Janardana Putri
Fakultas Hukum Universitas Udayana

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

EKSTRADISI DALAM MERESPON ‘MEXICAN DRUG WAR’: SOLUSI ATAU BUMERANG? Janardana Putri; I Gde Putra Ariana
Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum Vol 10 No 4 (2022)
Publisher : Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Penulisan ini dilakukan untuk menganalisis mengenai dasar hukum dan implementasi serta efektivitas dari perjanjian ekstradisi antara Amerika Serikat dan Meksiko dalam menanggulangi fenomena perang narkoba di Meksiko. Penulisan ini dilakukan dengan metode penelitian normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan yang mengacu pada perjanjian ekstradisi antara Amerika Serikat dan Meksiko. Berdasarkan pada hasil studi normatif yang dilakukan telah diketahui bahwa, praktik esktradisi yang digunakan sebagai langkah penanganan Mexican Drug War dilakukan berdasarkan perjanjian international bilateral antara Amerika Serikat dan Meksiko sebagai dasar hukum yang mengikat antara dua belah pihak. Lebih lanjut, dalam implementasinya, perjanjian ekstradisi yang dilakukan nampak telah berhasil dilakukan untuk menjerat para pemimpin Drug Trafficking Organization. Namun dalam jangka panjang, efektivitas praktik ekstradisi masih belum kuat untuk menghentikan fenomena Mexican Drug War dengan munculnya penerus dari para pemimpin yang telah di ekstradisi. Kata Kunci: Ekstradisi, Perang Narkoba, Kejahatan Narkotika Internasional, Kerjasama AS-Meksiko ABSTRACT This writing was conducted to analyze the legal basis as well as the implementation and effectiveness of the extradition treaty between the United States of Amerca and Mexico in tackling the Drug War phenomenon in Mexico. This study was carried out using a normative research method with the constitutional approach which refers to the extradition treaty between the United States of America and Mexico. Based on the result of the normative study conducted, it was found that the extradition practice used as a measure to handle the Mexican Drug War was carried out based on a bilateral agreement between the United States and Mexico as a binding legal basis between the two of the parties. Furthermore, in its implementation, the extradition treaty has been successfully conducted to ensnare the leaders of the Drug Trafficking Organization. However, in the long term, the effectiveness of the practice of extradition is still not strong enough to stop the Mexican Drug War phenomenon with the emergence of new leaders to replaced the former leaders who have been extradited. Keywords: Extradition, Drug War, International Narcotics Crimes, USA-Mexico Cooperation
Pemberian Suaka Diplomatik dalam Hukum Internasional: Dilema antara Aspek Kemanusiaan dan Tensi Hubungan Bilateral Janardana Putri; I Made Budi Arsika
Undang: Jurnal Hukum Vol 5 No 2 (2022)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/ujh.5.2.293-323

Abstract

Diplomatic asylum is a practice of granting international protection outside of state territory which is often carried out based on the extraterritorial theory and the principle of inviolability possessed by a state to carry out its diplomatic mission. In several cases, diplomatic asylum is sometimes regarded as reducing the sovereignty of a state which potentially leads to increasing bilateral tensions. However, humanity considerations as the reasons behind the granting of diplomatic asylum are appreciated by the international society. This article aims to discuss the existence of diplomatic asylum from the perspective of sovereignty and the legitimacy of diplomatic officials to grant diplomatic asylum. This article concludes that international law generally places state sovereignty and non-intervention as fundamental principles that must be respected. Both the Vienna Convention on Diplomatic Relations (1961) and the Vienna Convention on Consular Relations (1963) do not specifically regulate the issue of diplomatic asylum, therefore, its legal basis often refers to state practices. The granting of diplomatic asylum that is not based on humanity's interest may raise a controversy under international law. Instruments of international human rights law justify for diplomatic officials to grant asylum to people in need, especially in critical situations that threaten the safety of that person. Abstrak Suaka diplomatik merupakan praktik pemberian perlindungan internasional di luar wilayah teritorial suatu negara yang kerap dilakukan atas dasar eksistensi teori ekstrateritorial dan prinsip inviolabilitas yang dimiliki oleh suatu negara untuk melaksanakan misi diplomatiknya. Dalam beberapa kasus, pemberian suaka diplomatik terkadang dianggap mereduksi kedaulatan suatu negara sehingga berpotensi meningkatkan tensi hubungan bilateral. Hanya saja, dalil kepentingan kemanusiaan sebagai dasar pemberian suaka diplomatik justru diapresiasi oleh masyarakat internasional. Artikel ini bertujuan untuk membahas mengenai eksistensi suaka diplomatik yang ditinjau dari perspektif kedaulatan dan legitimasi pejabat diplomatik untuk memberikan suaka diplomatik. Artikel ini menyimpulkan bahwa hukum internasional pada umumnya menempatkan kedaulatan negara dan non-intervensi sebagai prinsip-prinsip penting yang harus dihormati. Baik Konvensi Wina mengenai Hubungan Diplomatik (1961) maupun Konvensi Wina mengenai Hubungan Konsuler (1963), tidaklah secara spesifik mengatur persoalan suaka diplomatik, oleh karenanya suaka diplomatik berkembang pada praktik negara-negara. Pemberian suaka diplomatik yang tidak didasarkan dengan kepentingan kemanusiaan dapat memunculkan kontroversi dalam hukum internasional. Instrumen hukum hak asasi manusia internasional memberikan justifikasi bagi pejabat diplomatik untuk memberikan suaka kepada orang yang membutuhkan, khususnya dalam situasi genting yang mengancam keselamatan orang tersebut.