Novia Dwi Styowati
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Published : 1 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

Analisis Hukuman Kebiri Kimia Terhadap Pelaku Kejahatan Seksual Ditinjau Dari Sudut Pandang Hak Asasi Manusia (Studi Kasus Pelecehan Seksual 14 Santriwati Di Kabupaten Bandung) Dinar Sugiana Fitrayadi; Alya Oktaviani; Mamay Maesaroh; Mia Rhodia; Nabilah Alda Adawiya; Neng Neng; Novia Dwi Styowati; Oki Purwanti; Umiyah Umiyah; Yunita Dwi Rifani
Jurnal Kewarganegaraan Vol 6 No 1 (2022): 1 Januari - 30 Juni 2022 (In Press)
Publisher : UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (749.235 KB) | DOI: 10.31316/jk.v6i1.2728

Abstract

AbstrakAda dua jenis kebiri yang diterapkan di berbagai negara, yaitu kebiri fisik dan kebiri kimia. Kebiri fisik, seperti yang dilakukan di Republik Ceko dan di Jerman, dilakukan dengan mengamputasi testis pelaku pedofilia, sehingga pelaku kekurangan hormon testosteron, yang mempengaruhi gairah seksnya. Sedangkan kebiri kimia, berbeda dengan kebiri fisik, tidak dilakukan dengan cara amputasi buah zakar. Eksekutornya akan mengandung bahan kimia antiandrogen yang dapat melemahkan hormon testosteron. Ini dapat dilakukan melalui pil atau suntikan. Ketika hormon testosteron melemah, kemampuan untuk membangun, menurunkan libido atau hasrat seksual seseorang atau bahkan hilang sama sekali. Belum lama  ini terjadi lagi suatu kasus pemerkosaan terhadap perempuan, yang dikenal dengan kasus pemerkosaan Herry Wirawan terhadap belasan santriwati di Bandung. Kemudian yang menjadi sorotan adalah bagaimana penyelesaian terhadap kasusnya, yakni tedakwa pada kasus tersebut sempat divonis hakim untuk hukuman kebiri dan mati, namun pada akhirnya putusan yang dikeluarkan adalah hukuman pidana penjara seumur hidup, karena beberapa pakar HAM di Indonesia menolak dan menegaskan bahwa hukuman kebiri maupuun vonis mati tersebut melanggar hak asasi manusia. Berdasarkan hal tersebut peneliti ingin, menganalisis dan mengetahui Bagaimana hukum kebiri kimia terhadap pelaku kejahatan seksual ditinjau dari sudut pandang hak asasi manusia, dengan menggunakan studi kasus (Pelecehan seksual 14 santriwati di Kabupaten Bandung), Meninjau bagaimana hukuman ini ini diberlakukan bagi pelaku kejahatan pelecehan seksual. Penelitian ini menggunakan metode yuridis empiris yaitu metode penelitian yang dilakukan dengan mengumpulkan data-data serta mewawancarai langsung pihak-pihak yang terkait dengan obyek penelitian. Jenis pendekatan yang di gunakan dalam penulisan ini merupakan pendekatan kasus yang dilakukan dengan menelaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan. Pembatasan dalam penelitian kualitatif ini lebih didasarkan pada tingkat kepentingan/urgensi dari masalah yang dihadapi dalam penelitian ini. Hasil penelitian data deskriptif diperoleh bahwa dalam sudut pandang HAM berdasarkan keterangan yang didapat dari wawancara dengan Kepala bidang HAM menerangkan bahwa Hukuman kebiri tidak bisa dianggap melanggar hak asasi karena sejak awal pelaku sendiri lah yang telah melangar HAM para korbannya. Kasus pelecehan merupakan sebuah kejahatan serius yang melanggar hak asasi manusia, menimbulkan trauma kepada para korban dan keluarga serta menggangu ketentraman di lingkungan masyarakat.Kata Kunci : HAM, Kebiri Kimia, Perempuan, Pelecehan. AbstractThere are two types of castration applied in different countries, namely physical castration and chemical castration. Physical castration, as is done in the Czech Republic and in Germany, is carried out by amputating the testicles of the pedophilia abuser, so that the offender is deficient in the hormone testosterone, which affects his sex drive. Meanwhile, chemical castration, in contrast to physical castration, is not carried out by means of amputation of testicles. The executor will contain antiandrogen chemicals that can weaken the hormone testosterone. This can be done through pills or injections. When the hormone testosterone is weakened, the ability to build up, lower one's libido or sexual desire or even disappear altogether. Not long ago there was another case of rape of women, known as the Herry Wirawan rape case against dozens of female students in Bandung. Then the highlight is how the settlement of the case, namely the tedakwa in the case was sentenced by the judge to be sentenced to castration and death, but in the end the verdict issued was a sentence of life imprisonment, because some human rights experts in Indonesia refused and emphasized that the sentence of castration maupuun death sentence violated human rights. Based on this, the researcher wants to, analyze and know how the chemical castration law against sex offenders is viewed from a human rights point of view, using a case study (Sexual harassment of 14 female students in Bandung Regency), Reviewing how this punishment is applied to perpetrators of sexual harassment crimes. This research uses the empirical juridical method, which is a research method carried out by collecting data and interviewing directly parties related to the object of study. The type of approach used in this writing is a case approach that is carried out by examining related cases. The restrictions in this qualitative research are more based on the level of importance / urgency of the problems faced in this study. The results of the descriptive data study were obtained that from a human rights point of view based on information obtained from an interview with the Head of the Human Rights sector, it was explained that the punishment of castration could not be considered a violation of human rights because from the beginning the perpetrator himself was the one who had violated the human rights of his victims. Harassment is a serious crime that violates human rights, traumatizes victims and families and disturbs peace in the community.Keywords : Human Rights, Chemical Castration, Women, Harassment.