Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Hak dan Kewajiban Suami dan Isteri dalam Perspektif Hukum Islam Klasik dan Kontemporer Pidayan Sasnifa Sasnifa, Pidayan
Media Akademika Vol 29, No 2 (2014)
Publisher : Media Akademika

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Artikel ini mengulas hubungan antara pria dan wanita baik dikeluarga dan masyarakat dalam perspektif hukum syariah danundang-undang. Islam telah memberikan aturan rinci, tegas, danmulia. Dijelaskan dalam hukum Islam, bahwa hubungan antarapria dan wanita dalam rumah tangga bukanlah aqad al syirkah(perusahaan kontrak) dan Ijarah (leasing/sewa-menyewa). Isteribukan seperti budak untuk suaminya, untuk dipekerjakan. Bukanpula seperti hubungan polisi dan pencuri yang selalu mengancamistrinya sementara suami hampir selalu merasa super. Hubungandi antara mereka dalam artikel ini dihuraikan sebagai hubunganpenuh cinta persahabatan; hubungan yang harmonis antaramereka dalam rumah tangga yang bekerja menjalani hidup.
FUNGSI DAN KEDUDUKAN ISBAT NIKAH DI PENGADILAN AGAMA KOTA JAMBI SUATU TINJAUAN YURIDIS DARI KOMPILASI HUKUM ISLAM Sasnifa, Pidayan
Islamika : Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman Vol 15 No 1 (2015)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pegabdian pada Masyarakat, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kerinci, Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The Function Of Isbath in Religions ourt Of Jambi Legal Everview From The Point Of Islsmic Law Compilation The marriage is somehting that have to be notarized and legalited according to Indonesian law Number 1 year 1974 about marriage at article 2 and also according to islamic law compilation article 5. The need that the marriage is to be legalized n notarized. Is according to law no. 22 year 1946 and law no. 32 year 1954 about the obligation of people to legalized and notrized his/her marriages, devorce and reverence. The Legitimation of marriage and the notarization of marriages with proof marriage, certificate for every parties involved, it the marriages notarized than eforts of the parties solve the problems usually law. If there is something that prevent the certificate of marriage, one of ther perties or both parties can also ask for what is called at “itsbat nikah” in order for both of them or one of the parties to recaived their rights in the constitions of marriage, the notatorion of isbath is according to KHI article 7 verse 2. Perkawinan merupakan ikatan resmi yang perlu dicatat dan disahkan sebagaimana diatur dalam Undang-undang no.1 tahun 1974 tentang perkawinan pada Pasal  ayat  dan Kompilasi Hukum Islam pada pasal 5. Pencatatan perkawinan ini juga diatur oleh UU No. 22 tahun 1946 jo.UU No.32 tahun 1954 tentang penetapan pencatatan nikah, talaq dan rujuk. Pencatatan ini penting, sebagai bukti keabsahan suatu perkawinan yang dibuktikan dengan akta nikah, apabila terjadi suatu hal dalam perkawinan maka dapatlah dilakukan upaya hukum guna mempertahankan atau memperoleh hak-hak masing-masing suami isteri karena dengan akta nikah tersebut suami isteri memiliki bukti otentik atas perbuatan hukum yang telah mereka lakukan. Karena perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan akta nikah yang dibuat oleh pegawai pencatat nikah. Suatu perkawinan yang tidak memiliki akta nikah karena suatu hal maka bagi pasangan suami isteri ataupun pihak-pihak yang berkepentingan dengan perkawinan, apabila sangat membutuhkan alat bukti atas perkawinan yang telah dilangsungkan dapat mengajukan permohanan kepengadilan agama agar dibuatkan penetapan itsbat nikah yang dapat membuktikan dan mengesahkan suatu perkawinan yang telah terjadi. Dalam pasal 7 ayat 2 KHI menyebutkan dalam hal perkawinan tidak dibuktikan dengan akta nikah dapat diajukan itsbat nikah di pengadilan agama. Itsbat nikah merupakan penetapan tentang kebenaran (keabsahan) nikah.
Implementasi dari Perkawinan Yang Tidak Dicatatkan Terhadap Perlindungan Hukum Anak Ditinjau Dari Uundang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Pelaksanaanya Di Kecamatan Tanah Kampung Kota Sungai Penuh. Sasnifa, Pidayan
Islamika : Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman Vol 18 No 1 (2018): Volume 18 Nomor 1 Tahun 2018
Publisher : Pusat Penelitian dan Pegabdian pada Masyarakat, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kerinci, Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (188.257 KB) | DOI: 10.32939/islamika.v18i1.263

