M. Wira Utama
Unknown Affiliation

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

The Organization of the General Meeting of Shareholders based on Court Determination from the Perspective of Shareholder Rights’ Protection Sufiarina Sufiarina; Yetti Yetti; Sri Wahyuni; M. Wira Utama
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 9, No 2 (2022): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The General Meeting of Shareholders (GMS) is generally the authority of the Board of Directors. Prior to the GMS, the Board of Directors usually invites shareholders to the GMS. In addition, the Commissioners and shareholders under certain conditions have the right to request the GMS. It is even possible for shareholders to hold a GMS based on a court order. For this reason, this study elaborates on the mechanism to hold a GMS based on a court order. This study also explores the characteristics of the procedural law in court and the holding of the GMS based on a court decision. This study employed a normative juridical method with a statutory approach, especially on Article 79 and Article 80 of the Indonesian Law on Company, and provisions of procedural law, especially civil procedural law relating to the application of the principle of audi et alteram partem. The results show that court decisions have special characteristics related to the requirements and implementation of procedural law. The court’s product in the form of a decision does not provide a balanced position regarding the right to take legal action.DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v9n2.a2 
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN MUSLIM TERHADAP PRODUK MAKANAN YANG TIDAK BERLABEL HALAL Nisa Nur Juwitasari; Sri Menda Sinulingga; M. Wira Utama
Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 2 No. 3 (2024): Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.3783/causa.v2i3.2070

Abstract

Penelitian ini membahas mengenai tidak dicantumkannya labelisasi halal dalam produk makanan. Yang mana ketentuan pencantuman labelisasi halal bertujuan untuk melindungi masyarakat yang menjadi konsumen pada umumnya dan khususnya konsumen muslim. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal menjadi landasan hukum dalam upaya melindungi konsumen serta upaya-upaya Lembaga yang berwenang mengenai sertifikasi dan labelisasi halal dalam mengawasi dan melakukan sosialisasi terhadap pelaku usaha dan konsumen. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dan empiris dengan mengkaji pelaksanaan dan implementasi ketentuan hukum positif pada peristiwa hukum yang terjadi di dalam masyarakat dengan cara mengumpulkan data dengan wawancara. Pendekatan masalah yang digunakan adalah empiris, dengan meneliti produk makanan yang tidak memiliki label halal dan masih beredar di Indonesia. Hasil penelitian memperoleh kesimpulan; (1) Pengaturan perlindungan hukum bagi konsumen muslim terhadap produk makanan yang tidak memiliki label halal terdapat pada UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, diantaranya terdapat pada pasal 4 yang menyatakan hak-hak konsumen dalam mengkonsumsi suatu produk, hak atas kenyamanan, keselamatan, dan keamanan dalam mengkonsumsi produk makanan, serta ketentuan halal yang terdapat dalam pasal 8 huruf h. Pengaturan perlindungan konsumen terdapat dalam undang-undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan dalam pasal 95. (2) Dalam meningkatkan bentuk perlindungan konsumen sudah ada Undang-Undang yang mengaturnya dan lembaga terkait. Dalam Pasal 4 Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, menyatakan bahwa produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal. Tetapi dalam implemantasinya belum sepenuhnya berjalan dengan baik maka pihak yang terkait diantaranya LPPOM MUI dan BPJPH harus melakukan pengawasan terhadap pelaku usaha mengenai proses produksi suatu produk makanan. Jika pelaku usaha melanggar ketentuan yang ada maka akan dikenakan sanksi berupa sanksi administratif hingga sanksi pidana sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 60 dan Pasal 62 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, begitu juga diatur dalam Pasal 27 dan Pasal 56 Undang-Undang tentang Jaminan Produk Halal. Adapun saran dari penelitian bertujuan untuk merekomendasi para konsumen untuk selalu teliti dan cermat dalam memilih suatu produk yang akan dibeli dan konsumsi, dan pelaku usaha juga harus menerapkan sikap jujur dalam memproduksi produknya yang akan di perjual belikan.
PERKAWINAN DI BAWAH UMUR SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN UNDANG-UNDANG PERKAWINAN Yohanes Jawa; Endang Suprapti; M. Wira Utama
Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 2 No. 3 (2024): Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.3783/causa.v2i3.2071

