Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search

Peran Pembimbing Kemasyarakatan dalam Penerapan Keadilan Restoratif Bagi Pelaku Dewasa (Studi Perbandingan dengan Belanda) Margareta Dewi Lusiana; Surastini Fitriasih
Syntax Literate Jurnal Ilmiah Indonesia
Publisher : Syntax Corporation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (343.684 KB) | DOI: 10.36418/syntax-literate.v7i6.7316

Abstract

Tujuan pemidanaan di Indonesia saat ini masih belum dapat sepenuhnya meninggalkan paradigma retributif yang berorientasi pada pembalasan. Banyaknya peraturan perundang-undangan yang memuat aturan pidana dengan sanksi penjara membawa implikasi pada permasalahan overcrowding Lapas/Rutan. Guna menanggulangi hal tersebut pembaharuan hukum pidana Indonesia melalui penyusunan RUU KUHP memuat sebuah terobosan yaitu dirumuskannya tujuan pemindanaan di mana Keadilan Restoratif terdapat di dalamnya. Sejalan dengan hal tesebut, hadirnya alternatif pemidanaan dalam RUU KUHP membawa angin segar bagi pemasyarakatan yang masih mengalami permasalahan klasik berupa overcrowding Lapas. Pemasyarakan dalam hal ini turut memiliki andil dalam mengatasi permasalahan overcrowding melalui optimalisasi tugas dan fungsi Pembimbing Kemasyarakatan. Dalam RUU KUHP peran Pembimbing Kemasyarakatan di Indonesia mengalami perluasan ruang lingkup menjadi mendekati praktik probation service di Belanda yang dinilai cukup berhasil dalam penerapan keadilan restoratif dan alternatif pidana. Untuk itu tulisan ini akan menggali peran Pembimbing Kemasyarakatan dalam pelaksanaan keadilan restoratif bagi pelaku dewasa, sambil memaparkan perbandingannya dengan praktik probation service di Belanda. Metode yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam tulisan ini adalah metode penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Agar dapat dilaksanakan secara optimal, peran Pembimbing Kemasyarakatan dalam pelaksanaan keadilan restoratif masih membutuhkan dukungan hukum positif sebagai pijakan.
Peran Notaris sebagai Pihak Ketiga dalam Sebuah Perjanjian di bawah Tangan yang di Waarmerking Ananta Trifani; Surastini Fitriasih
Al-Mashlahah: Jurnal Hukum Islam dan Pranata Sosial Vol 10, No 01 (2022): Al-Mashlahah: Jurnal Hukum Islam dan Pranata Sosial Islam
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam Al Hidayah Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30868/am.v10i01.2381

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lebih lanjut terkait penjelasan mengenai bagaimana tanggungjawab Notaris sebagai pihak ketiga dalam sebuah perjanjian dibawah tangan yang di waarmerking oleh Notaris. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang mana menggunakan pendekatan perundang-undangan dan dalam penelitian ini cara pengumpulan data  menggunakan cara studi kepustakaan yang mana menggunakan data sekunder kemudian untuk kaji dan dianalisis lebih lanjut dengan menggunakan pendekatan deskripstif yang mana setelah ini dapat mendeskripsikan secara lengkap mengenai bagaimana tanggungjawab dari seorang Notaris atas perjanjiaan dibawah tangan yang diwaarmerkingnya dan bagaiamana akibat hukum yang timbul atas akta dibawah tangan yang di waarmerking oleh Notaris tersebut. 
Legal Protection for Notaries in Related Criminal Justice Proceedings in the Making of Deeds Ripandi Ripandi; Surastini Fitriasih
DE LEGA LATA: JURNAL ILMU HUKUM Vol 7, No 1 (2022): January-June
Publisher : Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (208.694 KB) | DOI: 10.30596/dll.v7i1.8092

Abstract

The purpose of writing was to find out about legal protection for Notaries in the implementation of criminal justice processes related to deeds that have been made by Notaries. The research method used was normative juridical, which is conducting an assessment based on the provisions of the applicable laws and regulations. The result of the study was that legal protection for Notaries was primarily provided in Article 66 of the UUJN with the establishment of the Notary Honorary Council (MKN), the aim of which was to provide maximum legal contribution to Notaries in carrying out their duties, and to receive protection as a member of the Indonesian Notary Association (INI). The obstacle in its implementation was that the implementing regulations for the UUJN have not yet been formed, causing there to be articles that provide multiple interpretations in their implementation. In addition, INI's role was still lacking in conducting outreach to the community
ANALISIS YURIDIS SENGKETA TANAH ULAYAT DI LUBUK BASUNG SUMATERA BARAT Adella Maulana; Surastini Fitriasih
The Juris Vol 6 No 1 (2022): JURNAL ILMU HUKUM : THE JURIS
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Awang Long

