Articles
<![CDATA[Penegakan Hukum terhadap Tindakan Penyalahgunaan Kekuasaan dalam Kondisi Darurat Covid-19 ]]>
<![CDATA[Hasanal Mulkan]]>
<![CDATA[ Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol 21, No 2 (2021): Juli ]]>
Publisher : <![CDATA[Universitas Batanghari Jambi ]]>
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33087/jiubj.v21i2.1471
<![CDATA[This study will look at the government's policy of handling Covid-19 from a prophetic legal point of view based on three main pillars, namely humanization, liberation and transcendence. In this study, the authors use normative research by using the approach to legislation, the prophetic legal concept approach and the case approach. The results of the study show that the Covid-19 handling policy carried out by the government still contains inaccurate recipient data, the distribution of basic needs assistance is not carried out in stages from the Central Government to the Regional Government but is carried out simultaneously, there is a legal basis that opens space abuse of authority due to legal immunity for officials. Keywords: Policies, handling of covid-19, prophetic lawThe government has issued several legal products such as Government Regulation in Lieu of Law Number 1 of 2020 concerning State Financial Policy and Financial System Stability for Handling the Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Pandemic and/ Or in the context of Facing Threats That Endanger the National Economy and/or Financial System Stability and Government Regulation Number 21 of 2020 concerning Large-Scale Social Restrictions (PSBB) in the Context of Accelerating Handling of Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). The government has also implemented PSBB and Physical Distancing policies, but these policies are not effective in breaking the chain of spread of COVID-19, it can be seen that the number of COVID-19 cases in Indonesia on January 28, 2021 has reached 1 million cases, the highest in Southeast Asia.]]>
<![CDATA[PERANAN HAKIM DALAM PERSIDANGAN PERKARA PIDANA SEBAGAI UPAYA PENEGAKAN HUKUM PIDANA ]]>
<![CDATA[Hasanal Mulkan]]>
<![CDATA[ Jurnal Hukum Samudra Keadilan Vol 16 No 2 (2021): Jurnal Hukum Samudra Keadilan ]]>
Publisher : <![CDATA[Fakultas Hukum, Universitas Samudra ]]>
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33059/jhsk.v16i2.4118
<![CDATA[Peranan hakim dalam penegakan hukum pidana, bahwa hakim sebagai pihak pemutus perkara sangat berperan sebagai penentu masa depan hukum, karena setiap putusan hakim akan menjadi pusat perhatian masyarakat, oleh karenanya hakim tidak hanya berperan sebagai corong undang-undang, tetapi hakim juga berperan sebagai penemu hukum (recht vinding), sesuai dengan nilai-nilai budaya yang hidup di masyarakat terutama nilai-nilai Pancasila. Peranan hakim dalam memutus perkara pidana yang dapat memenuhi rasa keadilan masyarakat, dalam hal memutus suatu perkara hakim mempunyai kebebasan, hal ini sesuai dengan salah satu unsur negara hukum yang menyatakan, bahwa adanya peradilan yang bebas dan tidak memihak, oleh karenanya hakim selain memperhatikan ketentuan yang tertulis dalam undangundang juga menggunakan hati nurani yaitu berdasarkan keyakinan hakim dan rasa keadilan masyarakat, hal ini sejalan dengan gagasan tipe penegakan hukum progresif]]>
<![CDATA[Giving Medical Rehabilitation Discretion to Children Perpetrators of Drug Abuse ]]>
<![CDATA[Yudhisthira]]>;
<![CDATA[Hasanal Mulkan]]>
<![CDATA[ LEGAL BRIEF Vol. 11 No. 2 (2022): Law Science and Field ]]>
Publisher : <![CDATA[IHSA Institute ]]>
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (380.657 KB)
<![CDATA[Drug trafficking is a universal social phenomenon (a universal social phenomenon) in human life, and is even said to have become the oldest social problem of human kind. With the discretionary authority that is owned, it is understandable if a legal issue does not have to be resolved through the courts, but the resolution can be submitted to the decision of the police, in connection with the discretion against drug and psychotopic abuse, the police can also exercise discretion, especially against the perpetrators who are still children, discretion towards children abusing narcotics and psychotropic substances. As for the formulation of the problem in writing the journal, namely the reason for the police in providing medical rehabilitation descriptions for children who are perpetrators of drug crimes,]]>
