1 (2012)
Publisher : Pascasarjana UIN ANTASARI Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18592/al-banjari.v11i1.416

Abstract

Tulisan ini mendeskripsikan tentang tradisi baayun mulud yaitu salah satu tradisi lokal yang bernuansa religius di kalangan masyarakat Banjar. Dengan melakukan pengamatan langsung di dua tempat serta wawancara langsung terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan ini, yaitu: di Makam Sultan Suriansyah Kecamatan Banjarmasin Utara Kota Banjarmasin dan Mesjid Jami Teluk Dalam Kecamatan Banjarmasin Tengah Kota Banjarmasin, maka dapat ditegaskan bahwa meskipun terlihat jelas adanya unsur-unsur budaya pra-Islam dalam pelaksanaan tradisi baayun mulud ini, namun dari sisi yang lain justru menunjukkan karakter khas dari sebuah proses islamisasi di tengah-tengah masyarakat Banjar, di mana kedatangan Islam tidaklah membabat habis seluruh tradisi lokal yang pernah ada di tengah-tengah masyarakat, melainkan menjadi ruh bagi tradisi yang dipandang masih layak dipertahankan dan banyak mengandung nilai-nilai positif
KAJIAN HISTORIS TERHADAP GERAKAN HIZBUTTAHRIR DI KALIMANTAN SELATAN Maimanah .; Abdul Hakim; Muhammad Adriani Yulizar
Al-Banjari : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Keislaman Vol 8, No 2 (2009)
Publisher : Pascasarjana UIN ANTASARI Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18592/al-banjari.v8i2.910

Abstract

This writing is based on the research on Hizbuttahrir of South Kalimantan in historical perspective. From the research found that the coming of Hizbuttahrir in South Kalimantan started in 1990 by the two activist, Reza Rosadi and Ismanto. For the first time, Hizbuttahrir introduced through the discussion club or halaqah around campus. Later, it became the religion movement. The issues that developed by Hizbuttahrir of South Kalimantan is the enlightement of the society religion that they are able to practice the Islam totally in any life perspective.
THE ORIGIN OF WOMEN CREATION IN THE PERSPECTIVE OF SUFI COMMENTARY Norhidayat Norhidayat
Khazanah: Jurnal Studi Islam dan Humaniora Vol 15, No 1 (2017)
Publisher : UIN Antasari Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18592/khazanah.v15i1.1129

Abstract

Jika sebagian kalangan feminis muslim menolak riwayat hadis yang menyebutkan tulang rusuk sebagai asal-usul kejadian perempuan pertama kali karena secara tidak langsung menyimbolkan posisi sub-ordinasi bagi perempuan, sebagian kaum sufi, justru memanfaatkan riwayat tersebut dalam penjelasan mereka dan memaknainya secara positif.  Kaum sufi justru menilainya sebagai simbol saling ketergantungan, cinta kasih, dan keberpasangan antara laki-laki dan perempuan. Penulis dalam tulisan ini menyimpulkan bahwa dalam pandangan kaum sufi, perempuan semenjak awal penciptaannya telah ditakdirkan untuk menjadi pasangan bagi laki-laki, sehingga antara keduanya jadi saling melengkapi dan saling ketergantungan. Pandangan ini, tentu saja menepis anggapan tentang subordinasi bagi perempuan.  Pandangan kaum sufi dalam kasus ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh kaum feminis muslim kontemporer. Namun demikian, berbeda dengan langkah yang diambil sebagian feminis muslim kontemporer, kaum sufi pada umumnya lebih memilih menggunakan ta’wȋl sehingga memberi makna positif ketika memahami hadis-hadis yang menyebutkan asal usul penciptaan perempuan ketimbang mereka harus mencurigai para periwayatnya atau bahkan menganulir hadis-hadis Nabi yang dinilai sahȋh oleh mayoritas ulama.If some Muslim feminists reject the tradition that argues that the Prophet Adam’s ribs as the origin of the first female event for it indirectly symbolizes the subordinate positions for women, some Sufis instead use the narratives in their explanations and positively interpret them. The Sufis judged the notion as a symbol of interdependence, love, and belonging between men and women. The writer in this paper concludes that in the view of the Sufis, women, since the beginning of their creation, have been destined to become a partner for men, so that between the two become complementary and interdependent. This view, of course, dismisses the notion of women’s subordination. The Sufi’s view in this case is in line with what contemporary Muslim feminists have argued. However, in contrast to the steps taken by some contemporary Muslim feminists, Sufis generally prefer to use the ta'wȋl to provide a positive meaning in understanding the traditions which mention the origin of women's creation rather than to suspect their narrators or even annul The Prophet hadiths considered valid (sahȋh) by the majority of scholars. 
Islamisme dan Habib Preneur: Dinamika Bisnis Para Habib di Kalimantan Basrian Basrian; Nor'ainah Nor'ainah; Maimanah Maimanah
Al-Banjari : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Keislaman Vol. 21 No. 1 (2022)
Publisher : Pascasarjana UIN ANTASARI Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18592/al-banjari.v21i1.6918

