abdul mukmin, abdul
PEROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS PASIR PENGARAIAN

Published : 9 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

Studi Kelayakan Finansial Usaha Roti Hamimah Di Desa Rambah Kecamatan Rambah Hilir Kabupaten Rokan Hulu mukmin, abdul
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Pertanian Vol 1, No 1 (2016)
Publisher : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (565.309 KB)

Abstract

Bussiness feasibility study is needed to see a figure out of feasibility to run a business. Incarrying out the business of bread Hamimah agro-industry, most employers have notmade a special recording of finance for their business, so it is not known how much itsexpenses cost and revenue expenditure on its business. This research purpose to analyzethe financial feasibility of bread Hamimah agro-industry and knowing the problemsfaced.Method ofanalysis usesfeasible analysis from various aspect such as market andmarketing aspects, technical aspects, financial aspects,in addition sensitivities analysisalso used to asses input of cost increase toward business feasibility.This research wasconducted from November 2015 until February 2016. Data collection methods used weresurveys and direct interviews with respondents. The results of a financial analysis on tofuagro-indutry business as feasible with Net Present Value (NPV) of Rp.2,184,214,511,- ispositive (NPV> 0), Internal Rate of Return (IRR) IRR 15,86% which is greater discountfactor that applies, namely 12.95%, Net B / C is 1,3099 where the Net B / C> 1, Pay Backperiod (PBP) 1 months5 day, and Break Even Point (BEP) 5 years 9 months 20 days,meaning not experience gains and losses before the economic life of the equipmentexpires.The results of the sensitivity analysis declared eligible by the increase inoperating costs by 18% the selling price fixed and the selling price sensitivity analysis18% and fixed production costs feasible declared.All result were analyzed with theinvestment criteria states that enterprises in Mr.Sudarso’s bread agro-industry isfeasible.
PENDAFTARAN HAK MILIK ATAS TANAH TERHADAP HARTA GONO – GINI YANG BELUM DILAKUKAN PEMBAGIAN Parningotan, Johannes; Mukmin, Abdul
Yuriska: Jurnal Ilmiah Hukum Vol. 8 No. 1 (2016): February
Publisher : Law Department, University of Widya Gama Mahakam Samarinda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24903/yrs.v8i1.25

Abstract

Indonesia is a state of law as set forth in the 1945 Constitution and contained in article 1 paragraph (3) that, the state of Indonesia is a state of law, therefore Indonesia is a country of law. That is why the implementation of the state should be based on law, including provisions in the agrarian field. The provisions of the law in the agrarian field in the codification in Law No. 5 of 1960 About the Basic Regulation of Agrarian Principles (State Gazette Year 1960 Number 104, Additional State Gazette No. 2043), hereinafter abbreviated as BAL, but in certain cases how legal certainty in the land registry to assets marriages that have not performed the division as a result of a divorce that has been decided by the competent authority in this case the Religious Court or District Court.
KEDUDUKAN HUKUM ADAT DALAM ERA REFORMASI Mukmin, Abdul
Yuriska: Jurnal Ilmiah Hukum Vol. 2 No. 2 (2010): August
Publisher : Law Department, University of Widya Gama Mahakam Samarinda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24903/yrs.v2i2.106

