p-Index From 2020 - 2025
0.562
P-Index
This Author published in this journals
All Journal e-CliniC
Praevilia M. Salendu
Universitas Sam Ratulangi

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Pengaruh Riwayat Kejang Demam terhadap Kejadian Epilepsi pada Anak Marshen Budiman; Praevilia M. Salendu; Johnny L. Rompis
e-CliniC Vol. 11 No. 1 (2023): e-CliniC
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v11i1.44268

Abstract

Abstract: Epilepsy could cause various kinds of problems including learning difficulties, growth and development disorders, and poor quality of life of children in the future. There are several risk factors of febrile seizures that coud affect the occurrence of epilepsy inter alia abnormalities of the nervous system or there is a clear development of nervous system abnormalities before the seizure, complex febrile seizures, history of epilepsy in parents or siblings, as well as simple febrile seizures repeating four or more episodes in one year. Each of these risk factors increases the likeli-hood of epilepsy, and the combination of these risk factors increases the incidence of epilepsy. This study aimed to determine the effect of a history of febrile seizures on the incidence of epilepsy in children. This was a literature review study using three databases namely Pubmed, ClinicalKey, and Google Scholar. The keywords used were febrile seizure AND epilepsy AND children. Selection with inclusion and exclusion criteria obtained 10 literatures. The results showed that from 10 literatures reviewed, history of febrile seizures was the most common risk factor that influenced the developing of epilepsy in later life. In conclusion, history of febrile seizures is the most common risk factor for developing epilepsy in children later in life. The percentage of children with history of febrile seizure that develop to epilepsy is 3.3% - 73.8%. Keywords: febrile seizures; epilepsy; children Abstrak: Epilepsi dapat menyebabkan berbagai macam permasalahan berupa kesulitan dalam belajar, gangguan pertumbuhan dan perkembangan, serta kualitas hidup yang kurang pada anak di masa depan. Terdapat beberapa faktor risiko kejang demam yang berperan terhadap terjadinya epilepsi, di antaranya: kelainan pada sistem saraf atau adanya perkembangan kelainan yang jelas sebelum kejang, kejang demam kompleks, riwayat epilepsi pada orang tua atau suadara kandung, dan kejang demam sederhana yang berulang empat episode atau lebih dalam satu tahun. Masing-masing faktor risiko tersebut meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi dan kombinasi faktor risiko tersebut akan meningkatkan kejadian epilepsi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh riwayat kejang demam terhadap kejadian epilepsi pada anak. Penelitian ini berbentuk literature review, menggunakan tiga database yaitu Pubmed, ClinicalKey, dan Google Scholar. Kata kunci yang digunakan yaitu febrile seizure AND epilepsy AND children. Hasil seleksi dengan kriteria inklusi dan eksklusi mendapatkan 10 literatur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari sepuluh jurnal yang di-review, didapatkan riwayat kejang demam menjadi salah satu faktor risiko yang memiliki pengaruh untuk berkembang menjadi epilepsi di kemudian hari. Simpulan penelitian ini ialah riwayat kejang demam merupakan faktor risiko terbanyak untuk berkembang menjadi epilepsi pada anak di kemudian hari. Persentase anak dengan riwayat kejang demam yang berkembang menjadi epilepsi berkisar antara 3,3% - 73,8%. Kata kunci: kejang demam; epilepsi; anak
Peran Nutrisi terhadap Kejadian Anemia Defisiensi Besi pada Anak Aurellia M. Salangka; Max F. J. Mantik; Praevilia M. Salendu
e-CliniC Vol. 11 No. 1 (2023): e-CliniC
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v11i1.44322