<![CDATA[Criminal Elements in Debt Restructuring During The Covid-19 Pandemic: Between Business Continuity and Legal Compliance ]]>
<![CDATA[Hasanal Mulkan]]>;
<![CDATA[Serlika Aprita]]>
<![CDATA[ LEGAL BRIEF Vol. 11 No. 2 (2022): Law Science and Field ]]>
Publisher : <![CDATA[IHSA Institute ]]>
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (401.479 KB)
<![CDATA[The coronavirus (Covid-19) pandemic has hit the world economy, including Indonesia. In addition to direct handling of the epidemic problem, the government is also preparing to anticipate the impact of the economic slowdown caused by the pandemic. The government has issued regulations in relation to the forms of restructuring that can be carried out by banks and national financial institutions with their debtors that open up various alternative patterns of restructuring the settlement of obligations based on POJK No. 11 of 2020. This regulation has the potential to create an imbalance between creditors and debtors. The regulation provides the dominant flexibility for creditors to assess and offer forms of restructuring, so that there is the potential for an imbalance in the form of restructuring between creditors and debtors. The law enforcement scheme has its relevance to Law no. 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Suspension of Debt Payment Obligations (UUK and PKPU). Some adjustments are needed so that the law which is intended to restore economic conditions by providing protection to creditors and debtors can find its context with the crisis caused by Covid-19. The results of this study indicate that PKPU is a strategic tool in designing debt restructuring. If the PKPU application is granted and peace is reached between the debtor and his creditors, the debtor concerned can continue his business activities. Some adjustments are needed so that the law which is intended to restore economic conditions by providing protection to creditors and debtors can find its context with the crisis caused by Covid-19. The results of this study indicate that PKPU is a strategic tool in designing debt restructuring. If the PKPU application is granted and peace is reached between the debtor and his creditors, the debtor concerned can continue his business activities. Some adjustments are needed so that the law which is intended to restore economic conditions by providing protection to creditors and debtors can find its context with the crisis caused by Covid-19. The results of this study indicate that PKPU is a strategic tool in designing debt restructuring. If the PKPU application is granted and peace is reached between the debtor and his creditors, the debtor concerned can continue his business activities.]]>
<![CDATA[BATASAN PENERAPAN PIDANA SEUMUR HIDUP DITINJAU DARI TUJUAN PEMIDANAAN: Indonesia ]]>
<![CDATA[Hasanal Mulkan]]>;
<![CDATA[Luil Maknun]]>
<![CDATA[ Disiplin : Majalah Civitas Akademika Sekolah Tinggi Ilmu Hukum sumpah Pemuda Vol 26, No 1, Maret 2020 ]]>
Publisher : <![CDATA[Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda ]]>
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
<![CDATA[ABSTRAK Selaras dengan tujuan yang bermaksud untuk batasan terhadap pidana seumur hidup menurut hukum pidana Indonesia dan kebijakan pidana seumur hidup dilihat dari tujuan pemidanaan, maka jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif (menggambarkan), oleh karenanya tidak bermaksud untuk menguji hipotesa. Teknik pengolahan data dilakukan dengan cara mengumpulkan data primer dan data skunder yang telah diperoleh selanjutnya diambil secara kualitatif yang hasilnya disajikan secara deskriptif, pada tahap akhir akan dilakukan penarikan kesimpulan, Batasan pidana penjara seumur hidup yang dianut KUHP yaitu sistem pidana yang harus dijalani terpidana sepanjang hidupnya dan Pidana seumur hidup dilihat dari tujuan pemidanaan memberikan aspek penjeraan kepada pelaku karena pelakunya tidak layak lagi sebagai manusia dinilai dari perbuatannya, tidak ada manfaat lagi untuk masyarakat. Dengan kata lain penerapan pidana seumur hidup memenuhi tujuan pemidanaan yang hendak dicapai yaitu keadilan Kata Kunci: Penerapan Pidana Seumur Hidup dan tujuan Pemidanaan]]>