Abstract

Berbicara persoalan penegak hukum adat Indonesia, memang sangat prinsipil karena adat merupakan salah satu cermin bagi bangsa, adat merupakan identitas bagi bangsa, dan identitas bagi tiap daerah. Dalam kerangka pelaksanaan Hukum Tanah Nasional dan dikarenakan tuntutan masyarakat adat maka pada tanggal 24 Juni 1999, telah diterbitkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) No. 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat, peraturan ini dimaksudkan untuk menyediakan pedoman dalam pengaturan dan pengambilan kebijaksanaan operasional bidang pertanahan serta langkah-langkah penyelesaian masalah yang menyangkut tanah ulayat. Indonesia merupakan negara yang menganut pluralitas di bidang hukum, di mana diakui keberadaan hukum positif, hukum agama dan hukum adat. Dalam prakteknya (deskritif) sebagian masyarakat masih menggunakan hukum adat untuk mengelola ketertiban di lingkungannya. Di tinjau secara preskripsi (dimana hukum adat dijadikan landasan dalam menetapkan keputusan atau peraturan perundangan), secara resmi, diakui keberadaaanya namun dibatasi dalam peranannya. Beberapa contoh terkait adalah undang-undang di bidang pertanahan (UU No. 5 th 1960) yang mengakui keberadaan hukum adat dalam kepemilikan tanah.
KEDUDUKAN HUKUM ADAT DALAM ERA REFORMASI Mukmin, Abdul
Yuriska: Jurnal Ilmiah Hukum Vol. 2 No. 2 (2010): August
Publisher : Law Department, University of Widya Gama Mahakam Samarinda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24903/yrs.v2i2.107

Abstract

Berbicara persoalan penegak hukum adat Indonesia, memang sangat prinsipil karena adat merupakan salah satu cermin bagi bangsa, adat merupakan identitas bagi bangsa, dan identitas bagi tiap daerah. Dalam kerangka pelaksanaan Hukum Tanah Nasional dan dikarenakan tuntutan masyarakat adat maka pada tanggal 24 Juni 1999, telah diterbitkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) No. 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat, peraturan ini dimaksudkan untuk menyediakan pedoman dalam pengaturan dan pengambilan kebijaksanaan operasional bidang pertanahan serta langkah-langkah penyelesaian masalah yang menyangkut tanah ulayat. Indonesia merupakan negara yang menganut pluralitas di bidang hukum, di mana diakui keberadaan hukum positif, hukum agama dan hukum adat. Dalam prakteknya (deskritif) sebagian masyarakat masih menggunakan hukum adat untuk mengelola ketertiban di lingkungannya. Di tinjau secara preskripsi (dimana hukum adat dijadikan landasan dalam menetapkan keputusan atau peraturan perundangan), secara resmi, diakui keberadaaanya namun dibatasi dalam peranannya. Beberapa contoh terkait adalah undang-undang di bidang pertanahan (UU No. 5 th 1960) yang mengakui keberadaan hukum adat dalam kepemilikan tanah.
KAJIAN HUKUM TERHADAP CAMAT SEBAGAI PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) SEMENTARA DITINJAU DARI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 37 TAHUN 1998 TENTANG PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH Mukmin, Abdul
Yuriska: Jurnal Ilmiah Hukum Vol. 4 No. 1 (2012): February
Publisher : Law Department, University of Widya Gama Mahakam Samarinda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24903/yrs.v4i1.163

Abstract

Keberadaan PPAT Sementara sangatlah dibutuhkan, terutama di daerah-daerah terpencil yang jauh dari kota diangkat KepalaDesa/Lurah sebagai PPAT Sementara (Pasal 18 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia nomor 1 Tahun 2006 Tentang Aturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, dengan pertimbangan bahwa Kepala Desa/lurah tersebut dianggap mengetahui benar daerah tempat ia menjabat sehingga mempermudah dalam hal kegiatan pembuatan surat keterangan yang menyatakan penguasaan tanah oleh masyarakat. Keberadaan PPAT Sementara di daerah-daerah terpencil bertujuan untuk mempermudah masyarakat dalam hal pembuatan Akta Peralihan Hak atas tanah-tanah mereka, menghemat energi dengan tidak harus pergi ke kota serta juga menghemat biaya, dimana sudah barang tentu biaya yang dikeluarkan lebih kecil ketika mereka harus mengurus akta dengan Camat atau Kepala Desa sebagai PPAT Sementara dari pada dengan PPAT/Notaris. Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 12 XVII – PPAT 2008 Tentang Formasi PPAT bahwa formasi PPAT untuk wilayah kota Samarinda adalah sebanyak 75 (tujuh puluh lima) dan jumlah PPAT di kota Samarinda saat ini adalah sebanyak 43 (empat puluh tiga), ini berarti bahwa keberadaan PPAT untuk saat ini di kota Samarinda belum memenuhi formasi yang ada, dimana masih ada 32 formasi lagi untuk PPAT dan PPAT Sementara.
MANFAAT SERTIFIKAT TANAH SEBAGAI UPAYA PENERTIBAN ADMINISTRASI DI BIDANG PERTANAHAN Mukmin, Abdul
Yuriska: Jurnal Ilmiah Hukum Vol. 3 No. 1 (2011): February
Publisher : Law Department, University of Widya Gama Mahakam Samarinda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24903/yrs.v3i1.192

