Penetapan P-21 bukan merupakan dari objek praperadilan, melainkan hanya sebagai surat pemberitahuan bahwa berkas telah dinyatakan lengkap sehingga ketentuan itu bertentangan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Atas alasan tersebut diajukan permohonan praperadilan untuk mengabulkan permohonan pemohon praperadilan, namun hakim praperadilan telah keliru dalam mempertimbangkan putusan praperadilan Pengadilan Jakarta Selatan dalam rangka mengabulkan permohonan praperadilan tersebut. Pokok Permasalahan yang diangkat: 1. Apakah putusan hakim dalam putusan Praperadilan yang mengabulkan permohonan tidak sahnya penetapan P-21 dalam Putusan Praperadilan telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku? 2. Apa akibat hukum yang ditimbulkan dari keluarnya Putusan Praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor :117/Pid.Prap/2017/PN.Jkt.Sel. yang mengabulkan permohonan tidak sahnya Penetapan P.21? Penelitian ini bersifat yuridis normatif dan menggunakan data sekunder dianalisis secara kualitatif dan menarik kesimpulan dengan metode deduktif yaitu menarik kesimpulan yang bersifat khusus dari pernyataan-pernyataan yang bersifat umum. Kesimpulan menunjukkan bahwa : 1. Dalam Putusan Praperadilan pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor:117/Pid.Prap/2017/PN.Jkt.Sel.mengenai pertimbangan hukumnya, Penetapan P-21 tidak sah dan tidak mempunyai hukum yang mengikat karena bertentangan terhadap ketentuan Pasal 77 KUHAP. 2. Pengujian Penetepan P-21 sebagai objek Praperadilan dalam Putusan Praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor ; 117/ Pid. Prap/ 2017/ PN. Jkt. Sel. tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku karena kewenangan lembaga Praperadilan sudah ditentukan secara limitatif berdasarkan ketentuan Pasal 77 KUHAP dan Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 21/PUU-XII/2014.