Serlika Aprita
Fakultas Hukum, Universitas Muhammadiyah Palembang

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

SISTEM PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN PIDANA DI INDONESIA Hasanal Mulkan; Serlika Aprita
JUSTICIA SAINS - Jurnal Ilmu Hukum Vol 7, No 1 (2022): JUSTICIA SAINS: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (224.255 KB) | DOI: 10.24967/jcs.v7i1.1645

Abstract

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) telah memasukkan ketentuan pidana dalam Bab XV, yang terdiri dari 23 pasal. Ketentuan pemidanaan ini jauh lebih lengkap dan rinci bila dibandingkan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup yang lama, namun masih banyak hal-hal yang perlu dibenahi dalam UUPPLH tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penegakan hukum pidana terhadap delik formal memiliki hukum acara khusus, karena berkaitan dengan asas ultimum remedium, mengandung makna bahwa pendayagunaan hukum pidana terhadap delik formal harus menunggu sampai penegakan hukum administrasi dinyatakan sudah tidak efektif lagi. Kebijakan hukum pidana dalam upaya penegakan hukum lingkungan berdasarkan prinsip pembangunan perlu penyelenggaraan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan hidup, harus memperhatikan tingkat kesadaran masyarakat dan perkembangan lingkungan secara nasional dan global serta perangkat hukum yang berkaitan dengan lingkungan hidup. Metodenya menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. Kebijakan hukum pidana dalam upaya penegakan hukum lingkungan berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan bahwa hukum lingkungan secara nasional, dan hukum lingkungan internasional belum dapat berjalan secara maksimal dalam upaya penegakan hukumnya karena tidak ada sinergi yang baik dan itu dapat dilihat dari ketidakselarasan pemangku kebijakan dalam merumuskan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
PERANAN ETIKA PROFESI HUKUM TERHADAP UPAYA PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA Serlika Aprita; Hasanal Mulkan
JUSTICIA SAINS - Jurnal Ilmu Hukum Vol 7, No 1 (2022): JUSTICIA SAINS: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (181.191 KB) | DOI: 10.24967/jcs.v7i1.1646

Abstract

Kode etik profesi agar dapat berfungsi dengan baik dan efektif, maka harus ada badan atau alat yang bertugas membina dan mengawasinya. Dalam organisasi advokat biasanya ditugaskan kepada satu badan atau dewan kehormatan profesi untuk melaksanakannya. Badan itu selain menjaga agar aturan kode etik itu dipatuhi oleh seluruh anggota, juga mempunyai kewenangan untuk melakukan penertiban atau tindakan yang bersifat administratif terhadap anggotanya yang nyata-nyata melanggar kode etik profesi. Tindakan administratif yang diambil oleh dewan kehormatan dapat berupa hukuman yang paling ringan, misalnya berupa teguran atau peringatan, tetapi mungkin saja mengingat dan menimbang seriusnya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggotanya, maka dewan kehormatan dapat saja memberi hukuman berat berupa pemecatan dari keanggotaan organisasi. Pada dasarnya, kode etik itu bertujuan untuk di satu pihak menjaga martabat profesi yang bersangkutan, dan di lain pihak untuk melindungi para pencari keadilan (masyarakat) dari penyalahgunaan keahlian dan/atau otoritas profesional. Pada dasarnya kode etik termasuk kelompok kaidah moral positif. Dengan demikian perbedaan kepentingan antara pasien dengan dokter dasarnyaan kepentingan ini jika tidak memenuhi titik temu yang memuaskan kedua belah pihak, akan menyebabkan timbulnya konflik kepentingan.
PERTANGUNGJAWABAN PIDANA KURATOR YANG MELAKUKAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM KAITANNYA DENGAN PRINSIP INDEPENDENSI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 Hasanal Mulkan; Serlika Aprita
UNES Journal of Swara Justisia Vol 7 No 1 (2023): UNES Journal of Swara Justisia (April 2023)
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Ekasakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kurator mempunyai prinsip independensi dan tidak memihak yang merupakan salah satu prinsip utama yang dikenal dalam berbagai ketentuan hukum internasional yang juga dikehendaki oleh Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Selain itu, kurator bertanggung jawab terhadap kesalahan atau kelalaiannya dalam melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan terhadap harta pailit. Rumitnya penyelesaian pemberesan harta pailit semakin bertambah dengan pencantuman pasal sanksi pidana dalam UU Kepailitan yang menyatakan apabila terbukti kurator tidak independen dapat dikenakan sanksi hukum baik pidana maupun perdata sesuai perundang-undangan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif preskriptif. Adanya ancaman untuk menjatuhkan sanksi pidana terhadap kurator dihubungkan dengan sikap tidak independennya kurator pada akhirnya menjadi persoalan baru, khususnya terkait dengan pertanggungjawaban pidana yaitu dalam hal menentukan tolok ukur kurator dikatakan tidak independen sehingga dapat dijatuhi sanksi pidana akibat melakukan perbuatan melawan hukum sebagaimana diamanatkan oleh UU Kepailitan. Pertanggungjawaban pidana kurator yang tidak independen mengacu kepada terpenuhinya 3 (tiga) pilar dalam hukum pidana yaitu ada perbuatan pidana, adanya kesalahan yang berakibat pertanggung jawaban pidana dan berkaitan pidana atau pemidanaan dengan berdasarkan pada prinsip independensi, yaitu kurator dalam situasi yang sulit dapat mengambil tindakan tegas demi kepentingan harta pailit. Adapun ratio decindendi hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap kurator tidak langsung mengacu kepada independensi kurator dalam Pasal 234 ayat (2) UU Kepailitan melainkan mengacu kepada KUHPidana.
Analisis Jaminan Perorangan (Personal Guarantor) Dalam Perkara Kepailitan Ditinjau Dari Perspektif Hukum Dan Hak Asasi Manusia Serlika Aprita; Devi Sri Astuti; Siti Sarah; Lulu Larasari; Diah Pitaloka Harin
JUSTICIA SAINS - Jurnal Ilmu Hukum Vol 8, No 1 (2023): JUSTICIA SAINS: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24967/jcs.v8i1.2375

Abstract

Bankruptcy personal guarantee that is bankrupt without first bankrupting the main debtor in the Supreme Court Decision Number 141/PK/Pdt.Sus/Pailit/2016 whether it is in accordance with the provisions of the applicable legislation and to find out the application and consideration of the judge in deciding the case in this case. This study aims to make everyone who wants to be a guarantor of the debtor understand the applicable rules regarding individual guarantees. This research method uses a normative juridical approach. Normative juridical is where the researcher refers to the legal norms that exist in laws and regulations, literature, expert opinions, and papers. The results of this study indicate that the Judge in Decision Number 141/PK/Pdt.Sus/Pailit/2016 bankrupt the personal guarantee without first insolventing the main debtor because the personal guarantee has relinquished all its privileges, although according to the researcher there are still problems related to the list. BI Checking in showing the existence of other creditors.