Abstract

There is something interesting about the business of these habibs, namely their "involvement" in taking advantage of their status as habibs, who incidentally are descendants of the Prophet Muhammad SAW, making the habib's business different from other businessmen. This study is important because there are no serious studies on this issue. This study uses the phenomenological method, phenomenology assumes that the real reality and data of a phenomenon is what is behind the phenomenon, in-depth interviews and observations are carried out in extracting data, the focus of this research is various models of the commodification of religion and the application of the spiritual economy in business ventures habibs in South Kalimantan. Many Hadhrami descendants from the Sayyid group are also active preachers in business, whether as actors, owners, financiers or joint owners. Many habib preachers use religious narratives to support their business. Habib the preacher got many advantages, both morally and materially. In addition, the religious narrative presented by the habib preacher group also presents a wedge between religion and prosperity, thus adding to the ways the habib group promotes itself to the Muslim community, namely by combining that of a pious figure who has wealth and prosperity. Ada yang menarik dari bisnis para habib ini, yaitu “keterlibatan” mereka dalam memanfaatkan statusnya sebagai habib yang notabene adalah keturunan Nabi Muhammad SAW, membuat bisnis para habib berbeda dengan pebisnis lainnya. Kajian ini penting karena belum ada kajian yang serius mengenai masalah ini. Penelitian ini menggunakan metode fenomenologi, fenomenologi beranggapan bahwa kenyataan dan data yang sebenarnya dari suatu fenomena adalah apa yang ada di balik fenomena tersebut, wawancara mendalam dan observasi dilakukan dalam penggalian data, fokus penelitian ini adalah berbagai model komodifikasi komoditas. agama dan penerapan ekonomi spiritual dalam usaha bisnis para habib di Kalimantan Selatan. Banyak keturunan Hadhrami dari kelompok Sayyid juga aktif berdakwah dalam bisnis, baik sebagai pelaku, pemilik, pemodal atau pemilik bersama. Banyak pendakwah habib menggunakan narasi agama untuk mendukung usahanya. Habib sang da'i mendapat banyak manfaat, baik secara moril maupun materiil. Selain itu, narasi keagamaan yang dibawakan oleh kelompok dai habib juga menghadirkan sekat antara agama dan kesejahteraan, sehingga menambah cara kelompok habib mempromosikan diri kepada masyarakat muslim, yaitu dengan memadukan sosok soleh yang memiliki kekayaan dan kemakmuran.
PROFIL LEMBAGA TAHFĪZH AL-QUR’AN DI BANJARMASIN DAN SEKITARNYA Abdullah Karim; Norhidayat; Fakhrie Hanief
Journal of Scientech Research and Development Vol 5 No 1 (2023): JSRD, June 2023
Publisher : Ikatan Dosen Menulis

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56670/jsrd.v5i1.89

Abstract

Berbagai lembaga Tahfizh Al-Qur'an tumbuh dan berkembang pesat di kota Banjarmasin dan sekitarnya dalam satu dekade terakhir. Beberapa penelitian terkait yang telah ada tentang lembaga ini, namun belum sepenuhnya menggambarkan perkembangan dan peta keberadaan lembaga tersebut, oleh karena itu penelitian ini akan mengisi kekosongan tersebut. Dengan melakukan penelitian kualitatif, penelitian ini telah mendokumentasikan dan memetakan berbagai lembaga Tahfizh Alquran yang ada di kota Banjarmasin dan sekitarnya. Penelitian ini menemukan bahwa lembaga Tahfīzh Al-Qur'an di Banjarmasin dan sekitarnya sangat bervariasi; mulai dari status formal dan non formal, asrama dan non asrama, metode pembelajaran dan pengelolaan manajemen kelembagaan yang berbeda, serta dalam hal sanad al-Qur'an dan jaringan kerjasama yang bervariasi. Dalam perkembangannya, selain ditemukan dinamika; gotong royong, juga terjadi persaingan antar lembaga Tahfizh Al-Qur'an di kota Banjarmasin dan sekitarnya.
Wanita dan Toleransi Beragama (Analisis Psikologis) Maimanah Maimanah
Muadalah Vol. 1 No. 1 (2013): Jurnal Studi Gender & Anak
Publisher : Universitas Islam Negeri Antasari Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18592/jsga.v1i1.666

Abstract

It has become the responsible of all parties to promote public toleratnce in the mids of religious pluralism in Indonesia. The issue of tolerance is a matter of religious awareness which concerns with the psychological aspect, so that it is significant to present the issue of tolerance with psychological approach. Women as one of the active religious followers have psychological potential to exhibit tolerance. Various roles that women run have coloured themselves with the essence of humanity that all human whatever ethnicity and religion they proclaim are one big family who should live in harmony.