Tunarungu merupakan kondisi di mana indera pendengaran seseorang melemah atau mengalami kerusakan sehingga menyebabkan hambatan pada pemrosesan informasi bunyi dan bahasa. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan proses pengembangan kepercayaan diri pada seorang penyandang tunarungu. Kepercayaan diri merupakan sikap positif pada diri sendiri untuk dapat menerima kenyataan, meningkatkan kemampuan diri serta mampu mewujudkan keinginan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi, dan studi dokumen. Subjek dalam penelitian ini adalah anak tunarungu, ibu kandung, pelatih modeling, guru kelas, dan guru les. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa anak tunarungu yang mendapatkan perhatian sejak kecil, akan dapat mengembangkan rasa percaya dan dapat melalui tahap perkembangan berikutnya, yaitu pembentukan otonomi, inisiatif, serta produktivitas yang diperoleh dari dukungan keluarga, penerimaan sekolah luar biasa, penerimaan dari sekolah modeling, serta adanya dukungan dari teman. Lingkungan yang saling mendukung akan menjadi sumber kepercayaan diri anak tunarungu dan membuat seorang anak tunarungu memiliki kesempatan untuk beraktualisasi diri. Hambatan dalam proses pengembangan kepercayaan diri anak tunarungu ialah adanya penolakan dari lingkungan, perubahan penyesuaian diri, serta kurangnya sikap tanggung jawab yang dimiliki anak tunarungu.