Andriansyah Kartadinata
Fakultas Hukum, Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

TINJAUAN YURIDIS PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PRAKTEK PEMALSUAN SURAT KETERANGAN TANAH DI PROVINSI LAMPUNG Fathur Rachman; Irwan Jaya Diwirya; Andriansyah Kartadinata
VIVA THEMIS Vol 5, No 2 (2022): VIVA THEMIS
Publisher : Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (151.784 KB) | DOI: 10.24967/vt.v5i2.1770

Abstract

Umumnya sengketa tanah yang terjadi di Indonesia adalah sengketa hak atas tanah yang dilanggar. Tak heran jika tanah menjadi milik khusus yang tak henti-hentinya memicu berbagai pertikaian sosial yang pelik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui praktik pemalsuan sertifikat tanah di Bandar Lampung dan untuk mengetahui penyelesaian praktik pemalsuan sertifikat tanah di Bandar Lampung. Metode penelitian dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Jenis data terdiri dari data primer dan data sekunder dengan sumber data meliputi data sekunder, data primer dan data tersier. Pengumpulan kepustakaan dilakukan dengan cara studi kepustakaan dan studi lapangan, dan pengolahan data dilakukan dengan seleksi data dan klasifikasi data. Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif. Hasil penelitian ini adalah 1. Praktek pemalsuan sertifikat tanah di Bandar Lampung dikarenakan adanya keinginan untuk memiliki tanah tersebut. Sehingga pelaku termotivasi untuk memiliki tanah tersebut karena tanah tersebut memiliki potensi yang sangat besar sehingga pelaku menggunakan segala cara untuk mendapatkannya, termasuk dengan memalsukan sertifikat tanah. Yang kedua adalah dia merasa bahwa tanah itu miliknya, biasanya seseorang mendapat informasi dari keluarganya bahwa itu adalah tanah. dari nenekmu tetapi lokasi benda itu tidak jelas. Sehingga ia termotivasi dan merasa berhak atas tanah tersebut sehingga membuat sertifikat tanah atas tanah yang diinginkannya. Padahal di atas tanah itu sudah melekat hak orang lain. Disinilah sering timbul sengketa tanah dengan membawa sertifikat tanah masing-masing. Faktor ketiga adalah mengubur hak milik orang lain atas tanah tersebut. Misalnya, seseorang yang sudah lama tinggal dan menggarap tanah bersertifikat kemudian menjual tanah tersebut dengan mengatakan bahwa tanah tersebut tidak memiliki sertifikat tanah. Tanah tersebut kemudian dibeli oleh orang lain dan dibuatkan sertipikat tanah dengan mencantumkan akta jual beli, sehingga mengakibatkan dua sertipikat hak milik atas tanah tersebut, hal ini tentu saja merugikan pemilik asli sertipikat tanah tersebut.
Analisis Penerapan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 Tentang KUHP Terhadap Batas Minimal Usia Perkawinan Masayu Robianti; Fathur Rachman; Andriansyah Kartadinata
JUSTICIA SAINS - Jurnal Ilmu Hukum Vol 8, No 2 (2023): JUSTICIA SAINS: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24967/jcs.v8i2.2586

Abstract

This study aims to analyze the reasons for the legislators to change the setting of the minimum age for marriage for women according to the Law of the Republic of Indonesia Number 1 of 2023 concerning the Criminal Code Amendment to Law Number 16 of 2019 concerning Marriage. The choice of this theme is based on the constitutional background in the previous Marriage Law, the contents of Article - Marriage Law Number 16 of 2019 are not in line with the law that was born later, namely Law 35 of 2014 concerning Amendments to Law Number 23 of 2002 on Child Protection. Based on the above, this paper raises the formulation of the problem: what are the reasons for the legislators to change the minimum marriage limit based on the Law of the Republic of Indonesia Number 1 of 2023 concerning the Criminal Code for Amendments to the Marriage Law. This research is a normative juridical research, using historical approach (historical approach) and statutory approach (statue approach). and the statutory approach. Primary, secondary and tertiary legal materials obtained by the author were analyzed. The results of this study the reasons for the legislators to change the minimum marriage limit for women based on the Law of the Republic of Indonesia Number 1 of 2023 concerning the Criminal Code Amendment to Law Number 16 of 2019 concerning Marriage is the result of this research. Philosophically, this is to eliminate discrimination in the acquisition of basic rights and constitutional rights arising from differences in the minimum age limit for marriage as stipulated in Law no. 16 of 2019. Sociologically, this is to prevent the occurrence of early marriage which will have a further impact on the occurrence of pregnant women and childbirth at an early age which are at high risk for the health of the mother and baby. Juridically, this is a fulfillment of the mandate of the Constitutional Court Decision No. 22/PUU-XV/2017 related to the unification of the minimum age for marriage between men and women, synchronizing the law alongside the Child Protection Act, and part of ensuring the ability to act within the law.