Sariban Sariban, Sariban
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Islam Darul Ulum Lamongan, Jalan Airlangga No. 3 Sukodadi, Lamongan, Jawa Timur

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search
Journal : ATAVISME JURNAL ILMIAH KAJIAN SASTRA

MENEMUKAN KEINDONESIAAN DALAM NOVEL-NOVEL PRAMOEDYA ANANTA TOER Sariban, Sariban; Marzuqi, Iib
ATAVISME Vol 18, No 2 (2015): ATAVISME, Edisi Desember 2015
Publisher : Balai Bahasa Jawa Timur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24257/atavisme.v18i2.112.159-169

Abstract

Penelitian ini dilatarbelakangi usaha penemuan nilai-­nilai keindonesiaan dalam novel-­novel Pramoedya Ananta Toer (Pram). Masalah penelitian meliputi nilai multikulturalisme, modernisme, dan nasionalisme keindonesiaan dalam novel-novel Pram. Tujuan penelitian ini menemukan nilai multikulturalisme, modernisme, dan nasionalisme keindonesiaan dalam karya Pram. Teori yang digunakan adalah konsep keindonesiaan sebagai bangsa bekas jajahan yang bermasyarakat plural. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa novel-­novel Pram memberikan kontribusi besar dalam membangun keindonesiaan. Terdapat tiga nilai keindonesiaan dalam novel-novel Pram. Ketiga nilai keindonesiaan tersebut adalah nilai multikulturalisme, modernisme, dan nasionalisme. Multikulturalisme keindonesiaan dalam novel-novel menggambarkan penghargaan perbedaan, kesukuan, toleransi, dan keragaman warga bangsa. Modernisme keindonesiaan dalam novel Pram tergambar melalui filosofi belajar sepanjang hayat. Modernitas Indonesia dibangun melalui tradisi terus belajar pada semua jenjang usia, pada semua suasana, yang tidak mengenal batas tempat dan waktu. Dengan belajar selamanya, tokoh-tokoh novel Pram berupaya mewujudkan Indonesia yang lebih baik dan berkontribusi di tengah-­tengah bangsa lain yang lebih dahulu memiliki peradaban maju. Nasionalisme keindonesiaan dalam karya Pram terlihat melalui sikap mandiri dan berani tokoh-­tokohnya untuk tidak bergantung bangsa lain untuk menjadi bangsa beridentitas. Abstract: This research attempts to find out the value of Indonesia in Pramoedya Ananta Toer?s (Pram) novels. Research problems including multiculturalism value, modernism value, and Indonesia nationalism in Pram?s novels. The aim of this research is to find out the values of multiculturalism, modernism, and Indonesia nationalism in Pram?s masterpiece. The theory that is used in this research is Indonesia concept as excolony. This research uses the descriptive method. The result of the research shows that novels by Pram made a major contribution in building the Indonesianness. There are three grades the Indonesianness in the novels by Pram. The tree of the Indonesianness values are the values of multiculturalism, modernism, and nationalism. The respect of multiculturalism of the Indonesianness in novels by Pram is implied in the differences, ethnicity, tolerance, and diversity of the citizens of the nation. The Modernism of the Indonesianness in Pram?s novel illustrated by the philosophy of lifelong learning. Indonesian modernity was built through the tradi­tion endure learning at all age levels, in all the atmosphere, that knows no boundaries of place and time. By learning forever, the characters of Pram?s novels seeks to realize a better Indonesia and contribute in the midst of other nations that previously had an advanced civilization. The Indonesianness nationalism of Pram?s work in is grasped through independent attitude and the heroism of characters not to rely on others to get the nation's identity. Key Words: the Indonesianness; multiculturalism; modernism; nationalism
PROSES MENJADI DALAM NOVEL TARIAN SETAN KARYA SADDAM HUSSEIN DAN SIDDHARTHA KARYA HERMANN HESSE Sariban, Sariban
ATAVISME Vol 12, No 1 (2009): ATAVISME, Edisi Juni 2009
Publisher : Balai Bahasa Jawa Timur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24257/atavisme.v12i1.156.37-45

Abstract

Artikel ini bertujuan menjelaskan pemikiran filsafat dalam novel Tarian Setan dan Siddharta (2007). Kumpulan pemikiran filsafat yang dibangun adalah hasrat karakter sebagai representasi manusia sehingga semua argumen yang dibangun berakar pada latar belakang kemunculan hasrat, proses hasrat, dan hasil hasrat. Berdasarkan pemikiran filsafat, bisa disimpulkan bahwa Hasqil dan Siddharta memiliki hasrat menjadi karena pengaruh imitasi, mimetik. Dalam proses menjadi yang disebabkan oleh mimetik, bisa diidentifikasi bahwa Hasqil lebih memiliki hasrat fisik, agresif, sementara Siddharta memiliki hasrat psikologis, reseptif. Sebagai subjek yang memiliki hasrat menjadi, Hasqil dan Siddharta bisa dianggap sebagai korban karena keduanya tidak pernah bebas dalam menentukan hasratnya sendiri. Individu adalah korban lingkungannya. Ironi tentang keterjebakan manusia pada hasrat libidinal telah didemonstrasikan oleh kedua karakter tersebut. Hasqil telah terjebak dalam hasrat libidinal sehingga menjadi orang gagal, sementara Siddharta secara sengaja menjebak dirinya sendiri untuk proses kesadaran menjadi karena prinsip bahwa hidup adalah tindakan. Hasrat kematian selalu menjadi bagian dari proses menjadi untuk tiap individu. Kematian adalah sebuah pelarian dari ketidakbahagiaan dan harapan untuk sekaligus meraih kebahagiaan. Abstract: This paper is aimed to explain the philosophical way of thinking in the novels Tarian Setan and Siddharta (2007). The collection of a way of thinking built is the character?s desire as a human representation so that all arguments built are rooted in the background of desire emergence, desire process, and desire result. Based on the philosophical way of thinking, it can be concluded that Hasqil and Siddharta have a desire of being for the influence of imitation, mimetic. In the process of being caused by the mimetic, it can be identified that Hasqil has a more physical desire, aggressive, whereas Siddharta has a psychological desire, receptive. As a subject having a desire of being, Hasqil and Siddharta can be regarded as victims since both have never been free in deciding their own desire. Individuals are their environment?s victims. The irony of human entrapment towards libidinal desire has been demonstrated by the two characters. Hasqil has been trapped in the libidinal desire that he becomes a failed person, whereas Siddharta has intentionally trapped himself for the process of consciousness of being because of a principle that life is action. The desire of death has always become a part of the process of being for every individual. Death is an escape from unhappiness and a hope to get a hold of happiness all together. Keywords: process of being, desire, Tarian Setan, Siddharta