Abstract

Akibat hukum dari perkawinan tidak dicatatkan, status anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut akan menjadi tidak jelas  karena perkawinan orang tuanya  hanya sah secara agama. Meskipun anak tersebut adalah anak sah, tetapi tidak mempunyai bukti outentik yang dapat menguatkan bahwa anak tersebut adalah anak sah dari kedua orang tuannya. Kedudukan anak yang dilahirkan dari suatu perkawinan yang tidakdicatatkan hanya memiliki hubungan perdata dengan ibunya. Disamping itu anak yang dilahirkan dari perkawinan yang tidak dicatatkan akan kesulitan mendapatkan akta kelahiran, dengan tidak adanya akta kelahiran terhadap anak, maka negara mempunyai hambatan dalam melindungi anak, karena secara hukum tidak ada catatan  tentang status kelahiran anak beserta data-data kedua orang tua yang menyebabkan kelahiran anak tersebut. Upaya hukum yang dapat dilakukan agar seorang anak yang lahir  dari perkawinan yang tidak dicatatkan, memperoleh kedudukan seperti anak sah, adalah dengan mengajukan permohonan penetapan dari pengadilan agama setempat, atau pengadilan negeri setempat, yang disesuaikan dengan kantor pencatatan kelahiran anak masing-masing. Sedangkan upaya yang dapat dilakukan apabila perkawinannya hanya dilakukan menurut agama saja, dan tidak dicatatkan dikantor catatan sipil, maka anak yang lahir dari perkawinan tersebut hanya bisa diakui dengan cara pengesahan anak, sehingga anak tersebut menjadi anak sah. Pengesahan anak hanya dapat dilakukan apabila orang tuanya mencatatkan perkawinannya dikantor catatan sipil terlebih dahulu. Penelitian yang dilaksanakan adalah untuk mendeskripsikan atau menggambarkan tentang perlindungan hukum terhadap anak dari hasil perkawinan yang tidak dicatat ditinjau dari Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang   Perlindungan Anak. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif,  dapat diartikan sebagai penelitian yang menghasilkan data-data deskriptif mengenai kata-kata lisan atau tulisan, atau tingkah laku  yang dapat diamati dari masalah yang diteliti.
Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Perspektif UUD Nomor 21 Pasal 55 Tahun 2008 dan Istishlah Fathoni, M. Kamal; Sasnifa, Pidayan; Burhanuddin
Jurnal Masharif al-Syariah: Jurnal Ekonomi dan Perbankan Syariah Vol 10 No 2 (2025)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30651/jms.v10i2.25881

Abstract

Disputes are a natural thing and often occur in shariah banking, but it is not always caused by banking errors, but also customer errors. This study aims to reveal two main things, namely: (1) to find out how the application of UU No. 21 Tahun 2008 on Sharia Banking Dispute Settlement, (2) to find out how to resolve Sharia Banking Disputes according to istishlah. The approach used is qualitative which is descriptive. Based on the research conducted by the author, the results of the conclusion that: 1) In determining a case, the Religious Court looks at it from the point of view of the Law (Preferred), Sharia principles and also what cases the plaintiff experienced. If there is a dispute that does not meet the criteria in the Constitution, it will be immediately rejected. 2) Istishlah is a view that is more inclined to choose a middle ground of a problem so as not to cause harm to people. If there is a problem that cannot be resolved due to a dispute in the banking of shariah, in the religious court because the problem does not meet the requirements described in the constitution, the problem can be resolved through deliberation, as-sulh, tahkim, hisbah, and judicial channels (qadha).
Transaksi ARRUM BPKB Kendaraan Secara Online di Pegadaian Syariah Jambi Perspektif Hukum Ekonomi Syariah Mirna, Mirna; Sasnifa, Pidayan; Fathoni, M. Kamal
SiRad: Pelita Wawasan October (Vol. 1 No. 3, 2025)
Publisher : Yayasan Nurul Musthafa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.64728/sirad.v1i3.art7

Abstract

This study examines the implementation of online Arrum BPKB financing at Pegadaian Syariah Jambi from the perspective of Sharia Economic Law. Arrum BPKB (Ar-Rahn untuk Usaha Mikro) is a Sharia-based pawn financing scheme that provides micro-entrepreneurs with business capital using vehicle ownership documents (BPKB) as collateral, while the vehicle remains in the owner’s possession. Using a qualitative-descriptive approach with a normative-empirical perspective, data were collected through observation, interviews, and documentation involving employees and customers of Pegadaian Syariah Jambi. The findings indicate that the online Arrum BPKB mechanism combines digital innovation with Islamic legal principles. The financing contract involves two main Islamic contracts: rahn tasjīlī (a documentary pledge where only ownership documents are pledged) and ijarah (leasing for safekeeping of the documents). However, several procedural aspects were found to contradict Sharia Economic Law, such as the absence of written evidence during the contract, ambiguity in the contract termination period, and unclear provisions regarding the use of pledged goods. These findings highlight the need for procedural refinement and regulatory guidance to ensure full compliance with Sharia principles in digital-based financing. This study contributes to the discourse on Islamic pawn services by emphasizing the legal and ethical dimensions of digital transformation in Islamic finance. [Penelitian ini mengkaji implementasi pembiayaan Arrum BPKB secara daring di Pegadaian Syariah Jambi dalam perspektif Hukum Ekonomi Syariah. Arrum BPKB (Ar-Rahn untuk Usaha Mikro) merupakan skema pembiayaan berbasis syariah yang memberikan modal usaha kepada pelaku usaha mikro dengan jaminan dokumen kepemilikan kendaraan bermotor (BPKB), sementara kendaraan tetap dapat digunakan oleh pemiliknya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif-deskriptif dengan pendekatan normatif-empiris. Data diperoleh melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi yang melibatkan pegawai serta nasabah Pegadaian Syariah Jambi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mekanisme Arrum BPKB daring berhasil mengintegrasikan inovasi digital dengan prinsip-prinsip hukum ekonomi Islam. Proses pembiayaan melibatkan dua akad utama, yaitu rahn tasjīlī (gadai berbasis dokumen kepemilikan) dan ijarah (sewa atas jasa penyimpanan dokumen). Namun, ditemukan beberapa aspek prosedural yang berpotensi tidak sesuai dengan prinsip syariah, antara lain tidak adanya bukti tertulis saat pelaksanaan akad, ketidakjelasan batas waktu berakhirnya perjanjian gadai, serta tidak adanya kejelasan mengenai pemanfaatan barang jaminan. Temuan ini menegaskan perlunya penyempurnaan prosedur dan pedoman hukum agar pelaksanaan pembiayaan digital dapat sepenuhnya sejalan dengan prinsip Hukum Ekonomi Syariah. Penelitian ini memberikan kontribusi terhadap pengembangan layanan gadai syariah digital dengan menyoroti dimensi hukum dan etika dalam transformasi keuangan berbasis syariah.]