Abstract

Pendaftaran tanah merupakan persoalan yang sangat penting dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), karena pendaftaran tanah merupakan awal dari proses lahirnya sebuah bukti kepemilikan hak atas tanah. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah secara jelas dinyatakan tujuan yang hendak dicapai dengan adanya pendaftaran tanah tersebut, yaitu bagi masyarakat adalah untuk memberikan jaminan kepastian hukum atas bidang tanah yang di hakinya, sedangkan bagi pemerintah adalah untuk tertib administrasi pertanahan.
KEDUDUKAN HUKUM ADAT DALAM ERA REFORMASI Mukmin, Abdul
Yuriska: Jurnal Ilmiah Hukum Vol. 2 No. 2 (2010): August
Publisher : Law Department, University of Widya Gama Mahakam Samarinda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24903/yrs.v2i2.197

Abstract

Berbicara persoalan penegak hukum adat Indonesia, memang sangat prinsipil karena adat merupakan salah satu cermin bagi bangsa, adat merupakan identitas bagi bangsa, dan identitas bagi tiap daerah. Dalam kerangka pelaksanaan Hukum Tanah Nasional dan dikarenakan tuntutan masyarakat adat maka pada tanggal 24 Juni 1999, telah diterbitkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) No. 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat, peraturan ini dimaksudkan untuk menyediakan pedoman dalam pengaturan dan pengambilan kebijaksanaan operasional bidang pertanahan serta langkah-langkah penyelesaian masalah yang menyangkut tanah ulayat. Indonesia merupakan negara yang menganut pluralitas di bidang hukum, di mana diakui keberadaan hukum positif, hukum agama dan hukum adat. Dalam prakteknya (deskritif) sebagian masyarakat masih menggunakan hukum adat untuk mengelola ketertiban di lingkungannya. Di tinjau secara preskripsi (dimana hukum adat dijadikan landasan dalam menetapkan keputusan atau peraturan perundangan), secara resmi, diakui keberadaaanya namun dibatasi dalam peranannya. Beberapa contoh terkait adalah undang-undang di bidang pertanahan (UU No. 5 th 1960) yang mengakui keberadaan hukum adat dalam kepemilikan tanah.
KAJIAN HUKUM KEDUDUKAN BANGUNAN DI ATAS HAK PAKAI ATAS TANAH YANG TELAH DI BATALKAN (Di Tinjau Dari Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah) Jaelani, Mahmud; Mukmin, Abdul
Yuriska: Jurnal Ilmiah Hukum Vol. 10 No. 2 (2018): August
Publisher : Law Department, University of Widya Gama Mahakam Samarinda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24903/yrs.v10i2.352

