Mutiria Anastasya Darmansyah
Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Published : 1 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

INKONSISTENSI HAK VETO ANGGOTA TETAP DEWAN KEAMANAN PBB DENGAN PRINSIP SOVEREIGN EQUALITY (STUDI KASUS VETO RUSIA DALAM REFERENDUM CRIMEA) Mutiria Anastasya Darmansyah; Elfia Farida; Peni Susetyorini
Diponegoro Law Journal Vol 11, No 3 (2022): Volume 11 Nomor 3, Tahun 2022
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Hak veto dalam Pasal 27 ayat (3) Piagam PBB untuk lima anggota tetap Dewan Keamanan memungkinkan Cina, Rusia, Amerika Serikat, Inggris dan Prancis untuk menjatuhkan suara negatif pada rancangan resolusi non-prosedural mengenai pemeliharaan perdamaian internasional dan keamanan. Di sisi lain, PBB mengakui Prinsip Persamaan Kedaulatan yang menjamin posisi yang setara bagi semua negara anggota dan membebankan hak dan kewajiban yang sama. Permasalahan mengenai inkonsistensi antara hak veto dengan prinsip persamaan kedaulatan serta akibat hukum dari penjatuhan sebuah veto terhadap sebuah draft resolusi menjadi relevan. Salah satu kasus yang menggarisbawahi perbedaan ini adalah mengenai draft resolusi mengenai Referendum Crimea yang diveto oleh Rusia pada tahun 2014. Dalam penelitian ini, metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Hukum Doktrinal dengan penilitian deskriptif analitis. Hasil penelitian menemukan bahwa terdapat sebuah inkonsistensi antara Hak veto dan prinsip persamaan kedaulatan, karena keberadaan hak veto menyebabkan sebuah perbedaan kemampuan antara anggota tetap dan tak tetap. Akibat hukum dari veto Rusia pada kasus referendum Crimea adalah kegagalan untuk menghentikan Referendum Crimea yang dinilai tidak sah, serta mengakibatkan ketidakjelasan status hukum Crimea setelah referendum yang tidak diakui oleh masyarakat internasional. Adapun karena itu pula, konflik Rusia dan Ukraina semakin memanas sampai pada tahun 2022.