Abstract

Perkawinan merupakan suatu yang sakral antara laki-laki dan perampuan dua orang dengan tujuan membentuk keluarga bahagia yang di perlukan usia matang agar tidak terjadi hal yang di inginkan nantinya. Mengenai batas usia di atur dalam undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan diubah menjadi undang-undang No .16 Tahun 2019 tentang perubahan batas usia bagi wanita yang melangsungkan perkawinan. Penelitian ini dilatarbelakangi adanya dampak perubahan undang-undang No.1 tahun 1974 menjadi undang-undang No.16 tahun 2019 tentang batasan usia perkawinan. Dampak adalah pengaruh kuat yang mendatangkan akibat (baik positif maupun negatif). Dengan adanya masalah ini penulis sangat tertarik untuk mengkajinya secara mendalam dalam penelitian ini. Ada tiga pertanyaan penelitian dalam skripsi ini Pertama, apa penyebab terjadinya perubahan batas usia perkawinan dalam Undang-undang No.16 Tahun 2019, Kedua apa akibat yang ditimbulkan terhadap perubahan batas usia perkawinan dalam Undang-undang No.16 Tahun 2019 dan yang Ketigadalam Undang-undang No.16 Tahun 2019. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Metode penelitian yang dipakai untuk meneliti ini adalah studi kepustakaan dengan menggunakan buku-buku yang berkaitan dengan objek kajian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor perubahan undang-undang No.1 Tahun 1974 menjadi Undang-undang No.16 Tahun 2019 tentang batasan usia perkawinan adalah meningkatnya perceraian dan tidak baik pada kesehatan perempuan. Undang-Undang Perkawinan telah menetapkan batas minimal usia dalam perkawinan, yaitu 19 (sembilan belas) tahun bagi pria dan 16 (enam belas) tahun bagi wanita. Undang-Undang No. 16 tahun 2019 tentang perubahan atas Undang-Undang No.1 tahun 1974 juga disebutkan bahwa bagi pria dan wanita harus mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun. Dengan dampak perubahannya undang-undang No.1 Tahun 1974 ke undang-undang No.16 Tahun 2019 semakin banyak melakuakan pemohonan dispensasi nikah di pengadilan.
PENYELESAIAN ATAS PERSOALAN SERTIPIKAT GANDA HAK ATAS TANAH DI WILAYAH BPN KOTA JAKARTA SELATAN Nindeut Tualeka; Endang Suprapti; M. Wira Utama
Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 2 No. 3 (2024): Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.3783/causa.v2i3.2072

Abstract

Di dalam lingkungan masyarakat masih banyak terjadi permasalahan hukum yang berkaitan dengan hak atas tanah, salah satunya mengenai sertipikat ganda. Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimanakah faktor penyebab timbulnya sertipikat ganda ini serta upaya dalam menyelesaikan permasalahan hukum terkait sertipikat ganda ini. Tentang Peraturan Presiden RI No. 48 Tahun 2020 tentang BPN, serta Peraturan Pemerintah RI No. 24 Tahun 1997 dan UUPA No. 5 tahun 1960. Tentang sertipikat ganda, yang dengan metode penelitian hukum yuridis empiris dan yuridis normatif disimpulkan: 1. Faktor penyebab timbulnya sertipikat ganda ini dikarenakan adanya dua faktor yaitu eksternal dan juga faktor internal. Faktor eksternal sendiri disebabkan karena adanya ketidakpahaman masyarakat dalam melakukan pendaftaran tanah, sehingga tidak menyadari jika tanah yang telah dimilikinya sebenarnya sudah dimiliki oleh orang lain. Selanjutnya faktor internal juga disebabkan ole adanya oknum BPN, yang mana memanfaatkan jabatannya untuk melakukan tindakan hukum yang mengakibatkan kerugian bagi masyarakat itu sendiri. 2. Dalam hal ini penulis akan melakukan analisis tentang penyelesaian terkait faktor eksternal dan juga faktor internal berdasarkan hasil penelitian penulis. Penyelesaian atas faktor eksternal berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui putusan Nomor 199/Pdt.G/2022/PN Jkt.Sel, demikian Pula dinyatakan batal dan kembali kepada status semula yaitu Tanah Negara bekas ak Milik Nomor: 2856/Pasar Minggu (dahulu Sertipikat HGB. Nomor:118/Pasar Minggu) atas nama Tergugat Iskak Perluhutan Napitupulu, SH. Untuk dilaksanakan oleh Badan Pertanahan Nasional baik tingkat Jakarta Selatan maupun Kanwil BPN. Sedangkan untuk faktor penyelesaian faktor internal, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui putusan Nomor 743/Pdt.G/2022/PN.Jkt.Sel dan surat keterangan Inkracht Nomor W10.U3/2420/HK.02/2/2023 menyatakan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum Sertipikat Hak Milik (SHM) nomor 11142/Bintaro/2019 atas nama Octa Raharjo dan Bunadi Tjatnika dan menyatakan tanah seluas 4.464 M2 senilai Rp 44 Miliar yang berasal persil 101 dan girik 1340 adalah milik ahli waris Haji Nimun Bin Haji Midan yang tidak pernah diperjual-belikan.