Abstract

The right to use is regulated in Article 41 through Article 43 which is further regulated in Government Regulation No. 40 of 1996 concerning Right to Cultivate, Right to Build and Right to Use of Land Article 41 to Article 58. In Article 41 paragraph (1) of Law Basic Agrarian Law, is defined as the Right to Use is the right to use and / or collect proceeds from land that is directly controlled by the state or land of the Property of another person, who gives authority and obligations specified in the decision to grant it by an official authorized to give it or in an agreement with the owner of the land, which is not a lease agreement or land processing agreement, everything originating does not conflict with the spirit and provisions of this law.So that the cause of the cancellation of the second right is the position of the building above the usufructuary rights to the land that has been cancelled. The position of the building this case is not only in the physical sense concerning the location and magnitude of the building alone, more than that it has a legal meaning concerning the legal position of the building. This is related to ownership rights and land rights attached to it. The method used in this study is a normative research study with legislation as primary legal material, books, literature as secondary legal material and information and data as secondary material from this study.In principle, the matter that causes the Right to Use of Land can be canceled is the expiration of the term or canceled by the authorized official, the management right holder or the landowner before the expiry date, released voluntarily by the right holder before the term expires, the right of use is revoked, abandoned, the land is destroyed and the Right of Use holder does not qualify as the Right to Use holder. Whereas in relation to the position of the building above the Use of Land Rights by the Indonesian Citizen who has been cancelled depends on the agreement that accompanies when the right to use is granted, but for foreigners through the right to use can transfer their assets through inheritance.  
Peran Kantor Pertanahan Kota Samarinda Dalam Penyelesaian Sengketa Dan Konflik Pertanahan Mukmin, Abdul; Pranata, Andri
Yuriska: Jurnal Ilmiah Hukum Vol. 12 No. 2 (2020): August
Publisher : Law Department, University of Widya Gama Mahakam Samarinda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24903/yrs.v12i2.1014

Abstract

Tanah di Indonesia memiliki makna yang besar bagi masyarakat, hal ini disebabkan bahwa tanah bukan hanya sebagai tempat untuk bermukim atau membangun tempat tinggal, akan tetapi lebih dari pada itu tanah juga dijadikan sebagai objek untuk mata pencaharian masyarakat, Atas nilai kemanfaatan tanah yang begitu luar bisa baik bagi masyarakat maupun bagi negara, tanah juga menjadi objek vital dalam hal timbulnya sengketa atau konflik, atas dasar itulah pemerintah dalam upaya percepatan sengketa atau konflik pertanahan, menerbitkan Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan, Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran kantor pertanahan kota samarinda dalam melakukan penyelesaian sengketa pertanahan dan untuk mengetahui kendala-kendala dari kantor pertanahan kota samarinda dalam melakukan penyelsaian sengketa atau konflik pertanahan. Penelitian ini adalah termasuk jenis penelitian yuridis empiris, Sumber data pada penelitian ini menggunakan data sekunder. Dalam penelitian ini menggunakan metode penyajian dengan analisis deskriptif kualitatif. Teknik yang digunakan peneliti adalah dengan mengelola dan menganalisis data tersebut menggunakan analisis kualitatif. Luaran dari penelitian ini, yaitu publikasi ilmiah dan untuk pengayaan bahan ajar. peran kantor pertanahan dalam penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan sangat besar dan sangat penting. Peran kantor pertanahan dalam penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan sangat besar karena sejak awal dalam melakukan penyelesaian sengketa atau konflik tersebut, baik berdasarkan inisiatif dari pemerintah dalam hal ini Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional maupun berdasarkan pengaduan masyarakat, Kantor Pertanahan memiliki peran yang sangat penting mulai dari pemantauan dengan tujuan untuk mengetahui sengketa atau konflik yang terjadi, melakukan pelaporan kepada Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional, melakukan pengumpulan data-data untuk mengetahui histori awal dari tanah tersebut sampai dengan terjadinya sengketa atau konflik, kemudian melakukan analisis data untuk mengetahui apakah sengketa atau konflik tersebut merupakan kewenangan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional atau bukan, hingga menerima perintah untuk menyelesaikan sengketa atau konflik yang terjadi. Dan Kendala-kendala Kantor Pertanahan dalam penyelesaian sengketa atau konflik pertanahan, mulai dari kurangnya bukti-bukti dan kepercayaan masyarakat serta terbatasnya kewenangan yang dimiliki Kantor Pertanahan.