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56301/juris.v6i1.423

Abstract

West Sumatra has a lot of ulayat lands, namely land that is jointly owned by customary law communities, whether it belongs to a certain suku (tribe) or kaum (people). This often results in land conflits. This study aims to review the protection of land customary rights in Indonesia and analyze how the decision of the Lubuk Basung District Court Number 6/Pdt.G/2021/PN Lbb protects the land customary rights. This study uses a qualitative method with a normative juridical approach. Results of the study stated that the Judge decided that the certificate registration process made without the approval of Kaum and Head of Mamak Waris was considered legally flawed and prohibited under Minangkabau customary law. This study also finds that this dispute occurs because of a confusion about the origin of the object of dispute, a thing that is common because of the characteristics of ulayat land that are inherited generation to generation.
Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Dalam Proses Penyidikan (Studi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 16/PUU-XVIII/2020) Anandiaz Raditya Priandhana; Surastini Fitriasih; Winanto Wiryomartani
Indonesian Notary Vol 3, No 1 (2021): Indonesian Notary
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (198.404 KB)

Abstract

Penelitian ini membahas mengenai Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 16/PUU-XVIII/2020 terkait dengan perlindungan hukum terhadap Notaris dalam Proses Penyidikan. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 16/PUU-XVIII/2020 ini dimohonkan karena Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 dianggap menimbulkan dan/atau berpotensi menimbulkan adanya kerugian dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya sebagai Jaksa, serta seakan-akan memberikan kedudukan yang lebih istimewa kepada seorang Notaris. Permasalahan dalam penelitian ini, yaitu yang pertama adalah kewenangan Majelis Kehormatan Notaris dan pembatasannya dalam Pasal 66 UUJN berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 16/PUU-XVIII/2020. Metode penelitian yang digunakan adalah metode yuridis normatif, dengan menggunakan data sekunder, melalui studi dokumen dengan deskriptif analitis dan pendekatan kualitatif. Adapun hasil penelitian adalah berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 16/PUU-XVIII/2020 terkait kewenangan MKN dan pembatasannya dalam Pasal 66 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014, MKN berwenang untuk memberikan persetujuan dan penolakan terhadap pemanggilan Notaris dengan memperhatikan mendesak atau tidaknya pemanggilan tersebut. Pembatasan atas kewenangan ini terletak pada Pasal 66 ayat (3) dan (4) terkait maksimal jangka waktu pemberian persetujuan pemanggilan.Kata kunci: Perlindungan Hukum, Notaris, Majelis Kehormatan Notaris
Pertanggungjawaban Pidana Atas Pelaksanaan Kewenangan Notaris Dalam Membuat Akta Autentik (Analisis Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor 1362/Pid.B/2019/Pn.Jkt.Utr) Hari Sumarga; Surastini Fitriasih
Indonesian Notary Vol 3, No 2 (2021): Indonesian Notary
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (309.968 KB)

