Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

OPTIMALISASI DATA SURVEI SOSIAL DAN EKONOMI NASIONAL (SUSENAS) DENGAN SMALL AREA ESTIMATION (SAE) Uswatun Nurul Afifah; Royhan Faradis
Seminar Nasional Official Statistics Vol 2019 No 1 (2019): Seminar Nasional Official Statistics 2019
Publisher : Politeknik Statistika STIS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (290.589 KB) | DOI: 10.34123/semnasoffstat.v2019i1.147

Abstract

Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) merupakan kegiatan survei yang diselenggarakan oleh Badan Pusat Statsistik (BPS). Data hasil Susenas menjadi produk yang strategis dan ditunggu karena memuat informasi terkait kondisi sosial, ekonomi, dan kependudukan suatu wilayah. Pemerintah Daerah (Pemda) adalah salah satu pihak yang menunggu hasil Susenas guna mengambil berbagai kebijakan tepat sasaran. Salah satu yang menjadi fokus Pemda adalah fenomena kemiskinan. Keadaan ini diperkuat dengan kebijakan Satu Data Indonesia oleh presiden Republik Indonesia yang memposisikan BPS sebagai sumber data kredibel. Akan tetapi, kebutuhan mendesak Pemda untuk mendapatkan informasi terutama kemiskinan di wilayahnya belum terpenuhi secara optimal karena keterbatasan cakupan data Susenas. BPS hanya dapat menyajikan data kemiskinan paling rendah di level Kabupaten sementara Pemda membutuhkan informasi lebih untuk kebijakan otonomi daerahnya sampe dengan level kecamatan bahkan desa. Penelitian ini bertujuan untuk menduga indikator kemiskinan yaitu pengeluaran perkapita di Kabupaten Belitung Timur di tingkat desa dengan model terbaik dan memetakan kemiskinan Belitung Timur di level kecamatan. Metode Small Area Estimation (SAE) pendekatan Empirical Best Linier Unbiased Predictors (EBLUP) tipe Fay-Harriot Model digunakan untuk mendapatkan pendugaan variabel kemiskinan di level desa dan kecamatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis saluran pembuangan limbah cair keluarga dan keberadaan pasar desa mempengaruhi nilai pengeluaran perkapita. Selain itu, Kecamatan Dendang dan Simpang Pesak memiliki persentase penduduk miskin tertinggi berdasarkan pemetaan kemiskinan (proverty map).
Tantangan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Kepulauan di Sumatera Pasca Pandemi Royhan Faradis; Uswatun Nurul Afifah
Jurnal Archipelago Vol 2 No 02 (2023): Jurnal Archipelago
Publisher : Badan Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.69853/ja.v2i02.59

Abstract

Industri pariwisata dan ekonomi kreatif (parekraf) merupakan bentuk transformasi sektor riil dengan prospek masa depan yang baik. Namun demikian penerapan new normal pasca Covid 19 membuat pemulihan sektor ini lebih lambat dibandingkan sektor yang lain terutama di daerah dengan topografi kepulauan. Oleh karena itu pertanyaan penelitian ini adalah melihat bagaimana kinerja sektor parekraf provinsi di Sumatera serta upaya apa yang perlu dilakukan guna menjawab tantangan tersebut. Metode yang digunakan untuk menjawab pertanyaan di atas adalah dengan statistik deskriptif dengan melihat tingkat penghunian kamar sebagai indikator pariwisata terkini. Selain itu, metode analisis cluster juga digunakan dalam penelitian ini untuk menjawab provinsi mana yang membutuhkan prioritas pengembangan industri parekraf. Seluruh sumber data diperoleh dari Publikasi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 2021 dari Kemeparekraf dan Berita Resmi Statistik bulanan dari BPS. Temuan menarik dari penelitian ini adalah baik kinerja pariwisata maupun jumlah industri parekraf pariwisata di provinsi kepualaun lebih rendah dibandingkan dengan provinsi daratan baik secara nasional maupun lingkup Sumatera. Padahal Kepulauan Riau tercatat sebagai provinsi dengan andil industri pariwisata dan ekonomi kreatif terbesar mencapai 5,02 persen terhadap ekonominya dan Kepulauan Bangka Belitung mencapai 2,43 persen di urutan ketiga.  Temuan menarik berikutnya adalah produk parekraf dari wilayah kepulauan di Sumatera tidak mendapatkan jangkauan pemasaran yang lebih luas. Alasan infrastruktur transportasi dan cuaca diduga menjadi faktor utama penyebab tantangan ini. Rancangan Undang-undang (RUU) daerah kepulauan harus terus diperjuangkan karena bisa menjadi booster dalam mengurangi kesenjangan pembangunan.