<![CDATA[TINDAK PIDANA PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP ]]>
<![CDATA[Hasanal Mulkan]]>
<![CDATA[ JUSTICIA SAINS - Jurnal Ilmu Hukum Vol 6, No 1 (2021): JUSTICIA SAINS: Jurnal Ilmu Hukum ]]>
Publisher : <![CDATA[Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai ]]>
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (193.283 KB)
|
DOI: 10.24967/jcs.v6i1.1438
<![CDATA[Jutaan tahun yang lalu manusia hidup tanpa perlu khawatir akan terjadinya gangguan atau bahaya oleh pencemaran udara, pencemaran air, atau pencemaran lingkungan yang dipermasalahkan sekarang, sebab manusia percaya dan yakin akan kemampuan sistem alam untuk menanggulanginya secara alamiah. Masalah lingkungan telah ada di hadapan manusia, berkembang sedemikian cepatnya, baik di tingkat nasional maupun internasional sehingga tidak ada suatu Negara pun dapat terhindar dari padanya. Setiap keputusan yang diambil terhadapnya menyangkut kehidupan setiap anak yang sudah lahir dan menjangkau nasib setiap anak yang lahir kemudian. Hanya ada satu dunia dan penumpangnya adalah manusia seutuhnya. Selaras dengan tujuan yang bermaksud untuk menelusuri prinsip-prinsip hukum, terutama yang terkait unsur-unsur tindak pidana pencemaran lingkungan hidup menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, maka jenis penelitiannya tergolong penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif, sehingga tidak bermaksud menguji hipotesis. Teknik pengolahan data dilakukan dengan menerapkan cara content analisys terhadap data tekstual untuk selanjutnya dikontruksi dalam suatu kesimpulan.]]>
<![CDATA[SISTEM PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN PIDANA DI INDONESIA ]]>
<![CDATA[Hasanal Mulkan]]>;
<![CDATA[Serlika Aprita]]>
<![CDATA[ JUSTICIA SAINS - Jurnal Ilmu Hukum Vol 7, No 1 (2022): JUSTICIA SAINS: Jurnal Ilmu Hukum ]]>
Publisher : <![CDATA[Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai ]]>
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (224.255 KB)
|
DOI: 10.24967/jcs.v7i1.1645
<![CDATA[Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) telah memasukkan ketentuan pidana dalam Bab XV, yang terdiri dari 23 pasal. Ketentuan pemidanaan ini jauh lebih lengkap dan rinci bila dibandingkan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup yang lama, namun masih banyak hal-hal yang perlu dibenahi dalam UUPPLH tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penegakan hukum pidana terhadap delik formal memiliki hukum acara khusus, karena berkaitan dengan asas ultimum remedium, mengandung makna bahwa pendayagunaan hukum pidana terhadap delik formal harus menunggu sampai penegakan hukum administrasi dinyatakan sudah tidak efektif lagi. Kebijakan hukum pidana dalam upaya penegakan hukum lingkungan berdasarkan prinsip pembangunan perlu penyelenggaraan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan hidup, harus memperhatikan tingkat kesadaran masyarakat dan perkembangan lingkungan secara nasional dan global serta perangkat hukum yang berkaitan dengan lingkungan hidup. Metodenya menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. Kebijakan hukum pidana dalam upaya penegakan hukum lingkungan berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan bahwa hukum lingkungan secara nasional, dan hukum lingkungan internasional belum dapat berjalan secara maksimal dalam upaya penegakan hukumnya karena tidak ada sinergi yang baik dan itu dapat dilihat dari ketidakselarasan pemangku kebijakan dalam merumuskan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.]]>
<![CDATA[PERANAN ETIKA PROFESI HUKUM TERHADAP UPAYA PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA ]]>
<![CDATA[Serlika Aprita]]>;
<![CDATA[Hasanal Mulkan]]>
<![CDATA[ JUSTICIA SAINS - Jurnal Ilmu Hukum Vol 7, No 1 (2022): JUSTICIA SAINS: Jurnal Ilmu Hukum ]]>
Publisher : <![CDATA[Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai ]]>
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (181.191 KB)
|
DOI: 10.24967/jcs.v7i1.1646
