Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Penyalahgunaan Kondisi Rentan Seseorang Dalam Praktik Perdagangan Orang (Human Trafficking) Trias Saputra; Husein Manalu; Akbar Sayudi
JURNAL HUKUM PELITA Vol. 3 No. 1 (2022): Jurnal Hukum Pelita Mei 2022
Publisher : Direktorat Penelitian dan Pengabdian (DPPM) Universitas Pelita Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (215.356 KB) | DOI: 10.37366/jh.v3i1.1052

Abstract

AbstraksiTindak pidana perdagangan orang (TPPO) merupakan kejahatan terorganisir yang sering kali dilakukan oleh organisasi lintas batas negara. Perdagangan manusia juga sering disebut tindak kejahtan yang melanggar hak asasi manusia. Kejahatan tersebut bersifat laten dan kerap kali dikelilingi ketidakpahaman tentang aspek-aspek yang terkait dan bagaimana membedakannya dari bentuk-bentuk kekerasan lainnya. Salah satu bentuk perdagangan orang menurut Undang-undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan tindak pidana perdagangan orang ialah memanfaatkan korbannya dalam kondisi rentan, dimana korban tidak dalam kondisi tidak berdaya yang tidak dapat berbuat banyak, bahkan cenderung untuk diam dan tidak melakukan upaya pelaporan atas eksploitasi dirinya sendiri. Perbuatan tersebut masih kerap terjadi di lingkungan masyarakat. Meskipun kondisi rentan merupakan bentuk dari perdagangan orang, namun dalam praktik hukumnya masih terdapat perbedaan persepsi atas rumusan pasal tersebut antar penegak hukum, mulai dari polisi, jaksa dan hakim didalam pengadilan. Oleh karenya, penelitian ini akan fokus mengulas bagaimana pemberlakuan kondisi rentang sebagaimana yang di atur dalam Undang-undang tersebut.Kata Kunci : Perdagangan Orang, Kondisi Rentan
Penyelesaian Perselisihan Ketenagakerjaan Karena Kesalahan Berat Pasca Putusan Mahkamah Konsitusi Nomor 012/PUU/-I/2003 Akbar Sayudi; Rico Andrian Nahampun; Gusti Mauritza
JURNAL HUKUM PELITA Vol 2 No 2 (2021): Jurnal Hukum Pelita November 2021
Publisher : LPPM Universitas Pelita Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (272.461 KB)

Abstract

Hubungan industrial sering kali mengalami permasalahan, salah satu contohnya ialah permasalahan terkait perselisihan hubungan kerja yanng dikarenakan kesalahan berat yang dibuat oleh pekerja. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 158 pengusaha diberikan ruang untuk dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh yang melakukan kesalahan berat sebagaiman yang terurai dalam pasal 158 ayat (1) huruf a sampai dnegan huruf j. Namun, Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 012/PUU/-I/2003 menyatakan bahwa pasal 158 Undang-Undang Ketenagakerjaan bertentangan dengan Undang-Undang dan tidak mempunyai kekuatan mengikat. lantas bagaimana penyelelesaian perselisihan ketenagakerjaan pasca putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 012/PUU/-I/2003. Penelitian ini meggunakan metode pendekatan yuridis-normatif dengan menggunakan data hukum sekunder. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis putusan Mahkamah Agung Nomor 1112 K/Pdt.Sus-PHI/2017 yang masih belum sejalan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 012/PUU/-I/2003.
Pertanggungjawaban Pidana Bagi Pelaku Pembunuhan Berencana Secara Bersama-Sama (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor: 793 K/PID/2015) Akbar Sayudi
JURNAL HUKUM PELITA Vol. 2 No. 1 (2021): Jurnal Hukum Pelita Mei 2021
Publisher : Direktorat Penelitian dan Pengabdian (DPPM) Universitas Pelita Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37366/jh.v2i1.1490