Abstract

Notaris sebagai pejabat umum memiliki kewenangan membuat akta autentik. Kewenangan tersebut harus dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan dan Kode Etik Notaris. Namun, ada kalanya terdapat seorang Notaris yang tidak mengikuti prosedur hukum dalam pelaksanaan kewenangannya membuat akta autentik. Hal ini pun mengakibatkan Notaris dinyatakan telah melakukan perbuatan pidana dan karenanya dibebankan pertanggungjawaban pidana. Seperti halnya Terdakwa RUUR yang merupakan seorang Notaris didalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor 1362/Pid.B/2019/Pn.Jkt.Utr. Dalam Putusan tersebut, RUUR dinyatakan telah melakukan pemalsuan akta autentik karena membuat PPJB dan AJB tanpa dihadiri oleh para pihak yang berkepentingan dan karenanya tidak membacakan PPJB dan AJB tersebut. Terlebih lagi PPJB dan AJB tersebut merupakan tranksaksi jual beli tanah yang fiktif. Akibat perbuatan RUUR tersebut, Hakim menyatakan RUUR telah bersalah melakukan tindak pidana karena melanggar pasal 264 ayat (1) ke-1 KUHP dan membebankan pertanggungjawaban pidana kepadanya. Namun, sebelum proses hukum terhadap RUUR, telah terjadi perdamaian antara RUUR dengan para pihak sehingga telah tercipta restorative justice. Dengan demikian, karena telah ada restorative justice, pertanggungjawaban pidana tidak harus dibebankan kepada RUUR dan dapat dikesampingkan dengan pembebanan pertanggungjawaban jabatan baik secara administrasi maupun secara etik. Hal ini juga sebagai implementasi dari konsep hukum pidana sebagai ultimum remedium. Dengan demikian, RUUR dapat dibebankan sanksi administrasi dan juga sanksi etik. Penelitian tesis ini berbentuk penelitian hukum normatif dengan menggunakan data sekunder serta  menggunakan studi dokumen atau bahan pustaka sebagai alat pengumpulan data.Kata Kunci: Notaris, Akta Autentik, Pertanggungjawaban Pidana
Tanggung Jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah (Ppat) Yang Memalsukan Tanda Tangan Dalam Akta Hibah (Studi Putusan Pengadilan Negeri Cilacap Nomor 44/Pid.B/2021/PN.Clp) Nanda Tiara Suci; Surastini Fitriasih
Indonesian Notary Vol 4, No 1 (2022): Indonesian Notary
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (293.653 KB)

Abstract

Kehadiran PPAT sebagai pejabat publik merupakan jawaban atas kebutuhan masyarakat akan kepastian hukum atas kontrak-kontrak tertentu yang mereka jalani. Peralihan hak atas tanah melalui hibah hanya dapat dilakukan dengan Akta Autentik yang dibuat oleh PPAT. Agar suatu penghibahan dapat beralih secara sempurna, syarat pembuatan Akta Hibah harus dipenuhi dan dilaksanakan sesuai ketentuan perundang-undangan. Namun, dalam Putusan Nomor 44/Pid.B/2021/PN.Clp, unsur syarat subjektif dalam akta hibah tidak terpenuhi karena tidak hadirnya pemberi hibah, sehingga PPAT yang membuat akta tersebut dengan inisiatif memalsukan tanda tangan pemberi hibah agar proses penghibahan tetap berlanjut. Tindakan PPAT ini menimbulkan kerugian kepada ahli waris dari si pemberi hibah yang tanda tangannya dipalsukan. Permasalahan dalam tesis ini adalah akibat hukum dari akta hibah yang ditandatangani oleh PPAT atas nama pemberi hibah, dan pertanggungjawaban PPAT terhadap pemalsuan tanda tangan yang dilakukannya. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif yang bersifat preskriptif berdasarkan data sekunder, melalui studi kepustakaan. Dari hasil penelitian dapat disimpulan bahwa akta hibah yang dipalsukan tersebut batal demi hukum karena tidak memenuhi unsur syarat subjektif dan objektif akta, dan PPAT yang memalsukan akta dengan cara memalsukan tanda tangan pemberi hibah dalam akta tersebut dapat dijatuhi pertanggungjawaban baik secara pidana, perdata maupun administratif. Kata Kunci : Hibah, Pemalsuan Tanda Tangan, Tanggung Jawab PPAT, Akibat, Hukum Pemalsuan Akta
Pemberian Hak Asuh Atas Anak Di Bawah Umur Kepada Orang Tua Laki-Laki (Ayah) Yang Terjadi Akibat Perceraian Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Nomor 203/Pdt.G/2018/Pn.Dpk Hani Regina Sari; Liza Prihandini; Surastini Fitriasih
Indonesian Notary Vol 3, No 1 (2021): Indonesian Notary
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (218.968 KB)