Abstract

Abstract: Iron deficiency anemia is the most common nutritional deficiency problem worldwide, especially in developing countries such as Indonesia. The highest prevalence was found in late infancy and early childhood due to the growth process and nutritional factors. This study aimed to evaluate the role of nutrition in iron deficiency anemia in children aged less than five years. This was a literature review study. The results showed that children aged less than five years suffering from iron deficiency anemia were associated with several factors, as follows: not being given exclusive breastfeeding, giving cow milk compared to iron-fortified formula milk, not consuming heme source foods (meat, legumes, green-leafy vegetables), and the habit of consuming tea. In conclusion, nutritional factors play an important role in iron deficiency anemia in children. Keywords: nutrition; iron deficiency anemia; children under five years of age Abstrak: Anemia defisiensi besi menjadi masalah defisiensi nutrisi yang paling banyak dijumpai di seluruh dunia, terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Prevalensi anemia defisiensi besi tertinggi didapatkan pada akhir masa bayi dan awal masa kanak-kanak oleh karena proses pertumbuhan dan juga faktor nutrisi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran nutrisi terhadap kejadian anemia defisiensi besi pada anak yang berusia kurang dari lima tahun. Jenis penelitian ialah suatu literature review. Hasil penelitian mendapatkan bahwa anak berusia kurang dari lima tahun dan menderita anemia defisiensi besi dihubungkan dengan faktor tidak diberikan ASI eksklusif, pemberian susu sapi dibandingkan susu formula yang diperkaya zat besi, tidak mengonsumsi makanan sumber heme (daging, kacang polong, sayuran yang berwarna hijau tua), dan kebiasaan mengonsumsi teh. Simpulan penelitian ini ialah faktor nutrisi berperan penting dalam kejadian anemia defisiensi besi. Kata kunci: nutrisi; anemia defisiensi besi; anak usia kurang dari lima tahun
Tatalaksana Status Epileptikus Terkini pada Anak Jose M. Mandei; Praevilia M. Salendu
e-CliniC Vol. 11 No. 1 (2023): e-CliniC
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v11i1.44460

Abstract

Absract: Status epilepticus is one of the most common pediatric neurologic emergencies in children with progressive benzodiazepine pharmaco-resistance due to neurotransmitter receptor disturbance. This has led to revisions of definitions and guidelines to emphasize early treatment and faster escalation. The initial management of the stabilization phase is followed by the administration of benzodiazepines as the first line. Second-line medications such as valproate, fosphenytoin, or levetiracetam, or phenobarbital are recommended, and at this point there is no clear evidence that one of these options is better than the other. If seizures persist after second-line drugs, refractory status epilepticus may be established. Treatment of refractory status epilepticus consists of bolus doses and continuous infusion titration with third-line drugs. In conclusion, potential therapeutic approaches for future study may require consideration of interventions that may speed the diagnosis and treatment of status epilepticus. Major advances in the clinical field with new definitions and classifications give the clinicians a better guidance on when to treat, how aggressively to treat, and how to avoid over- or under-treating the condition of status epilepticus. Keywords: status epilepticus; management; children   Abstrak: Status epileptikus merupakan salah satu kedaruratan neurologis yang paling umum pada anak dengan farmakoresistensi benzodiazepine progresif karena gangguan reseptor neurotransmiter. Hal ini menyebabkan dilakukannya revisi definisi dan pedoman untuk menekankan pengobatan dini dan eskalasi yang lebih cepat. Tatalaksana awal fase stabilisasi dilanjutkan pemberian benzodiazepine sebagai lini pertama. Pengobatan lini kedua seperti valproate, fosphenytoin, atau levetiracetam, atau fenobarbital direkomendasikan, dan pada titik ini tidak ada bukti yang jelas bahwa salah satu dari opsi ini lebih baik daripada yang lain. Jika kejang berlanjut setelah obat lini kedua, status epileptikus refrakter dapat ditegakkan. Pengobatan status epileptikus refrakter terdiri dari dosis bolus dan titrasi infus kontinu dengan obat lini ketiga. Simpulan studi ini ialah pendekatan terapeutik potensial untuk studi masa depan mungkin memerlukan pertimbangan intervensi yang dapat mempercepat diagnosis dan pengobatan status epileptikus. Kemajuan besar dalam bidang klinis dengan definisi dan klasifikasi baru memberikan panduan yang lebih baik kepada dokter tentang kapan harus mengobati, seberapa agresif untuk mengobati, dan bagaimana menghindari pengobatan yang berlebihan atau kurang dari kondisi stastus epileptikus. Kata kunci: status epileptikus; tatalaksana; anak