Abstract

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan berencana secara bersmasama, dan untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim Mahkamah Agung dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku pembunuhan berencana pada putusan No: 793 K/PID/2015. Metode yang digunakan dalam penelitian ini studi kepustakaan, yaitu melakukan penelitian dengan cara mempelajari, membaca, dan memahami buku-buku literatur, peraturan-peraturan, pendapat yang erat hubungannya dengan materi yang diteliti. Hasil yang penulis dapatkan melalui studi ini didasarkan pada kualifikasi Pasal 340 KUHP adalah tindak pidana pembunuhan yang dikategorikan sebagai pembunuhan berencana jika ada unsur 'rencana' dalam pelaksanaan pembunuhan itu, yang pelaku memiliki rentang waktu untuk berpikir memastikan niatnya untuk menerapkan tindakan untuk membunuh. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penentuan unsur keberadaan 'rencana' adalah keadaan hati untuk melakukan pembunuhan, tidak ada aturan berapa lama harus berlaku antara saat kejadian niat untuk melakukan perbuatan dengan realisasi menggunakan pikiran yang tenang guna merencanakan segala sesuatu. Tidak ada ketentuan berapa lama batas waktu, tapi pasti ada waktu yang cukup ketika munculnya niat untuk melakukan tindakan dengan pelaksanaan kejahatan, yaitu di saat ia dapat menggunakan pikiran yang tenang untuk merencanakan segala sesuatu. Pembunuhan berencana adalah pembunuhan di bawah bagian 338 KUHP berarti ditambahkan dengan adanya unsur-unsur dengan rencana terlebih dahulu. Pembunuhan berencana (moord) adalah kejahatan kekerasan meskipun KUHP tidak memberikan klarifikasi tentang apa yang seperti 'direncanakan'. Pemahaman dan klarifikasi mengenai 'direncanakan terlebih dahulu' dapat ditemukan di MVT dan juga pendapat semua ahli memberikan rumusan unsur subjektif (sengaja, dan dengan direncanakan terlebih dahulu) dan unsur-unsur tujuan (tindakan: menghilangkan jiwa, benda: yang jiwa orang lain). Hasil lain melalui penelitian ini kita dapat mengetahui bahwa jaksa penuntut umum dan hakim mengenakan batas waktu dan keterangan dari kasus posisi yang diperoleh melalui keterangan saksi, kesaksian dari terdakwa serta bukti penyelidikan dan penyidikan tindak pidana pembunuhan sebagai parameter dalam unsur-unsur pembuktian dari rencana dalam tindak pidana pembunuhan berencana. Mengenai unsur rencana yang didasarkan pada Pasal 340 KUHP adalah rencana aksi pertama dalam kondisi tenang dan secara umum akan membutuhkan waktu yang agak lama
Keabsahan Hak Angket DPR Terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (Studi Kasus Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 30/PUU-XV/2017) Akbar Sayudi
JURNAL HUKUM PELITA Vol. 2 No. 1 (2021): Jurnal Hukum Pelita Mei 2021
Publisher : Direktorat Penelitian dan Pengabdian (DPPM) Universitas Pelita Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37366/jh.v2i1.1494

Abstract

Penelitian ini membahas mengenai original intent pasal 20A ayat (2) yang diperjelas dalam pasal 79 ayat 3 UUMD3 tentang Hak Angket yang ditafsirkan secara kumulatif semua pelaksana Undang-Undang sehingga para pemohon Forum Komunikasi dan Konstitusi yang diwakili oleh Achmad Firdous, S.H. dan Bayu Negara, S.H. sebagai ketua dan sekretaris jenderal FKHK, Yudistrira dan Tri Susilo, S.H., M.H. melakukan Judicial Review terkait perluasan dari Hak Angket sehingga para pemohon mengalami kerugian dalam penafsiran secara kumulatif terkait perluasan Hak angket tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan tambahan wawasan akan perkembangan lembaga negara yang ada saat ini yang semakin komplek dan berkembang yang di mana konsep Trias Politika yang dicetuskan oleh Montesquie dan Jhon lock sudah tidak relevan lagi dikarenakan banyak tumbuh lembaga negara baru di luar konsep tersebut dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian metode yuridis normatif, serta sebagai tambahan menggunakan bahan hukum dan data lain, baik bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Dari hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa sebagian hakim Mahkamah Konstitusi tidak melihat secara limitif terkait norma a quo hak angket dan perkembangan ketatanegaraan yang semakin komplek diberbagai negara sehingga banyak lahirlah lembaga negara yang bersifat penunjang yang berada di luar cabang kekuasaan Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif
Legal Counseling "Stop Bullying as a Prevention of Student Bullying" at SMAN 1 Cikarang Pusat Nining Yurista Prawitasari; Akbar Sayudi; Nuraeni
Jurnal Pengabdian Masyarakat Formosa Vol. 2 No. 1 (2023): February 2023
Publisher : PT FORMOSA CENDEKIA GLOBAL