Abstract

Penelitian ini membahas mengenai hak asuh atas anak di bawah umur kepada orang tua laki-laki (Ayah) yang terjadi akibat perceraian.iHak asuh anak seharusnya diberikan kepada ibu apabila seorang anak tersebut masih dibawah umur.iNamun hal itu dapat dikesampingkan apabila ayah dapat membuktikan bila sang ibu tidak layak untuk mendapatkan hak asuh anak.iPermasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai tinjauan hukum dalam menentukan hak asuh bagi anak di bawah umur yang jatuh kepada orang tua laki-laki (ayah) akibat perceraian dan aspek hukum yang ditimbulkan dari putusan perceraian yang telah  berkuatan hukum tetap dan hak asuh anak yang telah diputuskan kepada  salah satu orang tua (ayah) (studi kasus) putusan Pengadilan Negeri Nomor 203/Pdt.G/2018/PN.Dpk.iUntuk menjawab permasalahan tersebut menggunakan bentuk penelitian hukum yuridis normatif dan tipologi penelitian deskriptif evaluatif.iHasil permasalahan adalah ayah mendapatkan hak asuh anak walaupun anak tersebut masih dibawah umur.iHakim memperhatikan faktor-faktor tentang kedekatan, lingkungan, pemeliharaan, perkembangan dan pendidikan anak-anak tersebut dikemudian hari.iHak asuh anak memang seharusnya diberikan kepada pihak yang lebih memungkinkan untuk memelihara dan mendidik anak-anaknya yang belum mencapai umur 18 tahun dengan cara yang baik sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri. Kata kunci: perceraian, hak asuh anak, anak di bawah umur
Indonesia's Criminal Law Policy in Tackling Cyberbullying with a Restorative Justice Approach Muh. Takdir; Surastini Fitriasih
LEGAL BRIEF Vol. 11 No. 6 (2023): February: Law Science and Field
Publisher : IHSA Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35335/legal.v11i6.733

Abstract

The increasing number of complaints from victims of cyberbullying crimes from year to year certainly requires a criminal law policy, both through penal and non-penal efforts, which are not only repressive but also preventive. The Restorative Justice (RJ) approach is one of the possible mechanisms that can be offered in order to combat this type of crime. This study aims to explain how Indonesian criminal law regulates cyberbullying and how Restorative Justice (RJ) approach concept addresses cyberbullying. This research is normative juridical research. The legal materials used were primary legal materials taken from regulations and secondary legal materials refer to relevant writings, books or research. The data is analyzed qualitatively and the writing was organized systematically and descriptively. The results revealed that the regulation on the settlement of cyberbullying includes Article 310 paragraphs (1) and (2) of the Criminal Code, Article 311 of the Criminal Code, Article 315 of the Criminal Code, Article 27 paragraphs (3) and (4) in conjunction with Article 45 paragraph (3) and (4) Law Number 19 of 2016 concerning Amendments to Law Number 11 of 2008 concerning Information and Electronic Transactions and Article 29 in conjunction with Article 45B of Law Number 19 of 2016 concerning Amendments to Law Number 11 of 2008 concerning Information and Electronic Transactions (ITE Law), in this article cannot be applied if the action is only in the form of a threat. Even so, the concept of restorative justice is regulated in law enforcement agencies as the implementation rules have not accommodated several types of cyberbullying crimes.
PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU PENGULANGAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Riza Priyadi; Surastini Fitriasih
SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i Vol 10, No 3 (2023): Article-in-Press
Publisher : Faculty of Sharia and Law UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/sjsbs.v10i3.31810

Abstract

Kekerasan dalam rumah tangga kerap terjadi secara berulang, akibatnya korban kembali mengalami kekerasan. Beberapa penelian menyebutkan bahwa perkara kekerasan dalam rumah tangga dapat diselesaikan melalui restorative justice di luar pengadilan, dengan tujuan untuk mempertahankan keutuhan rumah tangga. Akan tetapi dalam beberapa kasus ditemukan bahwa pelaku melanggar kesepakatan perdamaian dan kembali melakukan kekerasan. Artikel ini akan membahas mengenai pengulangan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan mengkaji bahan-bahan penelitian dari Undang-Undang No. 23 tahun 2004, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, teori hukum pidana, konsep restorative justice dan teori recidive. Dari hasil penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa kesepakatan penyelesaian perkara kekerasan dalam rumah tangga melalui restorative justice seringkali dilanggar oleh pelaku, sehingga kekerasan terjadi kembali. Kesepakatan damai tidak dapat dijadikan dasar sebagai pemberat dalam penjatuhan sanksi pidana. Oleh karenanya perlu ada ketentuan untuk mengatur pelaksanaan restorative justice dan ketentuan mengenai hasil kesepakatan damai sebagai dasar pemberat apabila terjadi pengulangan tidak pidana kekerasan dalam rumah tangga.