<![CDATA[Kode etik profesi agar dapat berfungsi dengan baik dan efektif, maka harus ada badan atau alat yang bertugas membina dan mengawasinya. Dalam organisasi advokat biasanya ditugaskan kepada satu badan atau dewan kehormatan profesi untuk melaksanakannya. Badan itu selain menjaga agar aturan kode etik itu dipatuhi oleh seluruh anggota, juga mempunyai kewenangan untuk melakukan penertiban atau tindakan yang bersifat administratif terhadap anggotanya yang nyata-nyata melanggar kode etik profesi. Tindakan administratif yang diambil oleh dewan kehormatan dapat berupa hukuman yang paling ringan, misalnya berupa teguran atau peringatan, tetapi mungkin saja mengingat dan menimbang seriusnya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggotanya, maka dewan kehormatan dapat saja memberi hukuman berat berupa pemecatan dari keanggotaan organisasi. Pada dasarnya, kode etik itu bertujuan untuk di satu pihak menjaga martabat profesi yang bersangkutan, dan di lain pihak untuk melindungi para pencari keadilan (masyarakat) dari penyalahgunaan keahlian dan/atau otoritas profesional. Pada dasarnya kode etik termasuk kelompok kaidah moral positif. Dengan demikian perbedaan kepentingan antara pasien dengan dokter dasarnyaan kepentingan ini jika tidak memenuhi titik temu yang memuaskan kedua belah pihak, akan menyebabkan timbulnya konflik kepentingan.]]>
<![CDATA[Penegakan Hukum Pidana Terhadap Kepemilikan Senjata Api Ilegal yang Disalahgunakan yang Mengakibatkan Matinya Seseorang: Criminal Law Enforcement Against Possession of Illegally Abused Firearms that Causes Someone's Death ]]>
<![CDATA[Hasanal Mulkan]]>;
<![CDATA[Mona Wulandari]]>
<![CDATA[ DOKTRINA: JOURNAL OF LAW Vol. 5 No. 2 (2022): Doktrina:Juornal of Law Oktober 2022 ]]>
Publisher : <![CDATA[Universitas Medan Area ]]>
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.31289/doktrina.v5i2.7513
<![CDATA[According to Law No. 12 of 1951 and the criminal law enforcement process against perpetrators of illegal possession of firearms according to the Emergency Law No. 12 of 1951 as well as the obstacles encountered in the enforcement of criminal law against illegal possession of firearms by the police by selecting the relevant agencies to obtain detailed information. concerning the enforcement of criminal law against illegal possession of firearms and the application of the Emergency Law No. 12 of 1951. that Law No. 12 of 1951 concerning the possession of illegal firearms has been implemented properly and the enforcement of criminal law against perpetrators of illegal possession of firearms has been carried out in accordance with the relevant regulations. Starting from the starting point of the discussion, it can be concluded that as a criminal law enforcer against the owner of a legal firearm that is misused resulting in the death of a person, it is possible to be subject to criminal charges against the perpetrators of murder in accordance with Article 338 of the Criminal Code with the threat of imprisonment for a maximum of fifteen years in prison and preventive measures to prevent the misuse of legal firearms, are in accordance with the applicable regulations for registration and use permits, conducting raids from certain parties, medical examinations for the holder of the firearms.]]>
<![CDATA[Mengkaji Kebijakan Hukum Pidana Pencegahan Penyebaran Virus Covid-19 di Indonesia ]]>
<![CDATA[Hasanal Mulkan]]>;
<![CDATA[Susiana Kifli]]>
<![CDATA[ Wajah Hukum Vol 6, No 2 (2022): Oktober ]]>
Publisher : <![CDATA[Universitas Batanghari Jambi ]]>
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33087/wjh.v6i2.1015
<![CDATA[The right of the community to live in peace and prosperity was guaranteed by the government in the Republic of Indonesia's 1945 Constitution. The government must coordinate better and convene all necessary stakeholders in order to stop the Covid-19 virus from spreading throughout Indonesia. The current issue is the criminal law policy. To battle the epidemic, this kind of normative legal research takes an analytical, conceptual, and legislative approach. When laws or regulations have been passed into legal products by government organizations, law enforcement is a technique to put the will into action. When enforcing laws during a time of emergency, the police will apply criminal punishments; however, they must also educate the public and protect them legally when they use repressive measures. This will be done through the Chief of Police's Declaration.]]>