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55927/jpmf.v2i1.2879

Abstract

Bullying is a social problem that never ends in society. These problems can be found in various social contexts such as education, the world of work, even in everyday life. Perpetrators and victims also come from various age backgrounds. Children and adolescents are an age that is vulnerable to bullying. Schools are the places most frequently encountered cases of bullying, in fact, sometimes this problem has been internalized with other activities such as the new student orientation period. Bullying behavior in the school environment can create an environment that is less supportive of students' self-development, can hurt students, so they feel unwanted and rejected by their environment. This of course will have an effect on various student activities at school. The causes of bullying are caused by family factors, environmental factors, school factors and social environment factors. Bullies are students who have more physical or social strength than other friends, have a high temperament, and have a low sense of empathy. Victims of bullying who often fight against perpetrators, but some of them obey the perpetrator's orders and don't dare because they are afraid. Therefore, to tackle bullying, every school needs counseling that can increase students' understanding of bullying. The methods used in this extension are (1) lectures; (2) discussion; (3) feedback; and (4) video playback. The results of the counseling show that there is awareness among students that bullying can come in various forms. Students also realize the need for their role in reducing cases of bullying that occur at school.
Analisis Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Harian Lepas Menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Muhammad Caesar Raflianto; Akbar Sayudi
As-Syar'i: Jurnal Bimbingan & Konseling Keluarga Vol 6 No 2 (2024): As-Syar’i: Jurnal Bimbingan & Konseling Keluarga
Publisher : Fakultas Syariah IAIN Laa Roiba Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47467/as.v6i2.7072

Abstract

Legal protection for casual daily workers is contained in Law Number 13 of 2003. Protection for workers includes social, economic and technical protection. However, casual daily workers do not yet receive full protection from a social, economic and technical perspective. Many workers' rights have not been fulfilled, such as wages, and there is no social security for workers, if workers experience work accidents or occupational health problems while carrying out their work.This research aims to determine the regulation of casual daily workers and legal protection for casual daily workers according to Law Number 13 of 2003 concerning Employment. This research is a type of normative legal research. The data used is secondary data consisting of primary, secondary and tertiary legal materials followed by document studies, regulations and related theories which produce descriptive-analytical data. The research results show that the regulation of casual daily workers is based on PKWTT which can be made in written or verbal form. Meanwhile, the PKWT provisions in Article 51 paragraph (2) of Law Number 13 of 2003 are required to be in writing, this aims to provide protection and certainty to workers/laborers. Legal protection for casual daily workers includes: protection of wages, protection of workers' health and safety, and protection of Social Security. It is hoped that relevant employers and governments will pay more attention to the rights of each worker so that they are adjusted to the mandate of Law Number 13 of 2003, because casual daily workers also work based on work agreements and have the same rights.
Kepastian Hukum Terhadap Pekerja Mengenai Perselisihan Hak dalam Pelaksanaan Perjanjian Kerja Bersama Pasal Pengupahan Antara Serikat Pekerja Dengan Pihak Perusahaan Ditinjau dari Undang-Undang No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Haerul Badri; Akbar Sayudi
J-CEKI : Jurnal Cendekia Ilmiah Vol. 3 No. 4: Juni 2024
Publisher : CV. ULIL ALBAB CORP

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56799/jceki.v3i4.4124

Abstract

Legal certainty for workers in fulfilling their rights and obligations when implementing a Collective Labor Agreement often encounters obstacles, this is often due to changes in labor regulations made by the government, in this case the entrepreneur of PT. Kasen Indonesia and the workers' union in the revision of the 2021-2022 Collective Labor Agreement in the wage article agreed on appropriate points to accommodate the interests of each party, but in its implementation they encountered obstacles in the meaning and implementation or so-called rights disputes. The purpose of the research is to determine legal certainty for workers regarding rights disputes and also to determine the resolution of rights disputes regarding the implementation of the Collective Labor Agreement on wages between PT. Kasen Indonesia Employers and the Workers' Union are reviewed from Law No. 13 of Employment of 2023. In writing this thesis, the Juridical-Empirical method is used, namely examining the applicable legal provisions and what happens in reality, using the kualitatif method. Conclusions are drawn inductively and presented descriptively. The results of this research are that legal certainty for workers is provided by management's agreement to implement the Collective Labor Agreement and resolve disputes by making a new formulation regarding wages through bipartite. PKB is formal legal for both parties, and the obligation for the parties is to carry out the provisions that have been agreed in good faith. As explained in Article 126 paragraph 1 of Law 13 of Employment.