Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Toleransi Dalam Kehidupan Masyarakat di Kota Salatiga, Jawa Tengah Christian Samuel Lodoe Haga; Yuwono Prianto; Muhammad Rangga Arya Putra
BINAMULIA HUKUM Vol 11 No 2 (2022): Binamulia Hukum
Publisher : Faculty of Law, Universitas Krisnadwipayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37893/jbh.v11i2.701

Abstract

Pandangan negara tentang sikap toleransi sejatinya tertuang di dalam UUD 1945 Pasal 28E ayat (1), Pasal 29 ayat (1) dan (2) dan UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis implementasi UUD 1945 Pasal 28E ayat (1), Pasal 29 ayat (1) dan (2) dan UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 22 ayat (1) dan (2) dalam kebijakan pemerintah Kota Salatiga dan mengetahui faktor apa saja yang membuat warga Salatiga mampu mengembangkan sikap toleran dalam kehidupan bermasyarakat. Tipe penelitian ini adalah penelitian hukum empiris/sosiologis dengan data primer yang menjadi sumber penelitian ini. Analisis data dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan logika deduktif. Implementasi UUD 1945 Pasal 28E ayat (1), Pasal 29 ayat (1) dan (2) dan UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 22 ayat (1) dan (2) diwujudkan melalui slogan Kota Salatiga yaitu “Hati Beriman.” Selain itu, dalam aspek anggaran, bisa dilihat dalam tabel Indikasi Rencana Program Prioritas Pendanaan Kota Salatiga Tahun 2017-2022, pada instansi Badan Kesatuan Bangsa dan Politik, terdapat program pengembangan wawasan kebangsaan dengan indikator kinerja persentase pemahaman masyarakat terhadap kebangsaan. Sinergitas antara tokoh masyarakat, tokoh agama, dan tokoh intelektual menjadi faktor kuatnya kehidupan toleransi di Kota Salatiga.
Implementation of the Electronic Information and Transaction Law on the Culture of Online Buying and Selling Transactions in Protecting Consumers Muhammad Restu Arrasyiid; Stanley Muljadi Art; Muhammad Rangga Arya Putra
JETISH: Journal of Education Technology Information Social Sciences and Health Vol 2, No 2 (2023): September 2023
Publisher : CV. Rayyan Dwi Bharata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.57235/jetish.v2i2.812

Abstract

Technological developments bring changes to human life, especially social and cultural aspects. Technological developments lead to discoveries. One of them is the ease of buying products that were originally done conventionally to become digital. However, technological developments have given rise to cybercrime, namely in the form of fraud in buying and selling transactions through electronic media. The method used is qualitative research, which aims to describe and analyze changes in behavior in the community related to buying and selling activities that were originally done conventionally to become digital. In online buying and selling transactions, its application requires protection in the UUPK and the ITE Law but in the ITE Law article 28 paragraph (1) when implemented the article makes various assumptions about who the legal subject found in the interpretation of differences of opinion which states that the subject must be a producer while the elements clearly state each person, this confuses the standard as to what constitutes a person as a consumer. In the application of the ITE Law, it is felt that it is still not absolute in fulfilling legal certainty because it does not have a broad meaning about who a consumer is so the phrase should be given a detailed explanation to create legal certainty against potential violations in online buying and selling transactions, of course, with the hope that this regulation can successfully answer public concerns. will guarantee and feel safe when shopping online.
Regulasi Bukti Elektronik Sebagai Instrumen Pembuktian Dalam Penyelesaian Sengketa Perdata Melalui Rechtsvinding oleh Hakim Stanley Muljadi Art; Muhammad Rangga Arya Putra; Rachel Milafebina
Jurnal Kewarganegaraan Vol 8 No 1 (2024): Juni 2024
Publisher : UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31316/jk.v8i1.6383

Abstract

Abstrak Dalam sistem acara perdata yang berlaku, hakim terikat pada alat bukti yang sah. Artinya, hakim dapat memutus berdasarkan alat bukti yang ditentukan sesuai dengan ketentuan pasal 164 HIR. Selain itu, terdapat bukti di persidangan dan keterangan ahli bahwa meskipun dokumen elektronik belum dapat diterima sebagai alat bukti berdasarkan Undang-Undang Pembuktian yang berlaku saat ini, alat bukti elektronik banyak digunakan di masyarakat dan dalam transfer elektronik. Khususnya dalam transaksi bisnis baru. Tulisan ini menyimpulkan bahwa dalam menilai suatu perkara yang alat buktinya menggunakan alat bukti elektronik, hakim bersandar pada hukum substantif yang mengatur perkara tersebut karena hukum formal, yaitu Kode Etik, bukanlah rakyat (HIR) yang mengaturnya. Hukum informasi dan komunikasi elektronik atau Undang-Undang sosial. Namun demikian, sekalipun tidak ada Undang-Undang substantif yang mengatur tentang alat bukti elektronik sebagai alat bukti yang diperbolehkan di pengadilan, atau jika hakim tidak mau menempatkan alat bukti tersebut pada hukum substantif, maka hakim akan memutus Undang-Undang tersebut dengan membandingkan dan menafsirkan alat bukti tersebut secara sah. asalkan Hal itu akan diproses secara elektronik sehingga dapat digunakan tidak hanya sebagai alat bukti yang diatur dalam Hukum Acara Perdata, tetapi juga sebagai alat bukti peradilan. Kata Kunci: Pembuktian, Bukti Elektronik, Penemuan Hukum Abstract In the current civil procedure system, judges are bound by valid evidence. This means that the judge can make a decision based on evidence determined in accordance with the provisions of article 164 HIR. In addition, there is evidence at trial and expert testimony that although electronic documents cannot yet be accepted as evidence based on the current Evidence Act, electronic evidence is widely used in society and in electronic transfers. , especially in new business transactions. This article concludes that in assessing a case where the evidence uses electronic evidence, the judge relies on the substantive law that regulates the case because the formal law, namely the Code of Ethics, is not the people's (HIR) that regulates it. Electronic information and communications law or social law. However, even if there is no substantive law that regulates electronic evidence as evidence that is permitted in court, or if the judge does not want to place the evidence in substantive law, then the judge will decide on the law by comparing and interpreting the evidence. the evidence is valid. provided that this will be processed electronically so that it can be used not only as evidence as regulated in the Civil Procedure Law, but also as judicial evidence. Keywords: Evidentiary, Electronic Evidence, Legal Discovery