Bullying sering kali terjadi pada anak-anak maupun remaja, baik dilakukan secara individu maupun berkelompok. Remaja yang mengalami bullying memiliki risiko lebih tinggi terhadap gangguan kesehatan, baik fisik maupun mental. Dampak yang mungkin timbul pada korban di antaranya adalah munculnya gangguan psikologis seperti depresi, kecemasan, dan kesulitan tidur yang dapat terbawa hingga dewasa. Penguatan kesehatan mental sekaligus pengembangan keterampilan sosial-emosional bagi remaja perlu dilakukan agar siklus kekerasan tidak terus berlanjut. Menjaga kesehatan mental, khususnya pada remaja yang sedang berada dalam fase perkembangan identitas diri, menjadi hal yang sangat penting. Dengan kondisi mental yang sehat, remaja akan lebih tahan terhadap risiko bullying, baik dalam posisi sebagai korban maupun potensi menjadi pelaku. Keadaan mental yang sehat menjaga agar individu dapat mengatasi stres secara wajar dan dapat menjalin hubungan sosial yang positif dan bermakna. Melalui kegiatan edukasi, pendampingan, dan pembinaan karakter, siswa dapat meningkatkan kesadaran tentang dampak negatif bullying serta menumbuhkan sikap empati, saling menghargai, dan solidaritas antar teman sebaya. Dengan demikian, penguatan kesehatan jiwa bukan hanya berfungsi sebagai sarana pencegahan perilaku menyimpang, tetapi juga sebagai fondasi terciptanya lingkungan sekolah yang aman, suportif, dan kondusif bagi perkembangan remaja secara optimal. Dengan adanya penguatan kesehatan jiwa, remaja diharapkan memiliki kemampuan mengelola emosi, meningkatkan rasa empati, dan membangun hubungan sosial yang sehat sehingga mampu mencegah terjadinya bullying di lingkungan sekolah maupun masyarakat. Melalui kolaborasi berbagai pihak, tercipta lingkungan yang aman, suportif, dan kondusif bagi tumbuh kembang remaja, sekaligus memperkuat fondasi untuk mencetak generasi muda yang sehat jiwa, berkarakter positif, dan bebas dari perilaku bullying